Raperda Disabilitas Jawa Timur

Diseminasi Raperda Disabilitas Jawa Timur

2 minutes, 39 seconds Read
Listen to this article

Setelah menggelar Uji Publik Raperda Disabilitas Jawa Timur beberapa waktu lalu, kini LBH Disabilitas menggelar Diseminasi dengan topik selaras, Selasa 7 November 2023 di UPN Veteran Jawa Timur. Hal mendasar adanya seminar tersebut bahwa Perda Disabilitas Jawa Timur Nomor 3 tanun 2013 sudah tidak relevan dan harus diganti.

 

Seminar bertema “Diseminasi Draf Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur tentang Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas versi Lembaga Bantuan Hukum Disabilitas,” didukung oleh Justice for Disability. Sekira 210 peserta hadir dalam seminar ini, mereka berasal dari kalangan pegiat organisasi penyandang disabilitas dan mahasiswa.

 

Kegiatan menghadirkan narasumber Anggota DPRD Komisi A Muzzamil Syafii, Anggota Tim Perumus Raperda Tri Eva Oktaviani, dan penyandang disabilitas Akademisi Fakultas Hukum UPN Veteran Jatim Abdullah Fikri, serta moderator dari Lingkar Sosial Indonesia Divisi Kebijakan Publik Fira Fitri Fitria.

 

“Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah memiliki kebijakan mengenai disabilitas melalui Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pelayanan bagi Penyandang Disabilitas,’ terang Plt. Ketua LBH Disabilitas Ajeng Linda Liswandari, di lokasi kegiatan.

 

Lanjutnya, kebijakan ini menandai komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menjamin dan melindungi hak konstitusional para penyandang disabilitas. Namun perda tersebut masih didasarkan pada UU Nomor 4 tahun 1997 yang sudah dicabut melalui UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

 

Akibatnya, kata Ajeng, Perda 3/2013 masih menyisakan beberapa paradigma yang tidak lagi relevan dengan perkembangan kebijakan disabilitas yang berlaku hari ini. Misalnya, masih digunakannya istilah “Penyandang Cacat” dalam penjelasan beberapa pasalnya, atau belum adanya penegasan bahwa penyandang disabilitas diakui sebagai subjek hukum yang dapat melakukan tindakan hukum sebagai seorang warga negara.

 

“Perda Disabilitas Jatim Nomor 3 tahun 2013 apabila ditinjau dari sisi pengaturan pelaksanaan kewajiban pemerintah daerah, masih banyak ruang kosong yang belum diatur dalam substansi hukum Perda tersebut,” tandas Tri Eva Oktaviani. Misalnya, belum semua aspek hak penyandang disabilitas yang dimandatkan oleh UU 8/2016 terakomodir, mandat pembentukan unit layanan disabilitas pada beberapa sektor, hingga penyediaan bantuan hukum dan sosialisasi hukum.

Maka terkait hal ini, kata Eva LBH Disabilitas didukung konsorsium Justice for Disability telah menyelesaikan penyusunan draf Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur tentang Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.

 

“Draf yang disusun merupakan draf versi LBHD, bukan merupakan draf versi Pemerintah Daerah Provinsi Jatim maupun DPRD Jatim, “ tandas Eva. Draf ini merupakan bagian dari partisipasi kelompok masyarakat sipil yang terus mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan inklusif di Jawa Timur.

 

Eva mengungkap bahwa Inisiatif penyusunan dari LBHD berangkat dari belum adanya upaya resmi dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan DPRD Jawa Timur untuk memulai melaksanakan dan menyusun pembaruan Perda tentang Penyandang Disabilitas.

 

“Harapannya draf Raperda tentang Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas versi LBHD ini dapat menjadi modal memantik diskursus publik untuk mendorong penyusunan kebijakan publik yang menjamin dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas di Jawa Timur,” pungkas Eva.

 

Divisi Penyadaran dan Pengembangan Jaringan LBH Disabilitas, Ken Kertaning Tyas menambahkan tentang pergerseran paradigma. ” Seiring waktu, paradigma terhadap penyandang disabilitas terus berkembang maju sehingga terjadi pergeseran dari paradigma pelayanan dan rehabilitasi (charity based) yang berangkat dari perlakukan belas kasihan, menjadi pendekatan berbasis hak (right based), ” ujar Ken.

 

Perubahan tersebut, kata Ken mencakup pergeseran dari  cara pandang terhadap penyandang disabilitas tidak lagi berbasis pada kesejahteraan ekonomi serta pemenuhan kebutuhan medis/ kesehatan semata, melainkan berdasarkan hak asasi manusia serta menempatkan penyandang disabilitas sebagai subyek yang dapat berpartisipasi penuh.

(admin)

Similar Posts

Skip to content