
Di Malang, Jawa Timur, terdapat sekelompok difabel yang aktif berkegiatan di alam, yaitu Difabel Pecinta Alam (Difpala). Komunitas ini dipelopori oleh Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) dan mengusung misi mendaki, menghijaukan, serta memberdayakan difabel. Karena aktivitasnya yang unik dan inspiratif, Difpala diundang sebagai narasumber dalam Talkshow “Dialog Pagi” di RRI Surabaya pada 15 Februari 2024.1
Dalam talkshow tersebut, Difpala menghadirkan dua narasumber, yaitu Widi Sugiarti, salah satu anggota pendiri, dan Qodarul Irma Yulia, koordinator umum Difpala. Difpala didirikan pada tahun 2020, saat pandemi membuat banyak difabel takut untuk berinteraksi dengan orang lain dan bahkan enggan keluar rumah. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, komunitas ini memulai kegiatan latihan berjalan (long march) di lingkungan kampung, bukit, hingga air terjun. Dari sana, mereka menemukan Gunung Wedon di Kecamatan Lawang yang hingga kini menjadi pusat latihan pendakian bagi difabel.
Dalam sesi diskusi, Widi Sugiarti berbagi pengalaman tentang tantangan dan manfaat pendakian bagi difabel. Sebagai seseorang yang berasal dari daerah dataran rendah, ia awalnya memiliki phobia ketinggian. Namun, bergabung dengan Difpala memberinya kesempatan untuk menghadapi ketakutan tersebut dan menaklukkannya sedikit demi sedikit. Selain itu, ia juga berperan sebagai pendamping difabel dalam pendakian.
Keangotaan, SOP dan lokasi pendakian
Difpala terdiri dari anggota dengan berbagai ragam disabilitas, termasuk fisik, mental, sensorik (tuli, wicara, dan netra), serta intelektual. Dalam setiap pendakian, Difpala menerapkan standar operasional prosedur (SOP) yang ketat, seperti tidak boleh merusak tanaman atau mengganggu hewan, tidak diperbolehkan bercerita mistis saat berada di gunung, serta wajib membawa trash bag untuk mengangkut sampah turun kembali. Selain itu, setiap pendakian juga disertai kegiatan penghijauan dengan menanam bibit dan benih tanaman di gunung yang didaki.
Hingga saat ini, Difpala telah melakukan pendakian di berbagai gunung di Jawa Timur, antara lain Gunung Wedon, Gunung Butak, Gunung Panderman, Gunung Arjuno, Gunung Banyak, Gunung Bokong, Gunung Pundak, Gunung Lorokan, Gunung Tanggung, dan Gunung Kawi yang dikenal memiliki jalur cukup ekstrem. Sebelum pendakian, tim selalu melakukan survei terlebih dahulu untuk memastikan kebutuhan dan aspek keselamatan terpenuhi. Koordinasi juga dilakukan dengan pengelola gunung dan Perhutani sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kawasan tersebut.
Keselamatan nomor satu
Keselamatan adalah prioritas utama dalam setiap ekspedisi Difpala. Oleh karena itu, mereka bekerja sama dengan tim profesional seperti Rescue Bela Negara, pendaki Everest Bapak Asmujiono, pendaki lokal, serta pihak Perhutani dan pengelola gunung setempat. Dengan dukungan dari berbagai pihak, pendakian yang dilakukan Difpala dapat berlangsung dengan lancar, nyaman, dan aman.2
Melalui dialog pagi RRI Surabaya ini, Difpala berharap semakin banyak orang yang menyadari bahwa pendakian gunung bukan hanya tentang mencapai puncak, tetapi juga tentang keberanian, inklusivitas, dan kepedulian terhadap alam. Dengan semangat Mendaki, Menghijaukan, dan Memberdayakan, Difpala terus membuka peluang bagi difabel untuk merasakan petualangan alam yang aman dan inklusif.
Editor: Ken Kerta