Ya, kostum sampah. Inilah kreatifitas warga dusun Sumberglagah, Mojokerto dalam peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-69 RI. Warga sekitar menyebut dusun tersebut sebagai kampung kusta. Keterlibatan warga dusun dalam peringatan hari ulang tahun tersebut sebagai upaya kampanye hapus stigma.
Mengenal Dusun Sumberglagah
Dusun Sumberglagah berada di desa Tanjung Kenongo, Pacet, Mojokerto-Jawa Timur. Dusun tersebut, sejak tahun 70-an tempat ini menjadi sentra pengobatan dan pemulihan penderita Kusta. Di tempat ini pemerintah melalui Jawatan Kesehatan Jawa Timur mendirikan Pusat Rehabilitasi Kusta yang kini berkembang menjadi RSK Sumberglagah.
Orang dari berbagai wilayah berobat ke pusat rehabilitasi tersebut. Mereka yang sudah sembuh memilih menetap dan tinggal di sekitar tempat pengobatan. Alasan warga enggan pulang ke kampung halaman, karena mereka mengalami penolakan dan diskriminasi dari tempat asal. Hal ini terjadi selama bertahun-tahun dan turun temurun, sehingga lingkungan melabeli dengan istilah kampung kusta. Sumber lainnya mengatakan, konon sejak masa penjajahan Belanda, Sumberglagah menjadi lokasi pengasingan orang yang menderita kusta guna memutus mata rantai penularan.
Pesan Kebersihan
Tim Sahabat Kusta LINKSOS, Yatno menjelaskan. Warga kreatif yang menyulap sampah menjadi kostum karnaval, adalah warga dusun Sumberglagah. Tujuan aksi adalah untuk menyampaikan pesan kebersihan dan kampanye hapus stigma. Lingkungan dengan sanitasi dan kebersihan yang buruk mendukung penyebaran bakteri kusta.
Kusta masih menjadi momok di negeri ini. Indonesia merupakan negara terbanyak dari tiga populasi kusta setelah Brazil dan India. Angka kusta di tahun 2012 mencapai 20 ribuan. Wilayah yang masih menjadi perhatian karena beban kusta yanag tinggi adalah Papua, Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Aceh.
Kusta adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh mycobacterium leprae. Penyakit menular tahunan ini sesungguhnya tidak mudah menular. Penularan hanya bisa terjadi melalui udara dengan kontak erat dalam jangka waktu lama dan berkelanjutan.
Kampanye Hapus Stigma
Melalui perayaan ini, kami juga mengkampanyekan hapus stigma kusta, tandas Yatno. Kami memulai dari dalam dusun, agar warga percaya diri, sekaligus kreatif dan memupuk semangat gotong royong. Kegiatan ini juga akan memulihkan harkat dan martabat, selaras dengan warga negara lainnya.
Orang yang mengalami kusta hingga saat ini masih mengalami eksklusi sosial atau terkucilkan, terlebih ketika mereka mengalami disabilitas. Hal ini disebabkan oleh stigma, yaitu pandangan negatif yang melekat pada diri seseorang karena pengaruh lingkungan. Khususnya kusta, sebagaian orang menganggap sebagai aib dan penyakit kutukan.
Secara berkelanjutan, kami melakukan kampanye hapus stigma melalui program Sahabat Kusta. Kegiatannya fokus pada edukasi masyarakat. Selain komunitas warga desa, kami juga menyasar sekolah-sekolah, kata Yatno. Bentuk edukasi pun fleksibel, seperti pada saat ini melakukan kampanye dengan media sampah.