![](https://lingkarsosial.org/wp-content/uploads/2020/04/93804645_10216765074255613_7783633342070521856_o.jpg)
Di tengah gejala krisis ekonomi dampak Covid-19, Omah Difabel Lingkar Sosial Indonesia (Linksos) menjadi salah satu wadah usaha yang masih bertahan hidup, bahkan terus membuka lowongan kerja. Hal ini disebabkan adanya prinsip kegotongroyongan sebagai pilar utama social enterprise yang mereka jalankan selama ini. Menganggapi kebijakan Pemerintah di beberapa daerah yang mulai memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang bakal berdampak terbatasnya akses perekonomian, Linksos mengajak masyarakat menerapkan wirausaha berbasis sosial tersebut untuk mempertahankan stabilitas ekonomi.
Wirausaha berbasis sosial merupakan model usaha yang menjaga keseimbangan keuntungan dalam berbisnis dan dampak sosial yang postif terhadap lingkungan secara berkelanjutan, sehingga mampu mengatasi masalah-masalah sosial yang ada di masyarakat.
Kami sudah memulai melakukan wirausaha sosial jauh hari sebelum pandemi Covid-19, dampaknya perekonomian komunitas saat ini lebih dapat dikondisikan sebab satu sama lain saling menghidupi melalui kegiatan wirausaha sosial.
Sejak tahun 2015 Lingkar Sosial Indonesia merintis kelompok kerja (pokja) difabel di Lawang. Prinsip utama pokja ini adalah saling sharing job, sharing jaringan sharing modal sesama anggotanya. Pokja ini juga tidak bergantung pada bantuan sosial (bansos) baik dari pemerintah maupun swasta untuk mengembangkan sikap mandiri dan karakter wirausaha anggotanya.
Perkembangan selanjutnya, pada tahun 2019 Lingkar Sosial bekerjasama dengan NLR untuk pengembangan pokja melalui pelatihan-pelatihan terkait kewirausahaan sosial dan pembangunan inklusif. Dari kegiatan ini Lingkar Sosial terhubung dengan lintas organisasi perangkat daerah (OPD) di Kabupaten Malang, yaitu Dinas Sosial, Dinas PMD dan Dinkes serta Pemerintah Desa yang berdampak pada penguatan stabilitas jaringan.
Dampak dari wirausaha sosial yang kami jalankan diantaranya mengurangi angka pengangguran difabel dan masyarakat sekitar, mengikis stigma negatif bahwa difabel tidak mampu bekerja, serta mempengaruhi kebijakan pemerintah atas alokasi dana desa untuk pemberdayaan ekonomi difabel.
Terkait: Omah Difabel Tetap Bekerja di Masa Pandemi
Linksos dan Kegiatan Wirausaha berbasis Sosial
Lingkar Sosial Indonesia melalui workshop pemberdayaan masyarakat Omah Difabel yang beralamat di Dusun Setran, Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, saat ini tengah memproduksi alat pelindung diri (APD) guna memenuhi kebutuhan medis dan masyarakat luas.
APD yang dimaksud adalah masker filter dan hazmat atau pakaian dekontaminasi.
Agar APD memenuhi standar medis, Lingkar Sosial bekerjasama dengan PKRS RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Kerjasama ini bahkan dimulai dari proses produksi hingga pemasaran. Sedangkan pakaian hazmat Lingkar Sosial berkonsultasi dengan bidang Alkes Dinas Kesehatan Kabupaten Malang.
Produksi dan pemasaran APD produk Omah Difabel berjalan baik. Saat ini kami bekerjasama dengan Dinas Sosial Kabupaten Malang, sebagai salah satu mitra untuk pemenuhan masker sekira 15.000 pcs untuk penanggulangan Covid-19. Order job lainnya, kami sedang mengerjakan pesanan masker filter dari berbagai daerah, total sekira 3000 pcs.
Berbagai daerah pemesan masker yang dimaksud diantaranya Surabaya, Jakarta, Yogjakarta, Semarang hingga luar Jawa diantaranya Makasar, Pontinak dan Tarakan.
Metode pemasaran kami melalui promosi online dan offline lintas jaringan, serta atas dukungan publikasi rekan-rekan media massa, baik cetak, online, radio juga televisi.
Terkait: Terapkan Work from Home Omah Difabel Tetap Produktif di Masa Darurat Covid-19
Bagaimana peluang permodalan wirausaha berbasis sosial?
Modal dalam bentuk uang penting dalam wirausaha berbasis sosial maupun bisnis lainnya. Namun dalam wirausaha berbasis sosial, jaringan termasuk modal utama dalam berbisnis.
Seseorang mungkin memiliki uang namun tak memiliki kemampuan produksi dan pemasaran. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang memiliki kemampuan produksi harus menjadi pengangguran sebab tidak memiliki biaya. Atau yang sebenarnya piwai dalam pemasaran namun paradigmanya kerja adalah karyawan, sehingga saat terdampak Corona ia kehilangan pekerjaan dan tak terpikir menyalurkan kemampuannya dalam wirausaha.
Menengok stabilitas ekonomi dalam skala mikro yang ada di Omah Difabel, saat pandemi melanda keberadaan jaringan menguatkan posisi warga yang ada di dalamnya. Diantaranya jaringan Posyandu Disabilitas yang didalamnya terdapat PKRS RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat yang kemudian bekerjasama dengan Omah Difabel memproduksi masker filter. Kemudian jaringan alumni pelatihan Social Innovation Acceleration Program (SIAP) yang kemudian bekerjasama untuk produksi hazmat. Juga jaringan pelatihan Kewirausahaan Sosial yang kemudian melahirkan kerjasama bisnis bubuk kopi, keripik buah, repacking snack, sari buah dan lainnya.
Tantangan
Tantangan wirausaha berbasis sosial setelah modal jaringan adalah biaya produksi, untuk itu kami berharap adanya perhatian Pemerintah dan sektor swasta atau CSR Perusahaan.
Yang pertama perhatian Pemerintah, agar Pemerintah Daerah mengucurkan bantuan permodalan kepada UKM-UKM dan usaha rumahan. Tantangan realisasi ini, khususnya terkait difabel dan warga pra sejahtera adalah data based yang belum uptodate secara cepat sesuai perkembangan.
Dasar dari bantuan sosial (bansos) Pemerintah adalah data warga yang termuat dalam Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation atau SIKS NG.
SIKS NG merupakan program Kementrian Sosial untuk menyajikan suatu data terpadu, kesejahteraan sosial, data kemiskinan yang semakin divalidasi untuk memastikan ketepatan program pengentasan kemiskinan.
Namun dalam prakteknya bansos yang tidak merata bahkan salah sasaran masih saja terjadi, hal ini bisa disebabkan adanya kemungkinan penyalahgunaan sistem maupun faktor internal seperti keterampilan petugas dan minimnya peralatan pendukung untuk mengupdate data.
Yang kedua adalah dukungan sektor swasta atau CSR Perusahaan, kami menilai hal ini lebih fleksibel dalam membantu warga masyarakat terdampak Covid-19, baik berupa bantuan jangka pendek berupa sembako maupun jangka panjang berupa permodalan usaha. Sektor swasta tidak terikat birokrasi yang rumit, namun lebih melihat fakta di lapangan dan bukti realisasi.
Keuntungan bagi perusahaan yang membantu
Wirausaha berbasis sosial dapat menciptakan jaringan bisnis berbasis massa yang secara biaya operasional lebih murah. Sehingga bagi perusahaan yang membantu pengembangan wirausaha berbasis sosial ini nantinya akan memiliki jaringan bisnis berbasis massa.
Contoh dalam skala kecil seperti Omah Difabel yang saat ini telah menyerap sekira 34 tenaga penjahit dan produktif melayani order ribuan masker tanpa harus menjadi menjadi sebuah konveksi atau garmen pada umumnya. Atau dalam skala besar kita melihat bagaimana bisnis ojek online tak harus memiliki sebuah armada transportasi pun.
Harapannya, sektor swasta atau CSR Perusahaan melihat Omah Difabel dan UKM lainnya sebagai potensi bisnis berbasis sosial, sehingga bantuan kepada masyarakat terdampak Covid-19 tak hanya sebatas pada urusan sembako saja melainkan permodalan wirausaha berbasis sosial.
Pers rilis diterbitkan oleh Lingkar Sosial Indonesia, Kamis 23 April 2020 di Omah Difabel, Jl Yos Sudarso RT 4 RW 7 Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Narahubung: Ketua Pembina Lingkar Sosial Indonesia, Kertaning Tyas, whatsapp: 085764639993