Organisasi difabel penggerak inklusi Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) merilis Timsus Pendaki Difabel. Adalah tim khusus pendaki gunung yang beranggotakan difabel dari berbagai ragam disabilitas.
Merilis keberhasilan
LINKSOS merilis timsus pendaki difabel, 18 Oktober 2020 di pos pendakian Gunung Wedon Lawang. Hal ini dilakukan setelah beberapa anggotanya sukses mencapai beberapa puncak gunung dan perbukitan. Di antaranya Gunung Wedon Lawang, Gunung Banyak, dan Gunung Butak.
Saat ini Timsus Pendaki LINKSOS beranggotakan 15 orang. Meliputi difabel dari ragam disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas mental, serta disabilitas sensorik netra dan tuli. Anggota tim juga berasal dari kader Posyandu Disabilitas.
Pertama kali di Indonesia
Difabel di Indonesia maupun luar negeri, sejak lama melakukan pendakian gunung. Meski kegiatan ini terbilang belum lazim bagi mereka. Itu pun masih bersifat personal, bukan tim, serta tidak terjadwal.
Untuk pertama kalinya di Indonesia, Timsus Pendaki Difabel merupakan kelompok difabel pendaki gunung yang terorganisasi, memiliki jadwal pendakian, serta memiliki Sekolah Alam untuk melatih para difabel.
Keanggotaan bersifat terbuka
Timsus Pendaki Difabel merupakan bagian dari program Pokja Pemuda, divisi kepemudaan Lingkar Sosial Indonesia. Divisi ini memfasilitasi pengembangan bakat dan minat anggotanya.
Rekrutmen anggota Pokja Pemuda bersifat terbuka. Baik difabel maupun non difabel yang berminat, serta yang ingin mendedikasikan diri pada lingkungan dan gerakan inklusi.
Tidak ada batasan usia bergabung dalam pokja pemuda. Dasarnya usia biologis difabel kerap kali berbeda dengan usia psikologis. Pemuda dalam konteks pokja lebih menekankan semangat juang dan komitmen pemberdayaan.
Pendidikan dan pelatihan
Syarat menjadi anggota Timsus Pendaki Difabel. Yang pertama, melakukan pendaftaran di di Omah Difabel, Jl Yos Sudarso RT 04 RW 07 Dusun Setran, Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.
Kedua, wajib mengikuti kegiatan di rintisan Sekolah Alam Gunung Wedon, yaitu pusat pendidikan dan pelatihan difabel pendaki gunung.
Namun tidak semua difabel yang mendaftar kemudian bisa melakukan pendakian. Hal ini berkaitan dengan kesiapan fisik dan mental.
Hakikat olahraga mendaki gunung, tak lagi membedakan difabel dan non difabel. Melainkan soal kesiapan fisik, mental dan logistik. Di sinilah titik balik pembuktian. Bahwa difabel bukan kelemahan, melainkan sebuah identitas diri yang melekat sebagai hak asasi manusia.
Latar belakang
Awal mula kegiatan difabel mendaki gunung adalah kegiatan long march atau berjalan kaki dengan jarak jauh. Sejak Juli 2020, tim melakukan penjelajahan Bukit Srigading di ketinggian 825 mdpl, dan air terjun Coban Misteri Supit Urang. Keduanya berada di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.
Aktivitas ini bertujuan untuk meningkatkan imunitas difabel di masa pandemi, sekaligus kampanye hapus stigma.
Kegiatan kemudian berlanjut dengan mendaki gunung-gunung tinggi secara bertahap. Memulainya dengan mendaki Gunung Wedon (660 mdpl), Gunung Banyak (1.315 mdpl), serta Gunung Butak (2.868 mdpl)
Agenda pendakian terdekat, pada bulan Desember 2020, timsus akan mendaki di Gunung Arjuno. Kemudian bulan Agustus 2021 mendaki Gunung Semeru.
Menjawab stigma
Stigma masyarakat masih membayangi kehidupan difabel. Sebagian orang menganggap difabel lemah dan beban lingkungan. Adanya timsus pendaki difabel mejawab stigma tersebut. Bahwa tak semua orang, termasuk yang menyebut dirinya utuh, normal dan sempurna mampu dan berani melakukan olahraga pendakian gunung.
Galeri foto