Stigma ODGJ menjadikan penyandang disabilitas mental terpasung dalam kehidupan sosial. Mereka kehilangan kesempatan pendidikan, pekerjaan dan hak -hak dasar lainnya serta pengembangan diri.
UU RI Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, tidak memuat istilah ODGJ atau orang dengan gangguan jiwa. Dengan demikian, penyebutan ODGJ bagi penyandang disabilitas itu tidak sesuai dengan amanah undang-undang.
Ragam disabilitas dalam UU tentang Penyandang Disabilitas meliputi disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas mental, disabilitas sensorik dan disabilitas ganda. Khususnya Penyandang Disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku meliputi psikososial dan disabilitas perkembangan1.
Disabilitas mental psikososial diantaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian. Ragam ini kemudian yang kerap mendapatkan label ODGJ. Selanjutnya disabilitas mental perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif.
Stigma ODGJ
Penyandang Disabilitas mental baik psikologis maupun disabilitas perkembangan umumnya menolak istilah ODGJ. Mereka memilih menyembunyikan identitas ragam disabilitasnya daripada dianggap tidak waras. Namun beberapa orang lebih suka mengenalkan dirinya sebagai skizofrenia, bipolar, depresi dan lainnya. Sebab istilah tersebut ilmiah dan bisa dijelaskan dengan ilmu pengetahuan.
Terlebih orang dengan disabilitas mental perkembangan seperti autis dan hiperaktif. Mereka kerap kali mengidentifikasi diri sebagai berkebutuhan khusus ataupun anak berkebutuhan khusus (ABK). Dan bagi orang tua ABK, mereka tentu tidak terima jika anaknya mendapat label ODGJ.
Prinsipnya, menyebut penyandang disabilitas mental dengan ODGJ, eks ODGJ, mantan ODGJ dan lainnya, adalah merendahkan harkat dan martabat manusia, bahkan melanggengkan stigma. Stigma ODGJ adalah tidak berdaya karena dianggap tidak normal, dan berbahaya ketika kambuh.
Maka, ketika ada program pemberdayaan ODGJ ataupun eks ODGJ, terlepas dari maksud baik program, orang-orang yang mendapat label ODGJ tetap terstigma sebagai orang yang tidak berdaya, tidak normal dan berpotensi berbahaya.
Buktinya, program pemberdayaan ODGJ kerap kali diwarnai oleh prosesi penyerahan bantuan sembako. Semestinya terpisah, antara program pemberdayaan dan santunan. Dalam hal ini dokumentasi baik foto maupun video kegiatan, juga berupaya menunjukkan konteks ketidakwarasan seseorang untuk menunjukkan ini sebuah kegiatan bersama orang dengan gangguan jiwa.
Istilah ODGJ tak relevan
Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) menggiatkan kampanye stop stigma penyandang disabilitas mental sejak tahun 2019. Saat itu, LINKSOS bersama Aliansi Peduli Kesehatan Jiwa mempetisi partai politik yang menjual isu ODGJ2.
Kisah dalam kampanye parpol itu, seorang ODGJ yang mencuri truk dan menculik istri sopir. Iklan politik itu kesannya lucu bagi orang yang tidak paham, namun menyakitkan bagi para penyintas kesehatan jiwa. Para aktivis kesehatan jiwa pun memprotes, bahwa iklan itu sesat dan menstigma. Realitasnya, penyandang disabilitas dalam keadaan kambuh tidak mampu melakukan hal tersebut3. Stigmatisasi OGDJ bagi penyandang disabilitas melanggar hak azasi manusia (HAM).
Kampanye stop stigma penyandang disabilitas mental oleh LINKSOS masih konsisten hingga saat ini. Setidaknya, selama Juli- September 2024 ini, LINKSOS menyampaikan hal ini dalam dua even publik.
Pertama, saat sosialisasi pemilu bersama KPU RI dan KPU Kabupaten Malang, 19 Juli 2024 di Kepanjen. Founder LINKSOS, Ken Kerta menyampaikan bahwa tidak ada hak suara bagi ODGJ, sebab ODGJ tidak termuat dalam Undang-undang disabilitas serta Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
PKPU Nomor 7 Tahun 2023 tentang Penyusunan Daftar Pemilih Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Sistem Informasi Data Pemilih, mengklasifikan ragam disabilitas sebagai Disabilitas Fisik, Disabilitas Intelektual, Disabilitas Mental, Disabilitas Sensorik Wicara, Disabilitas Sensorik Rungu, Disabilitas Sensorik Netra.
Lingkar Sosial Indonesia juga menyampaikan edukasi serupa juga disampaikan Lingkar Sosial Indonesia dalam kegiatan Trainer of Training program Empower Academy dari Bangun Bangsa, 27 Agustus 2024, bersama Ngalup Creative Network di Malang Creative Center (MCC).
Menengok kisah Ezra
“Saya penyandang disabilitas mental akibat epilepsi, namun bukan ODGJ atau orang dengan gangguan jiwa,” ujar seorang pemuda, Ezra. Sebutan ODGJ, maknanya seolah-olah orang kambuh setiap hari sehingga berbahaya ataupun tak berdaya. Padahal saya bisa kerja, bersosial, mendaki gunung dan melakukan aktivitas lainnya.
Nama lengkapnya Ezra Juniawan Roma. Warga Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Sehari-hari ia bekerja sebagai jasa antar jemput anak sekolah. Ia juga bekerja menjaga toko burung, dan freelance jasa lainnya.
Ia mengakui, sebelumnya sejak tahun 2014, ia sering kambuh dan tak berdaya. Kekambuhan selama satu hingga tiga kali per bulan membuatnya tidak bisa bekerja apapun. Ibunya juga melarang Ezra pergi jauh dari rumah, sebab takut sewaktu-waktu kambuh dan merepotkan orang lain. Namun sejak bergabung dengan komunitas Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS), nasibnya berubah.
Ezra bertemu LINKSOS sejak tahun 2018. Sejak saat itu ia menyadari diri sebagai seorang disabilitas. Atas kesadaran itu, ia lantas belajar banyak hal, khususnya terkait pola hidup dan keterampilan hidup. Buahnya, ia menjadi lebih sehat dan sejahtera. Selama empat tahun terakhir, hanya sekali Ezra mengalami kekambuhan.
Tak hanya itu, Ezra juga aktif berkegiatan sosial, Di LINKSOS ia menjadi anggota Difabel Pecinta Alam (Difpala) dan Kader Posyandu Disabilitas. Ia juga pengurus RT, pengurus Karang Taruna serta petugas KPPS Pemilu.
Atas capaian ini, Ezra merasa, predikat ODGJ, eks ODGJ, mantan ODGJ dan semacamnya, tak relevan bagi dirinya dan bagi penyandang disabilitas lainnya. Menurutnya, penyebutan ODGJ justru menyebabkan hambatan sosial dan hilangnya kesempatan bagi penyandang disabilitas mental.
- Ragam Disabilitas Berdasarkan UU RI Nomor 8 Tahun 2016 https://lingkarsosial.org/mengenal-ragam-disabilitas/ [↩]
- Stop Iklan Kampanye Pemilu yang Menstigma Disabilitas Mental https://www.change.org/p/kpu-id-stop-iklan-kampanye-pemilu-yang-menstigma-disabilitas-mental [↩]
- PKS Cabut Iklan yang Memuat Konten Orang Gangguan Jiwa https://www.change.org/p/kpu-id-stop-iklan-kampanye-pemilu-yang-menstigma-disabilitas-mental [↩]