ULD PB Kabupaten Malang  Tidak Ada Kesiapsiagaan Tanpa Inklusi.

ULD PB Kabupaten Malang: Tidak Ada Kesiapsiagaan Tanpa Inklusi

3 minutes, 9 seconds Read
Pembentukan ULD PB kabupaten Malang tahun 2025 menjadi tonggak penting pelindungan dan pemberdayaan penyandang disabilitas secara penuh dan bermakna - sekaligus rangkaian perjalanan LINKSOS sejak pandemi Covid -19.
Ken Kerta
Ken Kerta
Koordinator ULD PB Kabupaten Malang

Tahun 2025 menjadi tonggak penting. BPBD Provinsi Jawa Timur bersama program SIAP SIAGA mendorong pembentukan Unit Layanan Disabilitas Penanggulangan Bencana (ULD PB) di lima kabupaten, termasuk Kabupaten Malang.

Saya dipercaya sebagai Koordinator ULD PB Kabupaten Malang, mengemban amanah dari seluruh komunitas yang selama ini bekerja dalam senyap. Kami resmi masuk ke struktur penanggulangan bencana, bukan sekadar mitra pelaksana, tapi bagian dari proses pengambilan keputusan.

Pandemi: Di Mana Semua Dimulai

Sebelum gempa mengguncang Malang, sebelum struktur tanggap darurat dibentuk, LINKSOS sudah lebih dulu masuk ke medan bencana — yaitu saat pandemi COVID-19 melanda awal 2020.

Saat semua orang takut keluar rumah, kami justru masuk ke gang-gang sempit dan perkampungan difabel di Malang Raya. Kami menyemprotkan disinfektan dari satu titik ke titik lain. Kami datangi rumah-rumah penyandang disabilitas—bukan untuk menyampaikan instruksi, tetapi mengajak berdialog tentang vaksin, menjawab ketakutan mereka, dan membantu akses vaksinasi.

Kami tidak punya banyak peralatan medis. Tapi kami punya jaringan dan niat yang kuat. Dan dari krisis itu, lahirlah dua inisiatif penting yang menjadi pondasi kerja kemanusiaan kami di masa depan.

Difpala: Menolak Takut, Memilih Pulih

Di tengah ketakutan massal dan berita duka yang bertubi-tubi, kami mendirikan Difabel Pecinta Alam (Difpala)—bukan sekadar komunitas pendaki gunung, tapi simbol keberanian. Kami juga mendirikan Omah Difabel— rumah perlindungan dan pemberdayaan ekonomi penyandang disabilitas.

Kami percaya, ketahanan tubuh dan jiwa juga dibangun dari aktivitas sehat, menyatu dengan alam, dan saling mendukung. Maka Difpala bukan hanya tentang olahraga, tapi juga tentang perlawanan terhadap stigma dan ketakutan. Kami menyuarakan pemulihan melalui pendakian, penghijauan, dan kampanye kesehatan, sambil terus menyampaikan pesan: disabilitas bukan halangan untuk berdaya.

Posyandu Disabilitas: Dari Data ke Aksi

Dalam waktu yang sama, kami juga memperkuat Posyandu Disabilitas, sebagai ruang pemantauan kesehatan, edukasi, dan layanan dasar bagi komunitas difabel di tingkat desa.

Data dari Posyandu ini menjadi vital. Ia bukan hanya mencatat nama, tapi menjadi dasar dari semua intervensi tanggap darurat ke depan. Dari sinilah kami bisa bergerak cepat saat ada bencana. Kami tahu siapa yang harus dikabari, siapa yang punya kebutuhan khusus, siapa yang tinggal sendiri.

Gempa Malang: Ketika Kami Tak Lagi Bisa Diam

April 2021, gempa besar mengguncang Malang. Kami melihat lagi bagaimana sistem formal gagal menjangkau komunitas difabel. Maka kami bergerak. Kami membentuk Tim Relawan Kemanusiaan Inklusi, mendata kebutuhan, distribusi logistik, bahkan menyampaikan informasi darurat dalam bentuk aksesibel.

Dan dari pengalaman-pengalaman lapangan inilah, kami menyusun langkah lebih sistemik: membentuk Timresna Disabilitas. Tim ini tak hanya membantu saat darurat, tetapi juga melatih warga, menyusun modul, dan menjembatani komunikasi antara komunitas dan pemerintah.

Dari Aktivisme ke Kebijakan

ULD PB bukan akhir, tapi awal dari perjuangan panjang menuju kebencanaan yang adil. Masih banyak tantangan: sistem peringatan dini yang belum inklusif, anggaran yang terbatas, dan minimnya pemahaman teknis di lapangan. Tapi kami tidak menunggu segalanya sempurna.

Kami tetap bergerak. Kami melatih kader di desa-desa. Kami cetak materi edukasi aksesibel. Kami hadir dalam setiap simulasi, bukan hanya sebagai peserta, tapi juga fasilitator.

Penutup: Narasi Sudah Bergeser

Kami memulai dari menyemprot disinfektan dan mengetuk pintu rumah warga. Kami mendaki gunung untuk kampanye kesehatan. Kami mendata difabel desa demi desa serta melakukan kegiatan pemberdayaan. Dan kini kami berdiri di forum-forum kebijakan, menyuarakan hal yang sama: tidak ada kesiapsiagaan tanpa inklusi.

LINKSOS membuktikan bahwa penanggulangan bencana bukan hanya urusan infrastruktur dan protokol. Ini tentang keadilan, tentang siapa yang dilibatkan, dan tentang bagaimana kelompok yang dulu dianggap rentan justru menjadi pelindung komunitas.

Dan jika bencana datang lagi, kami akan tetap berada di sana. Bukan sebagai pihak yang diselamatkan, tetapi sebagai mereka yang memimpin jalan pulang.

Tulisan ini merupakan refleksi dan investigasi personal Ken Kerta, pendiri Lingkar Sosial Indonesia, yang saat ini menjabat sebagai Koordinator ULD PB Kabupaten Malang.

Similar Posts

Skip to content