Renovasi GOR Kanjuruhan

Renovasi GOR Kanjuruhan Harus Libatkan Disabilitas

2 minutes, 19 seconds Read

Tragedi Kanjuruhan yang menelan korban perempuan, anak-anak, dan penyandang disabilitas, menunjukkan bahwa gedung olahraga (GOR) tersebut tidak ramah terhadap kelompok rentan. LINKSOS menyerukan renovasi GOR Kanjuruhan harus melibatkan organisasi penyandang disabilitas.

 

Standar Aksesibilitas

Ketua Pembina Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS), Kertaning Tyas mengatakan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam renovasi GOR  wajib mengacu pada undang-undang serta peraturan terkait standar aksesibilitas  gedung dan bangunan. Selain itu renovasi GOR Kanjuruhan harus melibatkan peran aktif organisasi penyandang disabilitas untuk memastikan pembangunan sesuai dengan fungsi dan kegunaan.

 

Secara umum terdapat empat tujuan yang harus dipenuhi oleh fasilitas umum termasuk GOR yaiitu Keamanan, Kemudahan, Kenyamanan, serta Kemandirian penyandang disabilitas atau 4S.  Selain bisa menjadi ukuran aksesibilitas, juga memastikan gedung olahraga bisa dimanfaatkan oleh cabang olahraga Penyandang Disabilitas.

 

Keamanan diantaranya dalam  konteks adanya mitigasi resiko. Kemudian kemudahan adalah adanya aksesibilitas dan akomodasi yang layak. Sedangkan kenyamanan, terkait penerimaan lingkungan atau pengelola layanan terhadap keberadaan penyandang disabilitas. Selanjutnya kemandirian adalah penyandang disabilitas tidak tergantung kepada orang lain dalam melakukan aktivitas.

 

Pelibatan Aktif Organisasi Disabilitas

LINKSOS dan organisasi disabilitas lainnya sebagai entitas kelompok penyandang disabilitas wajib terlibat aktif dalam proses perencanaan, implementasi, serta evaluasi renovasi GOR Kanjuruhan.

 

Beberapa sebab dan alasan yang mendasari. Pertama, jatuhnya korban perempuan, anak-anak, dan penyandang disabilitas menunjukkan bahwa pembangunan, pengembangan, dan pengelolaan GOR Kanjuruhan abai terhadap amanah perundangan dan regulasi.

 

Hak aksesbilitas bagi penyandang disabilitas merupakan amanah UU RI Nomor 8 Tahun 2016. Sedangkan konsep dan ukuran gedung bangunan telah diatur secara rinci dalam Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2017 tentang Kemudahan Gedung dan Bangunan. Peraturan ini menggantikan ketentuan sebelumnya yaitu Permen PUPR Nomor Nomor 30 Tahun 2006 Tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.

 

Yang kedua, bahwa dalam peraturan menteri tersebut disebut adanya desain universal, yaitu desain gedung dan bangunan yang bisa diakses oleh siapapun tanpa terkecuali, termasuk kelompok rentan, yaitu perempuan, anak-anak, lansia, serta penyandang disabilitas.

 

Artinya tak ada pengistemewaan disini bagi penyandang disabilitas. Bangunan ramah disabilitas dalam konteks desain universal berarti ramah bagi semua orang tanpa terkecuali.

 

Yang ketiga, bahwa tragedi Kanjuruhan berpotensi sebagai pelangggaran HAM, sejak dari proses pembangunan, pengembangan dan pengelolaan GOR yang abai terhadap standar aksesibilitas, menejemen even, hingga penanganan kericuhan.  Tragedi Kanjuruhan juga berdampak adanya disabilitas-disabilitas baru dari korban selamat.

 

Maka dengan ini kami meminta kepada Presiden Jokowi, serta Komnas HAM dan Komisi Nasional Disabilitas untuk memastikan renovasi GOR Kanjuruhan sesuai peraturan perudangan yang berlaku. Pembaruan GOR juga harus melibatkan organisasi penyandang disabilitas sebagai entitas dan badan hukum, guna memastikan aksesibilitas, fungsi dan kegunaan.

 

Terakhir, bahwa kami menyatakan mendukung penuh aksi Aremania dalam Usut Tuntas tragedi kanjuruhan. Namun kami tidak bisa intens mengikuti aksi-aksi di lapangan sebab belum terdapat support system yang memastikan keamanan dan keselamatan bagi penyandang disabilitas selama aksi massal.

 

Info lebih lanjut hubungi: 0857-6463-9993 (Kertaning Tyas/Ken Kerta).

Similar Posts

Skip to content