Perkumpulan Lingkar Sosial (LINKSOS) menggelar aksi peduli kusta pada Hari Kusta Sedunia 2015 di Taman Benteng Pancasila, Kota Mojokerto. Aksi bertujuan menggugah kesadaran masyarakat terhadap kusta serta menghapus stigma negatif dan diskriminasi.
Dalam aksinya, para relawan LINKSOS membentang spanduk bertuliskan Jauhi Kusta Bukan Orangnya. Tim juga membagi- bagikan brosur Deteksi Dini Kusta kepada masyarakat, yaitu pengguna jalan, serta pedagang dan pembeli di pasar.
Kusta dalam Angka
Data Kementrian Kesehatan menunjukkan jumlah penderita kusta saat ini mencapai 19.596 orang dengan 8.526 kasus baru. Angka ini masih mendudukkan Indonesia dalam peringkat tiga jumlah penderita kusta dunia.
Sementara Jawa Timur menjadi penyumbang kusta tertinggi secara nasional yaitu sebanyak 4.470 orang, terdiri dari 4.293 penderita dewasa dan 177 anak-anak.
Tidak menutup kemungkinan jumlah penderita akan semakin bertambah. Hal ini mengingat masih banyak masyarakat yang tidak memeriksakan diri sejak dini akan penyakit menular ini.
Meski pengobatan telah digratiskan melalui Multi Drug Terapi ( MDT) namun tak banyak berarti ketika penderita enggan berobat. Salah satu penghambatnya adalah stigma kusta. Persepsi yang keliru tentang kusta sehingga melahirkan perilaku diskriminatif terhadap penderitanya.
Penyebab orang tak berobat
“Stigma negatif dapat terjadi karena kurangnya sosialisasi sehingga pengetahuan masyarakat kurang,” ujar Ketua LINKSOS, Kertaning Tyas. Kusta dianggap kutukan dan aib, sehingga orang takut ketahuan jika kena kusta. Sehingga menjadi alasan untuk tidak berobat.
Maka tantangannya adalah perlu waktu untuk penyadaran keluarga penderita kusta. Menyadarkan bahwa kusta bukan sebab guna-guna, bukan aib dan merupakan penyakit pada umumnya yang bisa dialami oleh siapapun.
Secara medis, kusta merupakan penyakit menular yang tidak mudah menular. Penularan penyakit ini memerlukan penderita yang belum terintervensi MDT, memerlukan kontak erat, dalam jangka waktu lama dan terus menerus. Penyakit kusta bahkan dapat disembuhkan tanpa cacat apabila ditangani sejak dini.
Dampak Sosial
Stigma juga menghambat orang yang mengalami kusta sulit menjalani kehidupan sosialnya secara wajar. Dalam kehidupan sehari-hari perlakuan diskriminatif dapat terjadi ketika mencari pekerjaan, di lingkungan sekolah, menggunakan angkutan umum, di tempat ibadah, mencari pasangan hidup dan lain- lain.
Kondisi ini berdampak negatif bagi psikologis mereka, mendorong self stigma, frustasi dan hilangnya semangat hidup. Dalam sisi penanggulangan penyakit orang yang mengalami kusta enggan berobat karena takut keadaannya diketahui oleh orang lain.
Hal ini kemudian menjadi ruang potensi penularan, lambat pengobatan lalu terjadi disabilitas, dan seterusnya, sebagai lingkaran setan yang tak pernah selesai.
Peran LINKSOS
Untuk upaya menghapus stigma, LINKSOS mengadakan kegiatan sosialisasi sadar kusta ke seluruh lapisan masyarakat. Kegiatan dalam bentuk penyuluhan pada desa- desa dan sekolah-sekolah serta berencana melalui posyandu.
Untuk saat ini terdapat program Sahabat Kusta ke Sekolah (SKS) dan Kusta Care. SKS melakukan sosialisasi ke sekolah- sekolah. Sedangkan Kusta Care memberikan dukungan dan bantuan kepada penderita kusta mulai dari konseling, advokasi kesehatan hingga evakuasi.
Dalam kurun waktu 6 bulan terakhir ini LINKSOS telah mengevakuasi dua penderita kusta yang terlantar dari tempat asalnya ke rumah sakit untuk segera mendapatkan pengobatan. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan penderita dan memutus potensi penularan penyakit pada lingkungannya.
LINKSOS mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menyebarluaskan informasi yang benar tentang kusta. Kenali tanda dan gejala kusta sejak dini. Kusta dapat dicegah dan disembuhkan. Mencegah penularan kusta bukan dengan mengasingkan penderita melainkan melalui pengobatan. Hapus Stigma, Jauhi kusta bukan orangnya.
Info lebih lanjut dan wawancara hubungi: KERTANING TYAS Tlp 085764639993 PIN BB 76092BC7