Meski terbilang kegiatan ekstrim, olahraga mendaki gunung bagi penyandang disabilitas sudah mulai banyak dilakukan. Namun komunitas disabilitas pendaki gunung yang konsisten dan terprogram, saat ini masih ada satu di Indonesia yaitu Difpala atau Difabel Pecinta Alam.
Difpala dalam misi Disabilitas Seven Summits Indonesia bertanggung jawab merencanakan multi mitigasi untuk memastikan keselamatan para pendaki. Multi mitigasi adalah upaya pengurangan risiko berlapis. Dalam hal ini terdapat beberapa lapisan.
Lapisan pertama adalah standar keamanan pendakian pada umumnya. Seluruh pendaki wajib memiliki perlengkapan personal seperti sepatu gunung, trekking pole, jaket, sleeping bag dan lainnya. Selain itu, juga harus memperhatikan kelengkapan tim, seperti tenda, lampu, flysheet dan lainnya.
Lapisan kedua adalah mitigasi jalur pendakian. Jika diperlukan, Difpala atas bantuan pengelola wisata pendakian, memasang tali temali dan alat bantu lainnya untuk kemudahan dan keamanan pendakian.
Kemudian lapisan ketiga adalah kebutuhan personal sesuai kebutuhan ragam disabilitas, seperti alat bantu disabilitas yang layak, asisten akomodasi yang layak (AYL), serta obat-obatan. Lalu lapisan keempat adalah pengetahuan, keterampilan dan ketangguhan pendaki. Untuk membentuknya, setiap pendaki wajib mengikuti kurikulum Difpala.
Selanjutnya lapisan kelima adalah pengetahuan, keterampilan dan ketangguhan pendamping. Untuk membentuknya, setiap pendaki wajib mengikuti kurikulum Difpala. Terakhir lapisan keenam adalah standar operasional prosedur (SOP) Khusus, misalnya saling menunggu, tidak ada aktivitas pendakian di malam hari, dan sebagainya.