Forum Komunitas Pecinta Alam (Forkompala) melakukan aksi bersih-bersih Gunung Butak, 10-11 Juni 2023. Aksi diikuti oleh sekira 147 pendaki gunung dari 25 komunitas, enam orang di antaranya anggota Difabel Pecinta Alam (Difpala) dari ragam disabilitas netra dan mental.
Kegiatan dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap sampah yang semakin banyak berserakan akibat ulah pendaki yang tak bertanggungjawab. Terlebih di Butak juga terdapat sabana sebagai habitat bunga edelweiss yang langka dan dilindungi.
Gunung Butak adalah gunung stratovolcano yang terletak di perbatasan Kabupaten Malang Kabupaten Blitar, dan Kota Batu, Jawa Timur, Indonesia. Gunung Butak terletak berdekatan dengan Gunung Kawi. Tidak diketemukan catatan sejarah atas erupsi dari Gunung Butak sampai saat ini. Gunung ini berada pada posisi -7,922566˚ dan 112,451688˚ dengan ketinggial 2.868 mdpl (9,409 ft).
Pesan untuk pendaki
Anggota Forkompala dari Komunitas Suro Badog , Bimbim mengatakan tujuan dari kegiatan bersih-bersih Gunung Butak adalah murni untuk pelestarian. Ia mengatakan kegiatan pembersihan akan dilakukan berkala sebagai bentuk konsistensi merawat alam dan edukasi masyarakat.
“Lebih dari 20 kelompok pecinta alam yang bergabung dalam aksi bersih-bersih ini, dan ini akan berkelanjutan,” ujar Bimbim di lokasi kegiatan. Selain bersih-bersih dari Pos I hingga puncak Gunung Butak, kami juga melakukan renovasi mushola di Pos I. Adapun sumber pembiayaan berasal dari swadaya masyarakat yaitu iuran para pendaki.
Bimbim berharap para pendaki itu tak hanya mendaki saja, melainkan juga melestarikan alam dengan tidak membuang sampah sembarangan. Tidak sulit, hanya membawa turun sampah dari aktivitas kita sendiri, ujarnya.
“Kami juga berharap kepada Pemerintah agar tak hanya memanfaatkan wisata demi keuntungan, melainkan alam harus dijaga kelestariannya,” pungka Bimbim.
Komitmen Difpala
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Difabel Pecinta Alam (Difpala) Erik Wahyudi mengatakan bahwa aksi bersih sampah sebagai bagian dari standar operasional pendakian. Pria dengan disabilitas netra ini berharap aksi Forkompala akan menjadi insiprasi semua pihak, bahwa merawat alam adalah tugas dan tanggungjawab semua orang.
“Kami dengan berbagai keterbatasan komitmen dengan upaya pelestarian alam dan lingkungan,” kata Erik sapaan akrabnya. Kami yang tak bisa melihat dengan mata namun bisa merasakan, lalu merasa risih, bahwa gunung ini memerlukan sentuhan kepedulian.
(admin)