Advokasi Tuli untuk Inklusi Sikapi Kekerasan Terhadap Difabel di Papua

1
2 minutes, 48 seconds Read
Listen to this article
Anggota lintas organisasi Gerkatin Malang, Shining Tuli Malang, dan LINKSOS berfoto bersama banner bertuliskan Advokasi Tuli untuk Inklusi

 

Pagi yang cerah, Kamis, 29 Juli 2021, beberapa Tuli nampak berdiskusi di Omah Difabel Malang. Mereka membahas kasus penganiayaan penyandang disabiltas rungu oleh dua orang oknum Polisi Militer Angkatan Udara di sebuah warung makan di Merauke, Papua.

 

Ya, sebagaimana ramai diberitakan, kasus terjadi yang pada hari Senin, 26 Juli 2021 lalu, kini sedang dalam proses penanganan pihak berwajib. Namun sebagai sesama difabel atau penyandang disabilitas, serta sebagai pegiat inklusi, hal tersebut sangat memprihatinkan dan mencederai upaya pelindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.

 

Pertemuan hari ini sengaja kami buat guna merespon kegelisahan kawan-kawan Tuli khususnya di Malang atas kasus yang menimpa rekannya di Papua tersebut. Namun diluar dugaan saya Kertaning Tyas (Ken Kerta), inisitor rapat tersebut, bahwa sebelumnya hanya mengundang para ketua organisasi tuli, namun ternyata hadir  pula para anggota dari Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu. Sejumlah 13 orang dari organisasi Gerakan Kesejahteraan untuk Tunarungu Indonesia (Gerkatin) Malang, Shining Tuli Kota Batu, serta Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS).

 

“Kawan-kawan Tuli sangat antusias atas pertemuan ini, banyak mereka ingin bergabung sebab ingin tahu langkah organisasi kedepan, bahwa kekerasan dan penganiayaan terhadap penyandang disabilitas maupun masyarakat lainnya, tidak bisa dibenarkan,” tegas Ketua Shining Tuli Kota Batu, Khoirul Rizqy. Terlebih pelakunya adalah polisi militer yang seharusnya melindungi penegakan Hak Asasi Manusia, imbuhnya.

 

“Di berbagai tempat Tuli mengalami kekerasan namun tidak mengalami proses hukum yang adil, sebabnya adalah keterbatasan komunikasi antar pihak, bahwa aparat penegak hukum dan masyarakat tidak mengerti bahasa isyarat, juga tidak semua Tuli mengerti bahasa isyarat Indonesia atau Bisindo,” jelas Ketua Gerkatin Malang, Sumiati prihatin.

 

“Ujung pangkal dari berbagai kekerasan terhadap penyandang disabilitas adalah minimnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat maupun aparatur pemerintah tentang disabilitas,” saya menanggapi. Saatnya lintas organisasi Tuli bekerjasama untuk tujuan advokasi kebijakan, edukasi kesadaran disabilitas, serta sosialisasi bahasa isyarat.

 

Gayung bersambut, forum kemudian sepakat membentuk aliansi, namanya Advokasi Tuli untuk Inklusi (ATI). Untuk pertama kalinya ditunjuk menjadi pengurus adalah Khoirul Rizqy (Koordinator), Sumiati (Sekjen), serta Kertaning Tyas (Juru Bicara).

 

Satu persatu peserta rapat kami berikan kesempatan untuk berbicara. Dalam diskusi yang berlangsung sekira 2,5 jam tersebut kemudian melahirkan beberapa keputusan, yaitu:

 

Pertama, pernyataan sikap bahwa kasus penganiayaan terhadap penyandang disabilitas rungu di Merauke, harus diproses hukum secara adil sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39/2020, diantaranya tersedia akomodasi yang layak, adanya penerjemah serta assessment profil korban.

 

Kedua, tak cukup proses hukum, bahwa Pemerintah juga harus mengambil kebijakan edukatif dengan mewajibkan materi kesadaran disabilitas ada di sekolah, perguruan tinggi, instansi pemerintah dan swasta, termasuk di kesatuan TNI dan Polri. Tersebut sebagai implementasi amanah Pasal 5 Hak-hak Penyandang Disabilitas, UU RI Nomer 8 Tahun 2016.

 

Ketiga, Advokasi Tuli untuk Inklusi (ATI) akan melakukan langkah-langkah inisiasi. Riilnya kami akan mengadakan kunjungan edukasi ke berbagai instansi pemerintah termasuk TNI dan Polri, serta swasta, lembaga pendidikan serta komunitas sosial. Materi kunjungan adalah sosialisasi kesadaran disabilitas, meliputi hak-hak penyandang disabilitas, etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas, serta praktek bahasa isyarat. Even-even di fasilitas publik juga akan kami lakukan, termasuk memanfaatkan media sosial, dan berjejaring dengan media massa.

 

Sebagai informasi, aksi terdekat Advokasi Tuli untuk Inklusi (ATI) akan melakukan sosialisasi bahasa isyarat Sabtu, 31 Juli 2021 besok kepada wisatawan di Gunung Wedon Lawang. Informasi lebih lanjut hubungi Khoirul Rizqy (WA 0812-3088-7572), Sumiati (0812-5290-043), serta Kertaning Tyas (0857-6463-9993).

Similar Posts

Skip to content