Di satu sisi Difabel Pecinta Alam (Difpala) memulihkan Gunung Wedon melalui gerakan penghijauan. Namun di sisi lainnya rentan adanya konflik kepentingan pengelolaan SDA. Di antaranya bayang-bayang investor untuk industri pariwisata.
Masyarakat dan pemerintah desa di sekitar gunung pun demikian. Bukit yang dulunya diabaikan kini mulai dirawat dan dibersihkan. Beberapa gazebo nampak berdiri di antara pohon-pohon pinus. Difpala berpendapat, boleh-boleh saja berkegiatan selama tidak mengubah fungsi hutan dan gunung.
Kelompok difabel ini juga menyarankan. Jika akan mengembangkan pariwisata, yang aman adalah bhumi perkemahan untuk Pramuka. Kegiatan praja muda karana ini dekat dengan pelestarian alam, sehingga selaras dengan upaya memulihkan Gunung Wedon.
Pasarnya juga jelas, ada sekira 2.367 sekolah tingkat SD, SMP, SMA dan SMK di Kecamatan Lawang. Setiap sekolah memiliki Pramuka.
Sekilas tentang Gunung Wedon
Gunung Wedon sebuah bukit berketinggian 660 mdpl. Terletak di perbatasan Kabupaten Malang dan Pasuruan. Kami mengaksesnya melalui Dusun Turi, Desa Turirejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.
Dalam kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca, Hayam Wuruk mengunjungi beberapa tempat di daerah Singosari tahun 1359 M, termasuk Wedhwa-wedan, yang pada saat ini diidentifikasi sebagai Gunung Wedon.
Kami memulai kegiatan di Gunung Wedon tahun 2020, tepatnya di bulan Oktober. Kegiatan awalnya olahraga mendaki gunung.
Kondisi gunung saat itu nampak gersang dan gundul di beberapa lerengnya. Pada kaki bukit juga menjadi lokasi pembuangan sampah. Hal ini memantik kami untuk melakukan penghijauan dan perawatan gunung.
Sekelompok difabel yang menjaga alam
Kami adalah anak-anak muda difabel dan penggerak inklusi yang tergabung dalam Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS). Melalui divisi Lingkungan Hidup Difpala atau Difabel Pencinta Alam melakukan perawatan lingkungan, hutan, gunung, hingga sumber air.
Difpala juga melakukan pendakian di beberapa gunung. Mereka membersihkan lingkungan dan situs-situs purbakala di sepanjang jalur pendakian.
Khususnya dalam memulihkan Gunung Wedon, Difpala menggandeng lintas sektor. Tim mencanangkan Gerakan Sosial Merawat Gunung Wedon.
Misi Aksi Difabel 1000 Pohon untuk Gunung Wedon di Tahun 2021 tercapai. Di sepanjang tahun tersebut, Difpala dan jaringannya mencatat telah menanam pohon untuk penghijauan sekira 1000 batang.
Konflik kepentingan
Mengelola sumber daya alam itu rentan konflik. Salah satu sebabnya adalah kepentingan pihak terkait dalam mengekspolitasi alam. Selain berhadapan dengan warga sekitar gunung, kami para investor.
Anggota Difpala saat ini berjumlah 50 orang, satu di antaranya warga dusun setempat. Namun itu belum cukup meyakinkan sebagian warga, bahwa kegiatan kami adalah memulihkan gunung. Kami sempat mendapat stigma sebagai sekelompok “orang luar” yang mengelola Gunung Wedon.
Bentuk-bentuk kecurigaan kemudian sempat melahirkan pertentangan. Tim Difpala ketika itu memagari sebuah batu ceper yang diduga peninggalan purbakala. Namun sekelompok warga menuduh, langkah tersebut menyuburkan kemusrikan.
Akan tetapi di sisi lainnya, warga mencari lokasi dan benda-benda lainnya untuk dipromosikan sebagai obyek wisata. Mereka terinsprasi wisata-wisata spiritual seperti Goa Ontoboego di Gunung Arjuno. Kepala Dusun lalu menyelesaikan masalah ini melalui rapat warga.
Para perambah hutan
Awal kami tiba di Gunung Wedon pada tahun 2020 untuk kegiatan olahraga. Untuk kegiatan ini, kami berkomunikasi dengan Pemerintah Desa dan Perhutani.
Selama berkegiatan, beberapa orang nampak membuka dan mengelola peladangan di lereng gunung. Belakangan, kami mendapatkan informasi, bahwa para peladang tersebut tidak terdata atau illegal.
Orang-orang tertentu berada di gunung itu dalam kesehariannya. Mereka adalah para peladang dan tukang ngarit atau pencari rumput. Sangat sedikit bertemu orang dewasa maupun anak-anak yang mau bermain di gunung tersebut.
Alasannya enggan atau takut. Sebagian masyarakat sekitar, menyebut Gunung Wedon sebagai Gunung Medon, yang artinya gunung hantu. Cerita tentang pocong, ular raksasa, genderuwo dan lainnya beredar di masyarakat sekitar gunung.
Kami tidak pernah berurusan langsung dengan para perambah hutan. Kegiatan kami berbeda yaitu olahraga mendaki gunung.
Namun masalah terjadi saat kami mulai menanam pohon untuk penghijauan. Hampir seluruh pohon yang kami tanam hilang hanya dalam durasi tiga hari setelah penanaman.
Hanya beberapa pohon yang aman. Adalah pohon yang kami “titipkan” kepada peladang untuk ditanam di “lahan mereka.”
Merangkul Pemerintah Desa dan masyarakat
Memulai kegiatan di Gunung Wedon, terlebih dahulu kami kulo nuwun ke Pemerintah Desa. Sebagai sopan santun kami melalui jalan dan wilayah mereka. Kepala Desa Turirejo mengijinkan, bentuknya adalah Surat Keterangan Domisili Kegiatan Nomor 467/35.07.25.2009/2020.
Akan tetapi membangun satu persepsi dengan Pemerintah Desa tidaklah mudah. Kami memiliki tujuan penghijauan, sementara masyarakat dan pemangku kebijakan setempat berorientasi pada pengembangan wisata.
Masyarakat desa kemudian turut melakukan kegiatan di Gunung Wedon. Kami merasa senang sebab hal ini berdampak pada keamanan tanaman penghijauan. Tak ada lagi tanaman penghijauan yang hilang.
Akan tetapi di sisi lainnya kami khawatir terhadap kelangsungan kelestarian gunung itu sendiri. LINKSOS menilai kegiatan warga mengembangkan wisata masih mengabaikan nilai-nilai pelestarian alam.
Warga desa dan perangkat desa memang belum mendapatkan edukasi ekowisata. Sehingga langkah-langkah mereka menyalahi konsep ekowisata itu sendiri. Mereka memaku pohon untuk membuat tempat duduk. Bahkan mengurung ular untuk dipamerkan kepada wisatawan. Tidak mencerminkan tujuan ekowisata.
Meyakinkan lintas jaringan untuk membantu penghijauan
Menanam 1000 bibit pohon di Tahun 2021 bukanlah pekerjaan sendiri. Melainkan lintas organisasi telah membantu pekerjaan ini. Mereka adalah Pelestari Purbakala dan Budaya Indonesia (PPBI), Pramuka Kwarran Lawang, Universitas Negeri Malang, dan Universitas PGRI Kanjuruhan Malang.
LINKSOS juga melibatkan PMI Lawang dalam Sarasehan Rintisan Bhumi Perkemahan Inklusi Gunung Wedon. Dinas Kehutanan Kabupaten Malang juga membantu menyediakan bibit pohon.
PPBI merupakan penyumbang pohon terbanyak. Mereka telah menanam sekira 500 batang bibit Pule di Gunung Wedon. Menurut para relawan PPBI, pohon Pule memuat arti memulihkan. Pule artinya pulih. Sekaligus sebagai harapan agar Gunung Wedon segera pulih kondisinya.
Berkomunikasi dengan Perhutani
Melakukan komunikasi dengan pihak Perhutani adalah hal wajib. Kami melakukannya melalui Kepala Resort Pemangku Hutan (KRPH) Wonorejo. Tim KRPH juga telah meninjau lokasi kegiatan kami.
Secara lesan Perhutani telah memberikan ijin dan memberikan arahan. Namun bagi kami, adanya Surat Keterangan kegiatan dari Perhutani untuk LINKSOS itu sangat penting. Kami sudah mencoba berkomunikasi langsung dan bersurat. Hasilnya KRPH masih sebatas mengiyakan.
Selain Surat Keterangan berkegiatan, kami juga menginginkan Perhutani memiliki program reboisasi dan rehabilitasi Gunung Wedon. Pohon-pohon pinus sudah semakin tua dan roboh satu persatu.
Gunung Wedon juga tidak memiliki plang-plang edukasi resmi dari Perhutani. Hal ini menyebabkan para penembak burung dan pencuri kayu beraktivitas tanpa sungkan. Upaya kami, bersama KKN Mahasiswa memasang plang-plang himbauan.
Minat investor dan komitmen Perhutani
Sejak Tahun 2016 kami mendengar investor lokal di Lawang akan mengembangkan Gunung Wedon menjadi wisata.
Kabarnya, di Gunung Wedon nantinya akan terbaca tulisan Kota Lawang oleh setiap orang yang melintas di jalan raya Lawang. Mungkin semacam tulisan Hollywood di di kawasan Hollywood Hills Pegunungan Santa Monica, Los Angeles. Akan tetapi hingga saat ini masih sekedar kabar saja.
Namun belakangan isu Gunung Wedon menjadi wisata kembali muncul. Hal ini bukan sekedar kabar lagi. Pada sebelah sisi barat gunung, warga Dusun Turi bersama perangkat desa melakukan kegiatan merintis wisata.
Menyusul kemudian di sisi timur gunung, sebuah pengembang perumahan me-launching Wisata Rohani Bhinneka Tunggal Ika. Lokasinya berada di Gunung Wedon atau tepat berada di atas perumahan Wisata Bukit Sentul. Wisata ini akan memiliki ikon khusus yaitu adanya lima tempat ibadah yang dibangun di satu areal yang sama.
Jangan mengubah fungsi hutan
Apapun bentuk wisata dan siapapun pengelolanya, keberadaannya tidak boleh mengubah fungsi hutan. Dalam hal ini, Perhutani bertanggungjawab memastikan. Sudah cukup banyak bencana alam akibat pengrusakan lingkungan. Menjaga dan melestarikan lingkungan menjadi tanggungjawab bersama.
Wisata yang aman bagi Gunung Wedon
Kami menyarankan kepada Perhutani dan seluruh pemangku kepentingan. Jika akan mengembangkan pariwisata, yang aman adalah bhumi perkemahan untuk Pramuka. Kegiatan praja muda karana ini dekat dengan pelestarian alam, sehingga selaras dengan upaya memulihkan Gunung Wedon.
Dari sisi marketing juga menjanjikan. Khususnya di Kecamatan Lawang terdapat 90 sekolah tingkat SD, SMP dan SMA. Setiap sekolah memiliki Pramuka.
Sementara di lingkup Kabupaten Malang, berdasarkan Data Referensi Kemendikbud, terdapat jumlah sekolah 1,505 SD sederajat, 568 SMP sederajat, 154 SMA , dan 140 SMK. Total 2,367 sekolah. Ini belum termasuk pasar dari tingkat Perguruan Tinggi dan komunitas pecinta alam di Malang Raya.
Dengan wisata Bhumi Perkemahan, tak ada aktivitas penebangan pohon. Mereka justru akan menanam pohon dan menghutankan kembali gunung.
Anak-anak sekolah juga akan mendapatkan lokasi berkemah yang baik. Apalagi saat ini di Kabupaten Malang hanya ada satu Bhumi Perkemahan Pramuka di Desa Lebakharjo, Ampelgading.
Bhumi Perkemahan Inklusi
LINKSOS bersama Pemerintah Desa, Pramuka, PMI dan Perhutani melalui KRPH Wonorejo sudah pernah merencanakan pengembangan Bhumi Perkemahan Inklusi di Gunung Wedon. Tepatnya pada bulan Juni 2021.
Ini sebagai langkah efektif memulihkan Gunung Wedon. Mari melanjutkan saja rencana baik ini. Mengembangkan wisata buatan dengan berbagai wahana permainan justru rentan menghasilkan sampah dan kerusakan lingkungan.
Informasi lebih lanjut dan wawancara kontak 085764639993 (Ken)
Kabar terkait: