Panitia lomba menulis cerpen bertajuk “Writing Competition Disability and The Future of Inclusiveness and Equality,” mengumumkan tiga pemenang.
Para pemenang adalah Juara I, Karunia Rizki Dyah Larasati, siswi SMAN I Lawang. Kemudian Juara II, Cakrahayu Arnavaning Gusti, mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Brawijaya. Serta Juara III, Archileus Riven Bumma, Mahasiswa Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero NTT.
Jumlah peserta lomba menulis cerpen 30 orang dari berbagai wilayah di Indonesia. Acara yang terbuka untuk umum ini, diselenggarakan oleh Yayasan Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) dan Super Radio.
[irp posts=”11559″ ]
Rencana tindak lanjut
Pemimpin Redaksi Super Radio, Yovinus Guntur Wicaksono, sebagai juri menyatakan antusias terhadap keberlanjutan lomba menulis cerpen.
“Kami komitmen atas keberlanjutan kompetisi menulis ini, dengan rencana tindak lanjut akan mengelar kelas menulis secara berkala dan berkelanjutan,” ujar Yovi sapaan akrabnya, Minggu, 2 April 2023 di Surabaya.
Hal ini berdasarkan review dari lomba, yaitu ketertarikan difabel dan pendamping pada literasi melalui penulisan atau jurnalistik.
Kami menilai alur cerita dan point cerpen apakah sesuai dengan tema lomba, ungkapnya lebih lanjut. Kemudian masih ada juga peserta yang belum memahami apa itu cerpen. Jadi saran saya untuk peserta lomba adalah menambah perbendaharaan diksi kata, karena cerpen berkaitan erat dengan sastra.
Senada disampaikan Juara I lomba menulis cerpen, Karunia Rizki Dyaah Larasati. Ia akan terus mengembangkan minat menulis dan membuat blog.
“Kesan saya dalam Writing Competition Disability and The Future of Inclusiveness and Equality ini, senang dan bersyukur karena bisa menjadi juara pertama,” ungkap Karunia.
Kedepannya untuk mengembangkan bakat dan minat, saya akan meneruskan menulis cerpen dan puisi lalu mempublikasi di situs Blog, ujar anggota Difabel Pecinta Alam (Difpala) tersebut.
“Harapan kedepan, semoga saya bisa menginspirasi anak muda terutama disabilitas, untuk menulis dan terus berkarya,” pungkasnya.
[irp posts=”11600″ ]
Tantangan bagi pegiat
Sementara itu Project Officer Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS), Fira Fitria berpesan kepada para peserta kompetisi untuk menggunakan istilah disabilitas, bukan cacat.
“Beberapa peserta lomba masih menggunakan istilah cacat, seharusnya menggunakan istilah disabilitas, jika kita mengacu pada UU RI Nomor 8 Tahun 2016,” ujar Fira. Atau bisa menggunakan istilah difabel yang memberikaan makna positif, yaitu different ability atau kemampuan yang berbeda.
Kata cacat sendiri merujuk pada undang-undang sebelumnya yaitu UU Nomor 4 Tahun 1997, yang kini sudah tidak berlaku. Sejak saat itu kita mulai mengikis penggunaan kata cacat, ujar alumni Internasional Visiter Leadership Program (IVLP) USA itu.
“Kita sebagai pegiat disabilitas, tentu ini menjadi sebuah tantangan bagaimana kita bisa mengedukasi dan sosialisasi ke masyarakat,” pungkas Fira.
(Admin)