
Bobi Habibie, seorang penyintas kusta pendaki gunung, berhasil membuktikan bahwa kusta bukan penghalang untuk berprestasi. Ia merupakan anggota Difabel Pecinta Alam (Difpala) Tingkat Agni, komunitas pendaki gunung inklusif pertama di Indonesia. Komunitas ini didirikan Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) pada tahun 2020 sebagai respons terhadap pandemi.1
Bobi juga menjadi bagian dari program Disability Seven Summits Indonesia, yang mendorong disabilitas dan OYPMK (orang yang pernah mengalami kusta) untuk mendaki gunung. “Sejak mengalami kusta tahun 2011, saya tidak keluar rumah selama 11 tahun karena malu,” ungkap Bobi, yang kini akrab disapa Habibi.
Perubahan besar terjadi saat Puskesmas Nguling, Kabupaten Pasuruan, membantu Habibi keluar dari isolasi. Ia kemudian bergabung dengan LINKSOS dan mulai mengikuti kegiatan-kegiatan mereka. “Saya suka mendaki gunung. Teman-teman Difpala baik-baik, dan mereka tidak mempermasalahkan saya pernah kusta,” ujar Habibi.
Keinginannya sederhana namun bermakna. “Saya ingin ikut sosialisasi tentang kusta agar tujuan Indonesia bebas kusta tercapai,” lanjutnya. Namun, ia mengakui kurang memahami kusta secara medis. “Saya butuh diajari lebih dulu, karena tidak semua penyintas kusta tahu tentang penyakit ini.”

Multi mitigasi bagi pendaki disabilitas
Widi Sugiarti, Co-Founder LINKSOS sekaligus pembina Difpala, menjelaskan perhatian khusus terhadap OYPMK. “Kami menerapkan multi mitigasi pada pendakian gunung bagi disabilitas, termasuk penyintas kusta. Kami selalu berkoordinasi dengan Puskesmas untuk memastikan kebutuhan kesehatan mereka terpenuhi,” ungkap Widi.
Dalam setiap kegiatan pendakian, LINKSOS menyisipkan edukasi tentang disabilitas dan kusta. “Kusta disebabkan oleh bakteri, bukan aib atau guna-guna. Penyintas kusta juga bisa menjadi agen edukasi,” tambahnya.2
Habibi kini menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama penyintas kusta yang ingin bangkit. Melalui dukungan komunitas, ia membuktikan bahwa stigma dan keterbatasan bisa diatasi dengan tekad dan solidaritas.
Dengan langkah-langkah kecil namun bermakna, Habibi dan LINKSOS terus berupaya mewujudkan dunia yang inklusif dan Indonesia bebas kusta.