
May Lia Elfina, S.Psi., M.Psi., Psikolog, dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), merancang Si-DIFA—program pendataan penyandang disabilitas. Gagasan tersebut tumbuh dari proses diskusi dengan Ken Kerta, pendiri Lingkar Sosial Indonesia— organisasi pelopor Posyandu Disabilitas di Indonesia, yang kini diadopsi di beberapa wilayah.
Si-DIFA, singkatan dari Sistem Digital Inklusi untuk Disabilitas dan Posyandu, dan sebentar lagi akan memasuki tahap implementasi. Bukan sekadar aplikasi, Si-DIFA adalah upaya menggeser praktik pencatatan manual, pelayanan terbatas, dan informasi yang tertutup menjadi sistem terintegrasi, berbasis data, dan inklusif.
Masalah yang Nyata, Bukan Sekadar Angka
Posyandu Disabilitas pertama di Indonesia, didirikan tahun 2019 di Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Saat ini, layanan berbasis kebutuhan ragam disabilitas tersebut kini berkembang di beberapa kota/kabupaten di Indonesia.
Khususnya di Malang Raya, setidaknya tercatat tujuh pos pelayanan— enam di Kabupaten Malang dan dua di Kota Malang— yang melayani sekitar 560 jiwa penyandang disabilitas. Dampak langsung dari keberadaan posyandu ini adalah terbukanya akses asesmen dan terapi disabilitas di tingkat desa—layanan yang sebelumnya hanya tersedia di rumah sakit dan berbayar.
Namun, seiring berjalannya waktu, satu persoalan mendasar muncul: data tidak terdokumentasi secara sistematis dan terintegrasi. Para kader masih mencatat manual di buku tulis. Petugas kesehatan mencoba menggunakan komputer dengan keterbatasan keterampilan digital. Akibatnya, data asesmen, terapi, hingga potensi kerja penyandang disabilitas atau Individu Berkebutuhan Khusus (IBK) tidak dapat diakses secara cepat, mudah dan aman oleh pemerintah desa, Puskesmas, maupun Dinas Kesehatan.
“Yang kami hadapi bukan kekurangan semangat, tapi kurangnya alat. Kami butuh sistem yang bisa menjaga data anak-anak kami tetap utuh dan bisa ditindaklanjuti,” kata Ken Kerta, Ketua LINKSOS.
Tidak hanya itu, kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas pun ikut terhambat karena informasi dari perusahaan inklusif tidak dapat menjangkau komunitas akibat kesenjangan dalam sistem manajemen data.
Si-DIFA: Solusi Digital yang Berakar di Komunitas
Untuk menjawab permasalahan ini, lahirlah Si-DIFA (Sistem Digital Inklusi untuk Disabilitas dan Posyandu), sebuah aplikasi berbasis web yang akan segera diuji coba di beberapaa Posyandu Disabilitas dampingan Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS).
Si-DIFA bukan sekadar proyek teknologi. Ia adalah hasil dari serangkaian diskusi lapangan, FGD, dan dialog komunitas, yang dirancang untuk menyatukan pendekatan akademis dan pengalaman kader di lapangan. Proyek ini didanai melalui hibah BIMA 2025 dari Kemendikbudristek, yang mendorong kolaborasi riset dan pengabdian berbasis kebutuhan nyata masyarakat.
“Si-DIFA lahir dari kebutuhan yang disebutkan langsung oleh kader dan orang tua IBK. Kita hanya membantu menjahitkan teknologi untuk menjawabnya,” ujar May Lia.
Aplikasi Si-DIFA dirancang menggunakan framework Next.js 15, dengan antarmuka yang ringan dan responsif, agar dapat diakses melalui ponsel Android standar oleh kader di lapangan yang memiliki latar belakang pendidikan dan sosial beragam.
Dalam aplikasi Si-DIFA terdapat fitur utama:
- Pendataan Disabilitas, termasuk potensi dan riwayat terapi.
- Edukasi Inklusi, berupa artikel offline tentang hak disabilitas dan layanan.
- Lowongan Kerja, dari perusahaan inklusif yang dapat diakses langsung oleh kader.
- Laporan & Statistik, agar program bisa dievaluasi berbasis data, bukan asumsi.
Potensi Si-DIFA menjadi model nasional
Meski proyek baru akan dimulai, berbagai tantangan telah diantisipasi. Bagaimana memastikan kader mampu menggunakan aplikasi digital? Bagaimana menjamin keamanan data pribadi IBK? Dan bagaimana memastikan program ini berkelanjutan?
Semua ini akan dijawab melalui lima tahap pelaksanaan selama 8 bulan ke depan:
- Sosialisasi dan identifikasi kebutuhan kader
- Perancangan dan pengembangan aplikasi
- Pelatihan dan penerapan teknologi di lapangan
- Pendampingan dan evaluasi
- Rencana keberlanjutan dan replikasi
Jika berhasil, Si-DIFA tak hanya menjadi solusi digital, tapi juga model nasional posyandu berbasis komunitas—akurat, sistematis, dan inklusif.