Gudep Inklusi

Urgensi LINKSOS Membentuk Gudep Inklusif

2 minutes, 53 seconds Read

Jelang Hari Pramuka tahun 2023, Yayasan Lingkar Sosial Indonesia  (LINKSOS) membentuk gugus depan (gudep) inklusif. Urgensi pembentukan gudep ini dilatarbelakangi masih adanya segregasi penyandang disabilitas dalam dunia kepramukaan.

 

Pembentukan gudep inklusif tersebut melalui Musyawarah Gugus Depan LINKSOS, bersama Kwarran Lawang (Sabtu, 12/8 2023) di Unit Layanan Disabilitas (ULD) Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sekira 25 anggota Pramuka dan Difabel Pecinta Alam hadir dalam pembentukan gudep inklusi tersebut.

 

Potensi Pramuka

Ketua Pembina LINKSOS, Ken Kertaning Tyas menilai Gerakan Pramuka sebagai wadah yang strategis untuk membumikan nilai-nilai inklusi. Para Pramuka memiliki modal sosial  yang kuat yaitu kemampuan interaksi, adaptasi, persaudaraan, serta pelaksanaan nilai-nilai luhur yang termuat dalam Tri Satya dan Dasa Darma.

 

Ken menandaskan, secara organisasi Pramuka juga mengakui keberagaman, bahwa gudep tidak boleh membedakan suku, ras, golongan, dan agama, termasuk memenuhi hak dan mewadahi kaum muda yang berkebutuhan khusus.

 

Pengakuan Pramuka terhadap penyandang disabilitas tersebut termuat dalam Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor: 231 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Penyelenggaraan Gugusdepan Gerakan Pramuka.

 

Persoalan segregasi

Meski pada prinsipnya Pramuka mengakui keberagaman, namun dalam praktiknya masih terdapat persoalan terkait segregasi dan kemampuan interaksi Pramuka dengan penyandang disabilitas.

 

“Masih adanya segregasi antara Pramuka biasa dengan Pramuka dengan disabilitas atau Pramuka Luar Biasa,” ungkap Ken. Definisi segregasi di bidang interaksi sosial adalah upaya saling memisahkan diri atau saling menghindar di antara pihak-pihak yang bertentangan dalam rangka mengurangi ketegangan.

 

Praktik segregasi yang terjadi adalah antara Pramuka dengan Pramuka dengan disabilitas tidak mampu saling berinteraksi. Sebabnya adalah Pramuka tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang ragam disabilitas dan etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas. Sementara itu, Pramuka penyandang disabilitas tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk berinteraksi dengan Pramuka lainnya.

 

“Di beberapa sekolah luar biasa, bahkan mengalami kesulitan untuk mendapatkan Pembina maupun Pelatih Pramuka yang mengerti tentang disabilitas,” ungkap Ken.

 

Rancunya pemahaman disabilitas dan inklusi

Lebih lanjut Ken mengungkap, bahwa minimnya pengetahuan tentang disabilitas juga nampak dari rancunya pemahaman soal disabilitas dan inklusi.

 

“Sebagian orang masih menyamakan makna disabilitas dan inklusi, padahal keduanya berbeda meski bertautan,” terang Ken. Penyandang disabilitas sebagaimana termuat dalam UU RI Nomor 8 Tahun 2016 adalah seseorang dengan hambatan fisik, intelektual, mental dan sensorik sehingga mengalami hambatan sosial dan partisipasi dalam lingkungannya.

 

Sedangkan inklusi adalah proses penerimaan keberagaman tanpa diskriminasi sebagai hak seluruh warga negara yang ditandai dengan adanya penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak-hak setiap orang tanpa terkecuali termasuk penyandang disabilitas.

 

“Pramuka yang inklusi dikonotasikan sebagai pramuka penyandang disabilitas,” jelas Ken. Jadi kalau kita mengembangkan gudep inklusi, orang yang salah paham bisa mengkonotasikan sebagai gudep yang beranggotakan penyandang disabilitas saja.

 

“Selama pemaknaan inklusi ini masih keliru, maka masih terjadi pula segregasi penyandang disabilitas dalam dunia kepramukaan,” tandas Ken.

 

Lebih tepatnya tentang gudep inklusi, termuat dalam Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor: 231 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Penyelenggaraan Gugusdepan Gerakan Pramuka. Gudep Inklusi adalah gudep biasa yang sebagian anggotanya mengalami disabilitas. SKU yang dijadikan pedoman dalam kegiatan pembinaan adalah SKU yang disesuaikan dengan kemampuan dan ragam disabilitas.

 

Rencana tindak lanjut

“Diperlukan edukasi yang tersistem dan masif tentang kesadaran disabilitas,’’ ujar Ken. Untuk itu, pasca pembentukan Gudep LINKSOS, kami akan menggalang dukungan dan kerjasama dengan gudep-gudep yang memiliki aspirasi yang sama dalam perjuangan disabilitas untuk bergabung dalam Sako Inklusi,” ujar Ken.

 

Sako atau Satuan Komunitas Pramuka adalah satuan organisasi penyelenggara pendidikan kepramukaan, yang berbasis antara lain profesi, aspirasi dan agama. Rintisan Sako Inklusi telah dirintis LINKSOS bersama Kwarran Lawang sejak tahun 2022. Tentang Petunjuk Penyelenggaraan Satuan Komunitas Pramuka termuat dalam Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor: 177 tahun 2012.

 

(admin)

Similar Posts

Skip to content