
MALANG, 25 Februari 2025 – Yayasan Mahargijono Schutzenberger Indonesia (Mahar) mengadakan audiensi dengan DPRD Kota Malang pada Selasa (25/2). Pertemuan ini membahas permasalahan kesehatan jiwa, akses yayasan dalam melakukan sosialisasi kesehatan mental ke masyarakat, serta peluang sinergi program dengan Pemerintah Kota Malang.
Audiensi berlangsung komunikatif dengan diskusi terbuka antara kedua pihak. Tim Yayasan Mahar terdiri dari berbagai unsur, termasuk anggota yayasan, pembina dari Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS), ahli psikiater dari RS Universitas Brawijaya, serta perwakilan dari SMA Santa Maria.

Pentingnya sosialisasi kesehatan mental
Ketua Yayasan Mahar, Sofia Ambarini, menekankan pentingnya sosialisasi kesehatan mental. Ia menjelaskan bahwa angka kasus bunuh diri, perundungan (bullying), serta tindakan melukai diri sendiri (self-harm) di Kota Malang terus meningkat dari tahun ke tahun. Kasus bunuh diri yang melibatkan warga asli maupun pendatang semakin memperburuk situasi ini.1
Sofia juga mendorong perlunya sosialisasi kesehatan mental di sekolah-sekolah. Ia menyoroti bahwa tekanan akademik yang berat, tuntutan nilai tinggi, serta persaingan ketat dalam pendidikan memicu stres pada anak-anak dan remaja. Fenomena “generasi stroberi” semakin memperjelas betapa rentannya anak muda terhadap tekanan sosial dan ekspektasi lingkungan. Perkembangan teknologi dan media sosial juga berperan dalam memperburuk kondisi kesehatan mental mereka.2
Kampanye publik menggunakan sarana milik Pemkot
Selain itu, Yayasan Mahar meminta kepada DPRD Kota Malang adanya kolaborasi untuk melakukan kampanye publik mengenai kesehatan mental. Kampanye ini bertujuan untuk menginformasikan layanan yang sudah tersedia secara gratis bagi masyarakat serta menyebarluaskan pesan-pesan kesehatan mental melalui pemutaran video.
“Kami meminta dukungan DPRD Kota Malang agar kampanye publik dapat dilakukan dengan memanfaatkan sarana promosi milik Pemkot, seperti billboard, videotron, TV daerah, dan lainnya,” ujar Sofia. Langkah ini dianggap penting agar upaya peningkatan kesadaran akan kesehatan mental dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Dukungan DPRD Kota Malang
Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita, mendukung inisiatif ini. Ia berjanji akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Malang dan Dinas Pendidikan agar Yayasan Mahar dapat mengadakan sosialisasi kesehatan mental di sekolah-sekolah. Selain itu, ia juga melihat peluang kolaborasi antara Yayasan Mahar dengan program yang telah ada, seperti Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) dan Posyandu Disabilitas.
Amithya menambahkan bahwa bunuh diri merupakan hasil akhir dari proses masalah mental yang kompleks. Ia menjelaskan adanya dua faktor utama dalam permasalahan kesehatan mental, yaitu mikro unit dan makro unit. Mikro unit berkaitan dengan keluarga, sementara makro unit merujuk pada lingkungan.
“Masalah mental bisa dimulai dari mikro unit karena berbagai faktor keluarga. Namun, meskipun keluarga sudah siap dengan pencegahan dan perlindungan, jika lingkungan tidak mendukung, ini tetap menjadi persoalan,” ujarnya. Oleh karena itu, ia sepakat bahwa sosialisasi kesehatan mental harus menyasar baik keluarga maupun lingkungan.
Dukungan melalui Posyandu Disabilitas
Dalam kesempatan itu, LINKSOS juga menyampaikan dukungannya. Pihaknya siap memfasilitasi jalinan kerja sama antara Yayasan Mahar dengan Posyandu Disabilitas. LINKSOS merupakan organisasi pelopor Posyandu Disabilitas di Indonesia sejak tahun 2019. Upaya serupa telah dilakukan oleh beberapa komunitas dan paguyuban orang tua disabilitas secara mandiri, tetapi sering terkendala pembiayaan. Oleh karena itu, Posyandu Disabilitas hadir dengan desain legalitas dalam naungan Pemerintah Desa/Kelurahan sehingga dapat mengakses dana desa ataupun APBD untuk memastikan keberlangsungan kegiatan tersebut.3
Sosialisasi kesehatan mental semakin dibutuhkan di tengah perkembangan teknologi dan perubahan pola asuh dalam keluarga. Kemajuan di bidang teknologi informasi telah mengubah kehidupan sosial anak muda tetapi juga menghadirkan tantangan baru, seperti cyberbullying, kecanduan media sosial, dan tekanan sosial yang lebih kompleks.
Selain itu, tekanan ekonomi dalam keluarga sering kali berdampak pada anak, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga memicu kecemasan dan stres dalam lingkungan keluarga. Oleh karena itu, orang tua dan lingkungan harus lebih siap menghadapi perubahan zaman demi menjaga kesehatan mental generasi muda.