Terapi sebagai bagian dari rehabilitas medik merupakan kebutuhan pokok kesehatan penyandang disabilitas, belum bisa diakses secara mudah. Menyikapi hal ini beberapa pegiat Posyandu Disabilitas sepakat mengembangkan Kelompok Terapi Mandiri (KTM). Kelompok ini di dalam naungan Yayasan Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS).
Kelompok terapi mandiri (KTM) merupakan wadah berbagi tentang pengetahuan, keterampilan dan motivasi terapi bagi keluarga penyandang disabilitas. KTM berangotakan penyandang disabilitas, keluarga disabilitas, terapis, dan ahli kesehatan disabilitas.
KTM berkedudukan di tingkat Kecamatan, termasuk dalam tata kelola Unit Layanan Disabilitas (ULD) Kecamatan. Adanya kelompok terapi mandiri ini mendukung pelayanan Posyandu Disabilitas yang ada tingkat desa/kelurahan.
Latar belakang
Ketua Pembina LINKSOS, Ken Kerta menjelaskan latar belakang pengembangan Kelompok Terapi Mandiri (KTM). Bahwa adanya KTM untuk menjawab kebutuhan terapi penyandang disabilitas.
“Terapi sebagai bagian dari rehabilitas medik hanya ada di Rumah Sakit dan berbayar,” terang Ken Kerta, Kamis (23/3 2023) di Unit Layanan Disabilitas (ULD) Kecamatan Lawang.
Adanya kelompok terapi mandiri ini untuk mendukung inisiatif sebelumnya, yaitu Posyandu Disabilitas. Namun kendala Posyandu Disabilitas adalah keterbatasan sumberdaya terapis. Kegiatan terapi di Posyandu Disabilitas sangat bergantung dengan bantuan rumah sakit. Sedangkan rumah sakit sendiri sumber daya terapisnya juga sangat terbatas.
“Kita petakan saja di Kabupaten Malang, tempat lahirnya Posyandu Disabilitas,” ujar Ken Kerta. Kabupaten Malang terdiri dari 33 kecamatan, dengan jumlah warga mencapai 2.650.825 (data BPS Kab. Malang Tahun 2022). Dari jumlah warga tersebut, Kabupaten Malang hanya memiliki 24 rumah sakit dengan berbagai kualifikasi. Jumlah dan rincian kualifikasi tersebut yaitu 15 rumah sakit tipe D, 7 rumah sakit tipe C dan dua rumah sakit tipe B serta satu rumah sakit tipe A.
Khususnya terkait layanan kesehatan disabilitas, sesuai Permenkes Nomor 340 Tahun 2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit, layanan rehabilitas medik yang dibutuhkan penyandang disabilitas hanya terdapat di rumah sakit tipe A dan B.
Artinya tidak semua RS di Kabupaten Malang memiliki tenaga terapis untuk disabilitas. Dua rumah sakit tipe B dan 1 Rumah sakit tipe A tidak mampu memenhuni kebutuhan kesehatan dari 19.000 jiwa disabilitas di Kabupaten Malang. Sehingga dampaknya, hak kesehatan penyandang disabilitas terabaikan.
“Layanan terapi di rumah sakit itu tidak gratis, terlebih bagi keluarga disabilitas yang mengalami hambatan mobilitas, biaya kesehatan menjadi semakin membengkak,” ungkap Ken. Dampaknya, hak kesehatan penyandang disabilitas benar-benar terabaikan. Penyandang disabilitas yang sakit dibiarkan begitu saja atau dirawat sekedarnya hingga tak ada umur. Demikian pun lingkungan, hanya menyatakan kasihan dan tak mampu berbuat banyak.
Mengajak orangtua ABK bergabung
“Terapi bagi penyandang disabilitas, baik usia anak-anak, remaja, maupun orangtua, penting dilakukan secara rutin sesuai petunjuk terapis atau ahlinya,” jelas Koordinator Kelompok Terapi Mandiri (KTM), Mutmainah.
Mutmainah merupakan orang tua dari anak berkebutuhan khusus (ABK). Perempuan berusia 51 tahun ini menerima amanah sebagai koordinator kelompok terapi mandiri (KTM) atas pengalamannya pernah mengikuti beberapa pelatihan terapi bagi keluarga disabilitas. Pengurus LINKSOS ini sebelumnya juga mendapat amanah untuk membantu memberikan layanan terapi fisik di beberapa Posyandu Disabilitas di Kabupaten Malang dan Kota Malang.
“Harapan saya, orangtua ABK akan terlibat aktif dalam kegiatan ini,” ujar Mutmainah. Kader Posyandu Disabilitas idealnya juga beranggotakan para orangtua ABK, sebab ini kepentingan mereka, dan merekalah yang nantinya akan mempraktikkan terapi secara mandiri pada anak-anak di setiap harinya atau secara rutin dan teratur.
Saya juga berharap para orangtua ABK memiliki motivasi untuk bergabung dalam Posyandu Disabilitas sebagai Kader, tandasnya.
Memerlukan pelatihan bersertifikasi
Ketua Harian Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS), Widi Sugiarti mengatakan bahwa kegiatan dalam Kelompok Terapi Mandiri (KTM) bersifat inisiasi awal dan swadaya masyarakat. Artinya masih ada target lain yang akan dicapai.
“Yang akan kita capai melalui inisiasi ini adalah adanya pelatihan bagi Kader Posyandu Disabilitas yang hasilnya adalah kader terlatih dan bersertifikat sebagai terapis non medis,” ujar Widi Sugiarti. Adanya sertifikasi ini sangat penting agar pada Kader memiliki kemampuan yang terukur dan terarah serta berhak memberikan layanan terapi di Posyandu Disabilitas.
(Admin)