
Difabel Pecinta Alam (Difpala) menggelar aksi tanam pohon di Gunung Wedon dan Bukit Tursina, Lawang, pada Minggu, 2 Februari 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye “Bersatu, Beraksi, Berantas Kusta” yang sejalan dengan tema Hari Kusta Sedunia 2025. Aksi ini bertujuan untuk mendukung program pemberdayaan Yayasan Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) bagi Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) serta mengajak mereka berpartisipasi dalam pendakian gunung dan penghijauan.
Widi Sugiarti, Pembina Bidang Ekraf, Lingkungan Hidup, dan Kepramukaan LINKSOS, menyatakan bahwa beberapa penyintas kusta telah bergabung dalam kegiatan pemberdayaan ekonomi kreatif dan Difabel Pecinta Alam. “Hari ini, 15 batang bibit pohon kami tanam di Gunung Wedon dan Bukit Tursina. Tidak banyak, tetapi ini sangat berarti karena satu pohon saja merupakan kontribusi oksigen untuk dunia,” ujarnya di Basecamp Bakti Bukit Tursina, Lawang.
Program Nol Kusta yang diusung Difpala berfokus pada misi nol penularan, nol disabilitas, dan nol diskriminasi terhadap OYPMK. Selain itu, Difpala juga mengajak OYPMK untuk mendaki gunung dan melakukan penghijauan sebagai bentuk pemberdayaan dan penghapusan stigma. Lokasi pendakian dan penghijauan saat ini berfokus di Gunung Wedon dan Bukit Tursina, Lawang.
Difpala, yang beranggotakan difabel dari berbagai ragam disabilitas termasuk akibat kusta, memiliki tujuan untuk meningkatkan peran aktif penyandang disabilitas dalam pelestarian alam dan lingkungan. Melalui kegiatan seperti penanaman pohon dan pendakian gunung, Difpala berharap dapat meningkatkan kepercayaan diri, pengetahuan, keterampilan, serta ketangguhan para anggotanya. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk membangun ekosistem sosial dan lingkungan hidup yang inklusif.
“Sejak mengalami kusta tahun 2011, saya tidak keluar rumah selama 11 tahun karena malu,” ungkap Bobi Habibi, OYPMK anggota Difpala. “Tapi sekarang saya sudah bergabung di LINKSOS. Saya ingin ikut sosialisasi tentang kusta agar tujuan Indonesia bebas kusta tercapai,” lanjutnya. Namun, ia mengakui kurang memahami kusta secara medis. “Saya butuh diajari lebih dulu karena tidak semua penyintas kusta tahu tentang penyakit ini.”
Salah satu bentuk nyata dari program pemberdayaan LINKSOS adalah keterlibatan OYPMK dalam kegiatan ekonomi kreatif. Melalui Ekraf Omah Difabel, penyintas kusta diberdayakan untuk menghasilkan produk dan jasa seperti keset, batik, bubuk kopi, dan kerajinan tangan lainnya. Hal ini tidak hanya meningkatkan kemandirian ekonomi tetapi juga menghapus stigma negatif terhadap penyandang disabilitas.
“Di LINKSOS, saya bergabung di bidang ekraf, sering mengikuti pameran dan berjualan di pasar,” ujar Munir, OYPMK anggota LINKSOS bidang ekraf. “Selain itu, saya juga ikut kegiatan kepramukaan.”
Dengan seruan “Bersatu, Beraksi, Berantas Kusta,” Difpala berharap dapat menginspirasi lebih banyak pihak untuk terlibat dalam upaya pemberantasan kusta dan pemberdayaan penyintasnya. Melalui kolaborasi dan aksi nyata, diharapkan tercipta masyarakat yang inklusif dan bebas dari stigma terhadap kusta.