Senangnya anak-anak Desa Turirejo belajar Bahasa Isyarat Indonesia di Gunung Wedon. Mereka belajar bersama Advokasi Tuli untuk Inklusi (ATI).
Tujuan pembelajaran selain membumikan bahasa isyarat Indonesia atau bisindo, juga kampanye kesadaran disabilitas. Ungkap juru bicara ATI, Kertaning Tyas.
Tahap pertama agar masyarakat mengenal apa itu bahasa isyarat Indonesia atau Bisindo, jelas Ken Kerta sapaan akrabnya. Kemudian tahap berikutnya menyisipkan materi kesadaran disabilitas,” jelas Kertaning Tyas, didampingi .
Sasarannya siapa saja warga negara Indonesia tanpa terkecuali, imbuh Ken Kerta bersama Ketua ATI, Khoirul Rizqy. Hari ini untuk pertama kalinya menggelar belajar bahasa isyarat di Gunung Wedon. Tak ada kendala, sebelumnya anak-anak terlah terbiasa mengikuti kami kegiatan di gunung ini.
Khususnya hari Sabtu ini mereka bahkan sudah terlebih dahulu ada di puncak menunggu kedatangan kami. Rupanya mereka sudah hafal jadwal kami setiap Sabtu kegiatan di bukit berketinggian 660 mdpl tersebut.
Ketua Pembina LINKSOS itu juga mengatakan bahwa Bisindo sudah diakui dalam UU RI Nomor 8 Tahun 2016, tantangan kedepan adalah merealisasi agar bahasa isyarat ini secara praktek benar-benar menjadi bagian tak terpisahkan dari Bahasa Indonesia, diajarkan di sekolah-sekolah, dan bisa dipraktekkan segari-hari oleh masyarakat luas. Cita-cita Indonesia inklusi ini butuh dukungan masyarakat luas serta keseriusan Pemerintah.
Pentingnya sosialisasi Bisindo
“Anak-anak senang, kami juga senang, beberapa kawan Tuli bahkan pendakian gunung ini merupakan pengalaman pertama, bahkan hal baru melakukan sosialisasi di puncak gunung” ujar Khoirul Rizki membenarkan.
Efek dari kegiatan ini sangat penting, secara psikologis membuat kawan-kawan Tuli terbebas dari eksklusifitas sosial dan self stigma sebab merasa diterima oleh masyarakat, terang Rizki yang juga Ketua Shining Tuli Kota Batu.
Selaras disampaikan Ketua Gerakan Kesejahteraan untuk Tunarungu (Gerkatin) Malang, Sumiati sebab pentingnya sosialisasi bahasa isyarat, membuatnya tak segan merangkul komunitas lain untuk bekerjasama.
“Sejak lama kami bekerjasama dengan LINKSOS untuk sosialisasi Bisindo, tepatnya pada tahun 2017 kami mengadakan kegiatan pengenalan bahasa isyarat kepada anak-anak punk di Kota Lawang,” jelas Sumiati.
Selain itu, hampir di setiap kegiatan bersama Lingkar Sosial, di akhir even baik acara dalam ruangan atau puncak gunung sekalipun, ada sesi games bahasa isyarat, imbuh Sekjen ATI tersebut.
Sebagai informasi, Advokasi Tuli untuk Inklusi (ATI) merupakan aliansi organisasi difabel yang menaruh perhatian pada kompleksitas persoalan sosial tuli di masyarakat yang disebabkan oleh minimnya pengetahuan masyarakat tentang bahasa isyarat dan etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas secara umum.
ATI didirikan oleh tiga organisasi pegiat difabel, yaitu Gerkatin Malang, Shining Tuli Kota Batu, serta LINKSOS, pada Kamis, 29 Juni 2021, melalui rapat di Omah Difabel. Untuk pertama kalinya ditunjuk menjadi pengurus adalah Khoirul Rizqy (Koordinator), Sumiati (Sekjen), serta Kertaning Tyas (Juru Bicara).
Informasi lebih lanjut, hubungi pengurus ATI, Khoirul Rizqy (WA 0812-3088-7572), Sumiati (0812-5290-043), serta Kertaning Tyas (0857-6463-9993).