Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) melakukan riset data terkait data Pemilih Disabilitas dalam Pemilu tahun 2024. Data tersebut kemudian disandingkan dengan data kependudukan dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Hasilnya terdapat kesenjangan yang signifikan antara data BPS dan KPU. Penyebabnya adalah perbedaan instrumen pendataan.
Riilnya, KPU melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2023, melakukan pendataan berdasarkan klasifikasi ragam disabilitas yang diatur dalam UU RI Nomor 8 tahun 2016. Sedangkan BPS dalam sebagian tampilan datanya, masih menggunakan klasifikasi jenis disabilitas dalam UU RI Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
Data penyandang disabilitas merupakan hal dasar untuk pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Melalui data, Pemerintah bisa memetakan jumlah, potensi, serta kebutuhan ragam disabilitas. Sehingga program/ kebijakan terkait disabilitas tepat sasaran dan tepat guna.
Dengan demikian, jika data tidak akurat, maka bisa dipastikan program/kebijakan terkait disabilitas juga tidak tepat sasaran dan tidak tepat guna.
Instrumen pendataan kadaluarsa
Tampilan data BPS masih menggunakan instrumen klasifikasi ragam disabilitas yang termuat dalam UU No 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat. Padahal UU tersebut sudah tidak berlaku. Seharusnya instrumen pendataan berdasarkan UU No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.
Persoalan pendataan tersebut tak sebatas pada penggunaan istilah cacat dan disabilitas, melainkan kategori warga yang didata. Dampaknya, hasil pendataannya pun berbeda.
UU RI Nomor 4 Tahun 1997 mengklasifikasi ragam disabilitas sebagai cacat fisik, cacat mental serta cacat fisik dan cacat mental. Sedangkan dalam UU Penyandang Disabilitas, ragam disabilitas meliputi disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas mental, sensorik dan disabilitas ganda.
Dalam UU Penyandang Cacat, yang termasuk Cacat Fisik adalah Cacat Fisik, Cacat Netra/Buta, Cacat Rungu/Wicara. Ragam/jenis lainnya adalah Cacat Mental serta Cacat Fisik dan Mental. Klasifikasi ini kemudian masuk dalam Form F-1.01 yang digunakan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) di Indonesia.
Catatan pertama, penyandang disabilitas intelektual tidak termuat dalam form pendataan F-1.01. Biasanya penyandang disabilitas intelektual dimasukkan ke dalam jenis cacat mental. Padahal keduanya adalah hal yang berbeda.
Catatan kedua, dalam data BPS, tertulis sumber data Dinas Sosial. Dengan demikian terkait sistem informasi data ini, terdapat tiga badan/organisasi Pemerintah yang harus berbenah yaitu BPS, Dukcapil dan Dinas Sosial. Instrumen pendataan harus segera diperbaiki, sesuai amanah UU RI Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.
Menyandingkan data BPS dengan data Pemilih Disabilitas
Data penyandang disabilitas di BPS memuat informasi ragam disabilitas dan jumlah penyandang disabilitas pada semua umur. Sedangkan data penyandang disabilitas di KPU memuat informasi ragam disabilitas dan jumlah pemilih.
Data di KPU tidak memuat jumlah penyandang disabilitas di bawah usia 17 tahun atau yang tidak memiliki hak pilih. Sehingga, jumlah data di BPS seharusnya lebih besar dari data KPU.
Namun, jika menyandingkan data penyandang disabilitas di BPS dan KPU, yang terjadi justru berbeda. Jumlah Pemilih Disabilitas lebih tinggi daripada jumlah penyandang disabilitas semua umur di BPS.
Jumlah Penyandang Disabilitas dan Jumlah Pemilih Disabilitas di Kota Batu
Jumlah penyandang disabilitas di Kota Batu tahun 2023 menurut Data BPS adalah 679 jiwa, dengan rincian tuna netra 93 orang, cacat tubuh 204, tuna rungu 85 serta cacat mental 297.
Sedangkan Data KPU, jumlah pemilih disabilitas di Kota Batu adalah 913. Rinciannya, pemilih disabilitas fisik 473 orang, disabilitas intelektual 54 orang, disabilitas mental 195 orang, disabilitas sensorik wicara 62 orang, sensorik rungu 37 orang dan sensorik netra 92 orang.
Ada beberapa catatan. Pertama, Penyandang Disabilitas Intelektual belum terdata baik oleh BPS maupun KPU. Kedua, terdapat selisih angka yang signifikan dan unik antara data BPS dan KPU Kota Batu yaitu 382 jiwa. Pertanyaannya, jika selisih data itu diklaim berasal dari pemilih disabilitas pendatang, benarkah demografi penduduk disabilitas di Kota Batu didominasi oleh penyandang disabilitas pendatang?
Jumlah Penyandang Disabilitas dan Jumlah Pemilih Disabilitas di Kota Malang
Jumlah penyandang disabilitas di Kota Malang Tahun 2023 menurut BPS adalah 2.035 jiwa. Jumlah tersebut dengan rincian Disabilitas Mental 174, Disabilitas Fisik 570, Disabilitas Intelektual 565, Disabilitas Netra 232, Sensori Wicara 59, Sensori Rungu 159, Ganda 276.
Sedangkan data KPU, jumlah pemilih disabilitas di Kota Malang mencapai 3.616 Orang. Jumlah tersebut dengan rincian Disabilitas Fisik 1.780, disabilitas intelektual 185, disabilitas mental 961, disabilitas wicara 268, disabilitas rungu (pendengaran) 141, dan disabilitas netra (penglihatan) 281 orang.
Terdapat beberapa catatan unik, namun yang disoroti saat ini adalah selisih angka BPS dan KPU yang signifikan dan unik yaitu 1.581 jiwa. Pertanyaannya, jika selisih data itu diklaim berasal dari pemilih disabilitas pendatang, benarkah demografi penduduk disabilitas di Kota Malang didominasi oleh penyandang disabilitas pendatang?
Jumlah Penyandang Disabilitas dan Pemilih Disabilitas di Kabupaten Malang Tahun 2024
Jumlah penyandang disabilitas di Kabupaten Malang tahun 2023 menurut BPS adalah 9.166 jiwa. Jumlah tersebut meliputi Disabilitas Daksa/Tubuh 2.468, Disabilitas Netra 997, Disabilitas Rungu 1.114, Disabilitas Wicara 530, Disabilitas Rungu dan Wicara 364, Disabilitas Netra dan Tubuh 169, Disabilitas Netra, Rungu, dan Wicara 69, Disabilitas Rungu, Wicara dan Disabilitas Tubuh 123, Disabilitas Netra, Rungu, Wicara dan Tubuh 64, Cacat Mental Retardasi 1.863, Mantan Gangguan Jiwa 607, Disabilitas Fisik dan Mental 798.
Sedangkan jumlah pemilih disabilitas di Kabupaten Malang tahun 2023 menurut KPU mencapai 11.723 jiwa. Jumlah tersebut dengan rincian 5.876 orang penyandang disabilitas fisik, 692 orang penyandang disabilitas intelektual, 2.310 orang penyandang disabilitas mental, 1.094 orang penyandang disabilitas wicara, 591 orang penyandang disabilitas rungu, dan 1.160 orang penyandang disabilitas netra.
Terdapat beberapa catatan diantaranya, pertama BPS mengklasifikasi penyandang disabilitas diantaranya sebagai Cacat Mental Retardasi (Mentally Disorder), dan Mantan Gangguan Jiwa (Former Mental Disorders). Klasifikasi ini tak termuat dalam UU RI Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.
Kedua, terdapat klasifikasi Mantan Gangguan Jiwa, selain secara makna menstigma penyandang disabilitas mental, klasifikasi mantan gangguan jiwa juga tidak tidak terdapat dalam UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
Ketiga, terdapat selisih angka yang unik antara data BPS dan KPU Kabupaten Malang, yaitu 2.557 jiwa. Pertanyaannya, jika selisih data itu diklaim berasal dari pemilih disabilitas pendatang, benarkah demografi penduduk disabilitas di kabupaten Malang didominasi oleh penyandang disabilitas pendatang?
Tabel kesenjangan data
Berdasarkan perbandingan data BPS dan KPU, fenomena yang ditemukan adalah jumlah Pemilih Disabilitas di Malang Raya lebih tinggi daripada jumlah penyandang disabilitas semua umur. Jika selisih data tersebut dikalim berasal dari pemilih disabilitas, benarkah demografi penduduk disabilitas di Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu didominasi oleh penyandang disabilitas pendatang?
Kabupaten/ Kota | Jumlah Penyandang Disabilitas semua umur menurut BPS | Jumlah Pemilih Disabilitas menurut KPU (referensi media massa) |
Kota Batu | 679 jiwa | 913 jiwa |
Kota Malang | 2.035 jiwa | 3.616 jiwa |
Kabupaten Malang | 9.166 jiwa | 11.723 jiwa |