Yayasan Mahargijono Schutzenberger Indonesia dan Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) menggelar Edukasi Mental Health dan Usulan Regulasi Pencegahan Bullying bagi Penyandang Disabilitas. Urgensi kegiatan ini adalah trend masalah kesehatan jiwa, khususnya bullying yang cenderung meningkat. Sehingga, masyarakat memerlukan edukasi dan skema bantuan yang mudah diakses.
Yayasan Mahargijono Schutzenberger Indonesia adalah lembaga non profit yang bergerak di bidang kesehatan mental. Lingkup kegiatan yayasan ini termasuk pencegahan bullying dan bunuh diri1.
Bentuk kegiatan diantaranya membuka layanan hotline pencegahan bunuh diri 24 jam gratis. Yayasan yang dipimpin oleh Sofia Ambarini ini, juga melakukan pembinaan masyarakat bersama aparat terkait serta melakukan kegiatan pendidikan untuk menanggulangi masalah mental sejak dini.
Sedangkan LINKSOS merupakan pusat pemberdayaan disabilitas di Jawa Timur. Terkait kesehatan jiwa, LINKSOS memiliki program Posyandu Disabilitas dan Difabel Pecinta Alam (Difpala)2.
Untuk memperluas jangkauan manfaat, Yayasan Mahargijono Schutzenberger Indonesia bekerjasama dengan Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS). Kedua lembaga ini melakukan kesepahaman tentang Kegiatan Sosial dan Edukasi Kesehatan Mental untuk Menciptakan Lingkungan yang Aman bagi Penyandang Disabilitas.
Dukungan lintas pihak
Waktu pelaksanaan Edukasi Mental Health dan Usulan Regulasi Pencegahan Bullying bagi Penyandang Disabilitas, Senin, 23 September 2024 di Ruang Amphitheater 2, Lantai 5 Gedung MCC Kota Malang. Berdasarkan data pendaftaran, peserta berasal dari 25 organisasi di Malang Raya dan luar Malang.
Pemateri edukasi, selain dari Yayasan Mahargijono Schutzenberger Indonesia dan Lingkar Sosial Indonesia, juga menghadirkan pemateri dari RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Even juga mengundang Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan dari Pemerintah Kota Malang, untuk memberikan tanggapan, masukan dan menyampaikan informasi program terkait kesehatan jiwa dan pencegahan serta penanganan bullying.
Urgensi edukasi dan regulasi terkait kesehatan jiwa
Pertama, masalah kesehatan jiwa yang terus berkembang secara kompleks, sehingga masyarakat memerlukan edukasi. Beberapa kasus bunuh diri di Malang tiga tahun terakhir yang cenderung terus terjadi bisa menjadi indikator kompleksnya urusan kesehatan jiwa.
Lalu fenomena kerentanan jiwa, masyarakat memerlukan penguatan. Belakangan, kerap kali menjumpai orang menyebut diri mengalami masalah mental health, menyebut dirinya butuh psikolog. Namun uniknya, mereka tak juga pergi ke psikolog. Tidak menyalahkan, sebab hal ini disebabkan berbagai faktor.
Kedua, masyarakat memerlukan skema bantuan yang mudah diakses. Supaya, penanganan masalah kesehatan jiwa dan masalah bullying segera diatasi sejak dini. Dan skema bantuan itu harus berada di masyarakat, sebab sehari-hari kita berada dalam lingkungan masyarakat. Namun skema bantuan tersebut juga harus terkoneksi dengan Pemerintah, misalnya dinas sosial, dinas kesehatan, dinas pendidikan dan lainnya.
Upaya pencegahan bullying
Urgensi ketiga adalah kasus bullying yang masih terus terjadi. Hal ini bisa kita pantau melalui media massa. Dampak bullying, mulai dari korban mengalami trauma, hingga mengalami disabilitas dan meninggal dunia.
Hal ini memerlukan kebijakan pemerintah, yaitu berupa regulasi pencegahan bullying. Pertemuan ini akan menjadi wadah untuk mengumpulkan masukan tentang poin-poin apa saja yang perlu diatur dalam regulasi, serta bagaimana mengupayakan adanya regulasi tersebut.
Adanya regulasi pencegahan bullying bersifat universal, tidak hanya bagi disabilitas. Namun dalam pertemuan ini, sengaja mengundang lebih banyak aktivis dan pemerhati disabilitas yang hadir. Harapannya, masukan terkait bullying dan disabilitas juga semakin banyak.
Bullying terhadap penyandang disabilitas
Selama ini tindak kekerasan dan bullying terhadap penyandang disabilitas juga banyak terjadi. Namun kerap kali kasus tersebut dimaklumi dan tidak terdapat tindak lanjut. Misal aduan anak disabilitas yang diolok-olok temannya. Serta bentuk kekerasan lainnya, baik fisik maupun non fisik.
Atau kasus penanganan kekerasan terhadap disabilitas yang tidak adil. Sebabnya, lingkungan dan aparat penegak hukum tidak paham tentang disabilitas. Sehingga upaya pencegahan bullying dan penanganannya tidak optimal.
Hak penyandang disabilitas terkait akomodasi yang layak (AYL) dalam peradilan belum banyak dipahami. AYL untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan termuat dalam PP Nomor 39 Tahun 20203.
- Sofia Ambarini, Teman bagi Mereka yang Membutuhkan https://www.kompas.id/baca/tokoh/2024/05/29/sofia-ambarini-teman-bagi-mereka-yang-membutuhkan [↩]
- Pusat Pemberdayaan Disabilitas di Jawa Timur https://lingkarsosial.org/ [↩]
- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2020, Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan https://peraturan.bpk.go.id/Details/142170/pp-no-39-tahun-2020 [↩]