
Bintang—bukan nama sebenarnya—menjabat posisi Manager Program di organisasi nirlaba, sebut saja organisasi Alpha. Posisi yang baik mengingat ia baru sekitar setahun bergabung. Namun ia melihat ada prospek baik untuk pribadinya pada organisasi lain, sebut saja organisasi Beta— sayangnya organisasi itu tengah berkonflik dengan organisasi tempat ia bernaung sekarang. Tulisan ini membahas tantangan loyalitas Bintang dalam berorganisasi.
Alpha dan Beta memiliki relasi yang kompleks: sering berseberangan secara prinsip, visi, bahkan dalam sejarah program kerja. Di titik inilah, loyalitas Bintang dipertanyakan. Maksud hati, ia ingin berjalan di dua kaki—tetap menjadi manajer di Alpha, sekaligus menjajaki peran baru di Beta.
Tapi di sinilah garis tegas organisasi harus ditegakkan. Loyalitas bagi seorang pengurus inti atau manajer bukan sekadar kesetiaan personal, tapi perwujudan nilai, prinsip, dan idealisme organisasi. Dalam posisi strategis, tak bisa ada keraguan arah. Ketegasan sikap menjadi bagian dari integritas.
Organisasi dibangun atas dasar kepercayaan dan komitmen. Maka ketika seseorang di posisi kunci menunjukkan ketertarikan pada organisasi yang berseberangan nilai, ia harus memilih: tetap berdiri di Alpha dengan penuh dedikasi, atau keluar secara baik-baik dan menjajaki jalan lain di luar. Keduanya sah dan bermartabat, selama dilakukan secara jujur dan menghormati aturan yang berlaku.
Setiap orang bebas memilih jalan hidupnya. Namun organisasi pun berhak menjaga marwahnya. Prinsip bukan untuk dikompromikan dalam diam, melainkan dibumikan dengan kejelasan sikap dan ketegasan arah. Loyalitas bukan belenggu, melainkan pijakan untuk menjaga integritas gerakan.
Dan kini, keputusan ada di tangan Bintang. Tapi satu hal pasti: ia tak bisa berada di dua kapal sekaligus.