epilepsi

Epilepsi dan Konsekuensinya

11 minutes, 46 seconds Read
Epilepsi bisa menyebabkan perubahan perilaku, emosi, kesehatan mental dan disabilitas. Namun mengalami epilepsi bukan akhir dari segalanya. Artikel ini memuat seputar epilepsi dan konsekuensinya.
Ken Kerta
Ken Kerta
Penulis adalah Ketua Pembina Lingkar Sosial Indonesia

Apa itu Epilepsi?

Definisi Epilepsi

Epilepsi adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan kejang berulang akibat aktivitas listrik otak yang abnormal, yang mengakibatkan hilangnya kontrol tubuh dan kesadaran. Seseorang didiagnosis epilepsi jika mengalami kejang dua kali tanpa alasan dalam waktu 24 jam. 

 

Epilepsi dapat memengaruhi siapa saja, mulai dari anak-anak hingga orang berusia lebih dari 60 tahun, dan dapat dikontrol dengan pengobatan yang tepat1

Gejala utama epilepsi adalah kejang, yang terbagi menjadi kejang total dan parsial, dengan gejala yang bervariasi tergantung pada tipe kejang. Meskipun penyebab pasti epilepsi belum diketahui, beberapa faktor seperti cedera kepala, meningitis, dan cerebral palsy diduga dapat memengaruhi aktivitas listrik otak. Faktor risiko lainnya termasuk riwayat epilepsi dalam keluarga, stroke, dan demensia2

Pengobatan epilepsi bertujuan mengurangi frekuensi kejang dengan obat anti-kejang seperti asam valproate, lamotrigine, dan topiramate. Jika obat tidak efektif, operasi mungkin menjadi pilihan. 

Untuk mencegah epilepsi, menjaga pola hidup sehat seperti mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga, dan menghindari rokok dapat membantu. Ibu hamil yang rutin memeriksakan kandungannya juga dapat mengurangi risiko epilepsi pada bayi.

Epilepsi dalam Angka

Epilepsi adalah salah satu gangguan neurologis yang cukup umum, dengan sekitar 70 juta orang di seluruh dunia menderita epilepsi. Diperkirakan 8-10% dari populasi dunia akan mengalami serangan epilepsi sepanjang hidupnya, namun hanya sekitar 2-3% yang akan berkembang menjadi penyakit epilepsi kronis2

Di Indonesia, data mengenai prevalensi epilepsi sangat terbatas, namun diperkirakan sekitar 1,5 juta orang menderita epilepsi, dengan prevalensi sekitar 0,5-0,6% dari total penduduk. Insiden epilepsi global tercatat sekitar 50,3 per 100.000 penduduk per tahun.

Namun sayangnya, organisasi dan komunitas yang menangani epilepsi di Indonesia masih terbilang sedikit. Salah satu organisasi yang aktif dalam memberikan dukungan bagi penyandang epilepsi adalah Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) di Malang, Jawa Timur, yang berfokus pada penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas (Komunitas pemerhati epilepsi https://lingkarsosial.org/)). 

LINKSOS memberikan pelayanan untuk orang dengan epilepsi (ODE) adalah konseling sebaya serta kegiatan olahraga, termasuk pendakian gunung melalui kelompok Difabel Pecinta Alam (Difpala)3.

Kaitan epilepsi dengan disabilitas

Penyandang Disabilitas menurut UU RI Nomor 8 Tahun 2016 adalah individu yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensori yang menghambat partisipasi mereka dalam masyarakat. Penyandang Disabilitas Mental meliputi gangguan psikososial (seperti skizofrenia, bipolar, depresi, kecemasan) dan gangguan perkembangan (seperti autisme dan hiperaktif).

Epilepsi adalah gangguan otak yang menyebabkan aktivitas listrik abnormal, berpotensi mempengaruhi emosi, perilaku, dan kesehatan mental. Orang dengan Epilepsi (ODE) sering mengalami depresi, kecemasan, perubahan perilaku seperti menarik diri, serta kesulitan berbicara dan berkonsentrasi. Penelitian RSCM (2007) menunjukkan bahwa 44,8% anak dengan epilepsi mengalami gangguan mental seperti kecemasan dan gangguan konsentrasi.

Hidup sehat bersama epilepsi

5 Kiat Sehat

Epilepsi dapat dikontrol, dan 70% ODE bebas kejang dengan obat yang tepat. Dengan dukungan yang baik, ODE dapat tetap bersekolah, bekerja, dan beraktivitas mandiri. Berikut 5 kiat hidup sehat bersama epilepsi. 

  1. Konsultasi dengan Dokter: ODE perlu berkonsultasi secara rutin dengan dokter untuk memantau perkembangan kondisi dan menyesuaikan dosis obat.
  2. Gaya Hidup Sehat: Istirahat cukup, makan teratur, olahraga, serta hindari alkohol, narkoba, dan stres berlebihan.
  3. Kenali Pemicu Kambuh: Identifikasi faktor pemicu kekambuhan epilepsi seperti cahaya berkedip, kurang tidur, dan stres. Hindari sebisa mungkin.
  4. Edukasi Keluarga dan Teman: Penting agar keluarga dan teman memahami pertolongan pertama saat kejang terjadi.
  5. Pasang Gelang Peringatan Medis: Gelang ini membantu memberikan informasi penting saat ODE berada di luar rumah, terutama jika hidup sendiri.

Pertolongan pertama pada pasien epilepsi sangat penting untuk mengurangi risiko komplikasi dan membantu pasien selama kejang. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat Anda lakukan:

Pertolongan Pertama pada Epilepsi:4

  1. Jauhkan dari Bahaya: Pindahkan pasien ke tempat yang aman, jauh dari benda tajam atau keras.
  2. Posisikan Penderita: Jika pasien berbaring, letakkan mereka miring untuk memastikan pernapasan lancar.
  3. Kendorkan Pakaian Ketat: Kendorkan pakaian ketat di leher agar pernapasan lebih lancar.
  4. Jangan Menahan Kejang: Jangan mencoba menahan kejang secara fisik.
  5. Perhatikan Durasi Kejang: Catat durasi kejang, dan jika lebih dari 5 menit, segera hubungi layanan darurat.
  6. Jangan Memasukkan Apa pun ke Dalam Mulut: Hindari memasukkan benda ke dalam mulut pasien untuk mencegah cedera.

Pertolongan Pertama pada Bayi:5

  1. Pindahkan Bayi ke Area Aman: Pastikan bayi tidak dekat benda tajam atau keras.
  2. Berikan Alas Kepala: Letakkan bantal atau benda lembut di bawah kepala bayi.
  3. Kendorkan Pakaian Ketat: Kendorkan pakaian di leher untuk mempermudah pernapasan.
  4. Putar Badan Bayi ke Samping Setelah Kejang Berhenti: Ini membantu mencegah tersedak.
  5. Panggil Bantuan Medis: Segera hubungi layanan medis untuk penanganan lebih lanjut.

Penting untuk selalu mendapatkan bantuan medis untuk mengelola kondisi epilepsi dengan baik.

Hingga saat ini penderita epilepsi atau belum bisa sembuh secara total. Sejauh ini, belum ada obat yang diketahui dapat menyembuhkan penyakit epilepsi. Meski demikian, ada banyak perawatan dan terapi yang dapat membantu pasien epilepsi untuk mengontrol kejangnya.

Perawatan ini dapat membuat penderita epilepsi terbebas dari gejala kejang, meskipun tidak secara total. Caranya adalah dengan melakukan perawatan secara rutin sesuai petunjuk dokter.

Selain itu, penting untuk tidak menghentikan atau melewatkan konsumsi obat, karena hal ini dapat menyebabkan lebih banyak gejala kejang. Jika pengobatan berjalan efektif dan tidak mengalami kejang selama dua tahun, dokter mungkin akan menghentikan pengobatan secara bertahap.

Kematian akibat epilepsi

Kematian akibat epilepsi jarang ditemukan

Sudden Unexpected Death in Epilepsy (SUDEP) atau kematian mendadak yang tak terduga pada epilepsi adalah kondisi yang jarang terjadi. Sebagian besar kasus SUDEP terjadi saat kejang atau setelahnya. Kemungkinan SUDEP disebabkan oleh:

  1. Perubahan pernapasan: Kejang bisa menyebabkan saluran napas tersumbat. Jika ini berlangsung terlalu lama, kadar oksigen dalam darah bisa berkurang dan membuat seseorang mati lemas. 
  2. Perubahan irama jantung: Dalam kasus yang langka, kejang bisa membuat irama jantung berubah atau menyebabkan serangan jantung.

Diperkirakan, 1 dari 1.000 penderita epilepsi meninggal akibat SUDEP setiap tahunnya. SUDEP lebih sering terjadi pada kelompok usia 21–40 tahun. Untuk mencegahnya, penting untuk minum obat kejang secara teratur sesuai resep dokter. Ingatlah bahwa epilepsi, meskipun jarang menyebabkan kematian, tetap memerlukan pengawasan dan manajemen yang baik.

Olahraga bagi ODE

Olahraga yang sesuai

Olahraga alam sangat relevan untuk merelaksasi otak dan meningkatkan stamina. Namun sangat penting memperhatkan mitigasi apabila termasuk olah raga ekstrim dan olahraga kontak.6

Olahraga yang disarankan bagi ODE adalah aktivitas dengan risiko rendah, seperti berenang, jalan kaki, hiking, yoga, dan bersepeda, sangat cocok untuk ODE. Olahraga di alam dapat menenangkan dan membantu mengurangi stres.

Sedangkan yang perlu dihidari adalah olahraga ekstrem seperti panjat tebing atau skydiving dan olahraga kontak seperti sepak bola atau bela diri, berisiko tinggi memicu kejang atau cedera.

Sebagi mitigasi, konsultasikan dengan dokter sebelum memulai olahraga untuk memastikan kondisi tubuh memungkinkan. Bawa obat anti-epilepsi dalam kemasan kedap udara dan air. Berolahragalah bersama teman atau tim yang mengetahui pertolongan pertama epilepsi7.

  1. World Health Organization (WHO) Epilepsy  https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/epilepsy []
  2. Epilepsy Foundation. What is Epilepsy? https://www.epilepsy.com/learn/about-epilepsy-basics/what-epilepsy [] []
  3. Lingkar Sosial Indonesia https://www.lingkarsosial.org/difabel-pecinta-alam/ []
  4. Epilepsy Foundation. First Aid for Seizures. https://www.epilepsy.com/learn/seizure-first-aid []
  5. Mayo Clinic. Epilepsy – First Aid. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/epilepsy/diagnosis-treatment/drc-20350475 []
  6. National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS). (2020). Epilepsy and Sports https://www.ninds.nih.gov []
  7. Della Rocca, M., & Martin, L. (2016). Sports and Epilepsy: Risk, Safety, and Guidelines for Participation. Journal of Epilepsy and Clinical Neurophysiology []

Similar Posts

Skip to content