Memaknai Hari Perempuan Internasional Tahun 2021, Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) mengajak perempuan difabel, orangtua anak berkebutuhan khusus (ABK) dan para pegiat inklusi untuk mewarnai Topeng Malangan di Gunung Katu, Desa Wadung, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang. Tak hanya sekedar mewarnai, kegiatan ini juga bermaksud membuka peluang kerjasama kemitraan wirausaha bagi difabel dan keluarganya.
Meski UU RI Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, dan berbagai regulasi lainnya telah mengamanahkan kesetaraan kesempatan kerja bagi difabel, namun dalam prakteknya mereka masih kesulitan memperoleh lapangan pekerjaan yang layak. Bagi perempuan difabel yang selama ini mendapat stigma ganda, yaitu pandangan negatif sebagai perempuan sekaligus orang dengan disabilitas. Terlebih yang mengalami disabilitas akibat kusta dan gangguan jiwa, stigma berlipat melekat sebagai perempuan dengan disabilitas dan penyakit yang dianggap aib.
Stiga kemudian melahirka diskriminasi, misalnya dianggap tidak mampu bekerja cepat sehingga dibayar murah atau ditolak saat melamat kerja. Perempuan disabilitas juga kerap diragukan dalam mengurus rumah tangga.
Ditengah sulitnya akses terhadap kesempatan mensejahterakan hidup, dari sisi biaya hidup perempuan difabel khususnya, memerlukan biaya hidup yang lebih tinggi dari perempuan atau warga masyarakat pada umumnya. Terlebih difabel dengan ragam disabilitas ganda, serta non produktif dengan hambatan mobilitas memerlukan biaya lebih tinggi bahkan hingga tiga kali lipat dari orang pada umumnya.
Resiko lainnya, orangtua dari ABK biasanya tak bisa melakukan aktivitas kerja diluar rumah. Hal inilah kemudian yang menggerakkan Omah Difabel LINKSOS mengembangkan kegiatan wirausaha dengan jenis pekerjaan yang bisa dilakukan di rumah sambil momong anaknya.
Secara umum persoalan stigma sama dialami perempuan difabel di Indonesia. Demikian pun persoalan ekonomi yang mereka alami. Tantangan dari penanganan persoalan ini adalah masih adanya perbedaan persepsi lintas sektor tentang disabilitas. Khususnya dari sisi ragam disabilitas hal ini berdampak pada hasil pendataan, sedangkan data merupakan poin penting awal mula hak dan kepentingan masyarakat terakomodasi.
Sebagai misal, berdasarkan data Susenas Tahun 2018, ada 14,2 persen penduduk Indonesia yang menyandang disabilitas atau 30,38 juta jiwa. Namun data lain dari sistem informasi penyandang disabilitas Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, pada Maret 2020 ada 197.582 jiwa penyandang disabilitas.
Juga dalam lingkup lokal misalnya, jumlah difabel di Desa Pakisaji, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, menurut data Posyandu setempat saat ini 74 jiwa, yang sebelumnya hanya terdata sekira 40 penyandang disabilitas. Contoh lainnya di Desa Bedali, Kecamatan Lawang, data Bidan Desa menunjukkan dalam desa tersebut terdapat 9 orang, namun setelah didata oleh Posyandu Disabilitas jumlah saat ini mencapai 125 orang.
Ketika data di level desa belum akurat maka bisa dipastikan data di level pemerintahan berikutnya serupa sehingga memerlukan cek ulang atau verifikasi. Sebagai contoh berdasarkan data Dinas Sosial Kabupaten Malang Tahun 2019, terdapat 16.008 penyandang disabilitas. Sementara itu di Kota Malang terdapat 1.323 penyandang disabilitas, dan di Kota Batu sekira 398 jiwa.
Pentingnya penegakan hukum
Minimnya kesempatan kerja bagi difabel disebabkan berbagai faktor, mulai dari tingkat pendidikan dan kapasitas kemampuan difabel yang belum sesuai dengan kebutuhan pasar, stigma masyarakat dan pengusaha terhadap difabel, ketidaksiapan perusahaan dalam menyediakan fasilitas kerja yang aksesibel, serta lemahnya penegakan hukum yang melindungi hak pekerjaan difabel.
Sebagai catatan, istilah cacat memuat konotasi negatif dan tak relevan untuk digunakan dalam konteks sosial sebab memberikan makna rusak, bawah standar, tidak layak dan sebagainya. Sedangkan disabilitas berarti hambatan fisik, intelektual, mental, dan sensorik sehingga mengalami hambatan partisipasi sosial. Pemenuhan aksesiblitas yang layak agar penyandang disabilitas dapat mengatasi hambatannya menjadi tanggungjawab negara. Terdapat istilah lainnya, yaitu difabel atau different people ability, orang dengan kemampuan berbeda. Meski tidak termuat dalam UU istilah ini banyak digunakan para pegiat inklusi.
Cara mengikuti acara mewarnai Topeng Malangan
Kegiatan mewarnai Topeng Malangan di Gunung Katu dilakukan selama 2 hari, mulai Sabtu 6 hingga 7 Maret 2021. Syarat mengikuti kegiatan sangat mudah, cukup menghubungi Omah Difabel di whatsApp 085764639993. Mengingat pandemi kuota dibatasi 30 orang diutamakan berjenis kelamin perempuan sesuai tujuan dan momen Hari Perempuan Internasional.
Lebih rinci kegiatan ini bertujuan untuk:
- Memberikan semangat dan harapan baru terhadap perempuan difabel yang selama ini mendapatkan stigma ganda dari lingkungannya.
- Mempromosikan produksi souvenir fiber Topeng Malangan sebagai cabang usaha baru Omah Difabel LINKSOS dan lapangan kerja baru bagi perempuan difabel dan orangtua ABK. .
- Mempromosikan produk-produk lainnya dari Omah Difabel, seperti keset, telor asin, dompet perca, keripik, masker, hazmat dan lainnya.
Acara terdiri dari dua sesi yang bisa dipilih oleh peserta sesuai kemampuannya, yaitu sesi Nge-camp atau menginap di puncak Gunung Katu (724 mdpl), dan sesi mewarnai. Peserta juga boleh mengikuti kedua sesi tersebut. Pendanaan kegiatan ini berasal dari swadaya masyarakat, mulai dari permodalan awal usaha, konsumsi acara, serta transportasi. Informasi lebih lanjut hubungi Pembina LINKSOS, Kertaning Tyas (Ken Kerta), di whatsApp 085764639993.