Posyandu Disabilitas

Posyandu Disabilitas Inisiatif Lokal Kesehatan Masyarakat

6 minutes, 48 seconds Read
Listen to this article
Posyandu Disabilitas adalah inisiatif lokal kesehatan masyarakat. Materi presentasi Ken Kerta dalam simposium UGM Public Health-7, 29 April 2021. Sebuah acara dari Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gajah Mada.
Ken Kerta
Ken Kerta
Penulis adalah Founder Lingkar Sosial Indonesia

Posyandu Disabilitas_UGM

Kilas Balik

Posyandu Disabilitas merupakan inovasi layanan kesehatan masyarakat berdasarkan kebutuhan ragam disabilitas. Hal ini sebagai langkah afirmatif pemenuhan hak kesehatan penyandang disabilitas.

Pertama kali ada di Indonesia, Posyandu Disabilitas ada di Kabupaten Malang. Awal pembentukan, pada tahun 2019 melalui intervensi proyek Disability Inclusive Development (DID) kerjasama Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS), NLR dan Kementerian Keseharan RI.

Kelebihan Posyandu Disabilitas

Upgrade Layanan

Kelebihan sekaligus perbedaan Posyandu Disabilitas dengan posyandu pada umumnya. Yang pertama menggunakan sistem layanan Posyandu plus, yaitu sistem layanan lima meja sebagaimana posyandu pada umumnya. Plus dengan menambah satu meja untuk pembinaan wirausaha dan pengembangan bakat minat.

Sedangkan lima meja lainnya adalah meja 1 untuk pendaftaran, meja 2 untuk penimbangan dan pengukuran, meja 3 untuk pencatatan hasil penimbangan dan pengukuran, meja 4 untuk Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dan meja 5 untuk pelayanan kesehatan.

Posyandu Disabilitas sebagai inisiatif lokal kesehatan masyarakat, mengadopsi sistem yang sudah lama berjalan, sehingga tidak asing lagi bagi tenaga kesehatan maupun kader kesehatan dari masyarakat.

Mendukung administrasi kependudukan dan perlindungan sosial

Yang kedua, posyandu ini mendukung administrasi kependudukan dan perlindungan sosial bagi penyandang disabilitas. Bentuknya posyandu ini melayani semua penyandang disabilitas dengan maupun tanpa identitas kependudukan.

Ketika dalam proses layanan ditemukan penyandang disabilitas yang sudah cukup usia namun belum memiliki KTP, Pemerintah Desa akan membantu mengurusi kepemilikan kartu identitas tersebut.

Data-data peserta Posyandu Disabilitas akan masuk dalam Basis Data Terpadu (BDT) Pemerintah Desa dan Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG) Kemensos RI. Sehingga hal ini bukan saja memudahkan penyandang disabilitas mendapatkan bantuan sosial, melainkan akses terhadap program-program lainnya.

Gratis layanan rumah sakit

Inovasi yang ketiga adalah adanya layanan gratis untuk fisio terapi, terapi wicara, konseling dan parenting. Sebelumnya layanan ini hanya ada di rumah sakit dan berbayar.

Posyandu Disabilitas sebagai inisiatif lokal kesehatan masyarakat, mampu menjawab persoalan selama ini. Bahwa rerata penyandang disabilitas berasal dari keluarga tidak mampu. Tidak semua penyandang disabilitas mampu memiliki asuransi kesehatan. Resiko meninggalkan pekerjaan sebab mengantar anaknya terapi. Serta biaya transportasi yang relatif mahal karena membutuhkan angkutan khusus sesuai kebutuhan ragam disabilitas.

Terdapat pelatihan kerja

Kemudian yang keempat, terdapat pelatihan kerja, permodalan dan pendampingan wirausaha. Hal ini sekaligus sebagai inisiatif perubahan dari cara-cara lawas, bahwa penyandang disabilitas banyak mendapatkan berbagai pelatihan tanpa pendampingan pascapelatihan.

Layanan antar jemput

Lalu inovasi yang kelima adalah tersedianya ambulance gratis untuk antar jemput penyandang disabilitas menuju lokasi Posyandu Disabilitas. Ambulan juga melayani hal-hal tanggap darurat di luar jadwal posyandu.

Posyandu Disabilitas_UGM

Latar belakang Posyandu Disabilitas

Persoalan data penyandang disabilitas

Berbagai persoalan kesehatan penyandang disabilitas dalam simposium ini alurnya saya mulai dari persoalan data. Yang pertama adalah jumlah penyandang disabilitas, menurut WHO adalah 10 persen dari penduduk dunia.

Namun menengok survei LINKSOS pada tahun 2016 di beberapa desa di Kabupaten Malang, tidak menemukan data penyandang disabilitas di desa-desa tersebut. LINKSOS juga menemukan penyandang disabilitas yang sudah cukup usia namun belum memiliki KTP, bahkan ada pula yang tidak termuat dalam Kartu Keluarga.

Nah, sementara di tingkat desa tidak ditemukan data penyandang disabilitas, namun di tingkat kabupaten tersedia data tersebut. Temuan lainnya data lintas dinas atau organisasi perangkat daerah (OPD) tidak sinkron satu dengan yang lainnya.

Misalnya data Dinas Sosial Kabupaten Malang menyebut 16.008 jiwa penyandang disabilitas, sedangkan yang termuat dalam website Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang hanya 7. 686 jiwa. Ketidaksinkronan data ini, wajar jika kemudian menimbulkan pertanyaan dari mana asal data tersebut, atau bagaimana proses pendataan itu.

Posyandu balita tak mendukung anak dengan disabilitas

Berawal dari persoalan data ini serta tidak adanya fungsi kontrol yang baik soal administrasi kependudukan. Kemudian menimbulkan rentetan persoalan lainnya, seperti tidak adanya program pembangunan bagi penyandang disabilitas.

Mereka sulit mengakses layanan kesehatan, dimulai dari tidak adanya support sistem posyandu balita bagi anak berkebutuhan khusus (ABK), hingga puskesmas sebagai faskes dasar tidak memiliki layanan kesehatan berdasarkan kebutuhan ragam disabilitas

Pengobatan ala kadarnya

Akhirnya yang terjadi ketika penyandang disabilitas sakit ia diobati sekedarnya bahkan ditelantarkan, serta tumbuh stigma bahwa difabel adalah beban keluarga dan lingkungan. Situasi ini terus berlarut dan terjadi pembiaran akibat kebijakan di bidang kesehatan yang kurang berpihak kepada penyandang disabilitas.

Posyandu Disabilitas_UGM

Penyelesaian persoalan kesehatan penyandang disabilitas

Memanfaatkan potensi lingkungan

Selama tiga tahun, yaitu 2016-2019 LINKSOS memetakan potensi yang ada di sekitar persoalan kesehatan penyandang disabilitas di Kabupaten Malang. Dimulai dari tahun 2016 LINKSOS menginisiasi berdirinya Forum Malang Inklusi (FOMI). Forum ini merangkul para pimpinan organisasi untuk satu misi membangun Malang Raya ramah difabel. Hingga tahun 2019 LINKSOS menginisiasi adanya desa-desa inklusi di Kabupaten Malang termasuk adanya Posyandu Disabilitas.

Berbagai potensi yang dirangkai LINKSOS tersebut adalah lintas organisasi baik pemerintah maupun non pemerintah. Potensi tersebut memuat enam unsur utama dalam gerakan advokasi, yaitu sumber daya data, sumber daya manusia, sumber daya jaringan, sumber daya kebijakan, sumber daya anggaran, dan sumber daya informasi.

Menilik sumber-sumber daya ini jika mampu menggunakannya secara tepat dapat mengatasi berbagai persoalan penyandang disabilitas.

Sumber daya data misalnya, terdapat kelompok masyarakat, dan organisasi organisasi berbasis massa, seperti posyandu balita, SD Inklusi dan SLB. Kemudian sumber daya manusia terdapat PKK dan Karang Taruna yang anggotanya bisa direkrut sebagai relawan.

Sumber daya jaringan, utamanya dalam hal ini LINKSOS  sebagai penggerak berjejaring dengan lintas organisasi sosial, lembaga pemerintah dan perguruan tinggi dalam cakupan nasional. Lalu sumber daya kebijakan, terdapat OPD-OPD terkait, diantaranya Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, serta Muspika dan Pemerintah Desa.

Selanjutnya sumber daya anggaran diantaranya terdapat badan zakat. Serta sumber daya informasi yaitu pelibatan media massa.

Posyandu Disabilitas_UGM

Sosialisasi dan Keberlanjutan

Strategi menggalang dukungan

Lantas bagaimana merangkum lintas sumber daya tersebut? Salah satu strategi LINKSOS adalah mengumpulkan lintas sektor untuk duduk bersama dan saling memberikan masukan, atau disebut dengan sarasehan.

Prakteknya pada tanggal 12 November 2019, LINKSOS menggelar Sarasehan Desa Inklusi yang menghadirkan lintas sektor terkait persoalan disabilitas secara umum.

Membuat komitmen

Hasil sarasehan tersebut adalah Komitmen Bersama Desa Bedali Inklusif Disabilitas yang menyepakati lima pasal penting yaitu:

  1. Kesetaraan akses sarana dan prasarana di semua bidang bagi penyandang disabilitas.
  2. Adanya data penyandang disabilitas yang komprehensif dan terupdate.
  3. Keterlibatan penyandang disabilitas dalam proses pembangunan inklusif, mulai dari perencanaan, anggaran, implementasi hingga evaluasi.
  4. Adanya kelompok difabel desa sebagai wadah sosialisasi dan apresiasi
  5. Adanya pemberdayaan penyandang disabilitas dan kader berwawasan inklusif

Melibatkan lintas sektor

Tindak lanjut dari komitmen tersebut. LINKSOS menggelar sarasehan dalam bentuk Musyawarah Masyarakat Desa (MMD). Musyawarah tersebut melibatkan Pemerintah Desa Bedali, Badan Perwakilan Desa, Bidan Desa, Puskesmas Lawang, RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang (RSJ Lawang), serta badan zakat BMH Malang. Hasil musyawarah ini mensepakati dibentuknya Posyandu Disabilitas.

Konsep awal posyandu ini selain mengadopsi Posyandu Balita yang sudah sejak lama ada, juga meng-upgrade Posyandu Jiwa dampingan RSJ Lawang. Maka dalam mengembangkan Posyandu Disabilitas, LINKSOS banyak dibantu oleh Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) RSJ Lawang.

Selanjutnya setelah terbentuk Posyandu Disabilitas. Saatnya berbagi peran untuk menjaga keberlanjutan program. Misalnya Pemerintah Desa menasilitasi tempat dan biaya konsumsi pertemuan Posyandu Disabilitas. Puskesmas Lawang memenuhi kebutuhan tenaga medis dan obat-obatan. Lalu RSJ Lawang menurunkan timterapis dan psikiater.

Untuk tenaga kader berasal dari masyarakat. Sedangkan untuk pelatihan kerja selain memanfaatkan program-program pemerintah. Posyandu Disabilitas juga menggandeng badan zakat, komunitas, dan perguruan tinggi untuk permodalan dan pendampingan wirausaha.

BMH Malang dan PMI Kabupaten Malang membantu fasilitas antar jemput penyandang disabilitas ke lokasi posyandu. Sedangkan publikasi dan sosialisasi selain memanfaatkan media sosial, juga berjejaring dengan media-media massa.

Untuk peran LINKSOS utamanya terkait dengan menejemen jaringan yaitu mengelola, mengembangkan, dan memperluas konektivitas jaringan pendukung Posyandu Disabilitas.

Demikian proses terbentuknya Posyandu Disabilitas. Pada prinsipnya sangat mengandalkan sinergitas lintas sektor yang secara sadar berkumpul dan bersatu serta berkontribusi sesuai dengan bidang dan keahliannya masing-masing.

Posyandu Disabilitas_UGM

Harapan dan tantangan

Harapannya, Posyandu Disabilitas sebagai inisiatif lokal kesehatan masyarakat ini dapat berkembang. Bukan hanya di Malang, melainkan ke seluruh desa/kelurahan di Indonesia.

Pekerjaan membangun dan mengembangkan Posyandu ini belum selesai. Masih harus menjawab tantangan. Bahwa Posyandu Disabilitas belum memiliki ketetapan regulasi yang mewajibkan layanan ini ada di setiap desa. Ini berbeda dengan posyandu balita sudah diwajibkan ada.

Untuk itu dalam kesempatan ini, tantangan pentingnya ketetapan regulasi Posyandu Disabilitas, saya tawarkan kepada teman-teman di UGM dan kampus-kampus lainnya di seluruh Indonesia.

Persoalan sosial tidak tumbuh dari seseorang saja melainkan berasal dari lintas kepentingan dan kebijakan, maka sinergitas adalah jalan terbaik untuk mengelolanya.
Ken Kerta
Ken Kerta
Founder Lingkar Sosial Indonesia

Similar Posts

Skip to content