Lurah Kidul Dalem, Dr. Atiyatul Husna, SHI., MEI, menyampaikan pihaknya secara matang mempersiapkan lahirnya Posyandu Disabilitas di kelurahan yang ia pimpin. Langkahnya, mulai dari riset dan mencari rujukan tentang Posyandu Disabilitas, studi lapangan, merangkul tokoh masyarakat, pembinaan pada Kader, hingga membentuk Paguyuban Orang Tua Difabel.
Pembinaan Kader Posyandu Disabilitas Kelurahan Kidul Dalem, Senin (16/3 2024) memuat tiga materi pokok. Pertama tentang tata kelola Posyandu Disabilitas dengan 7 Meja Pelayanan Posyandu Disabilitas. Kedua, mengenal ragam disabilitas berdasarkan UU RI Nomor 8 Tahun 2016. Ketiga tentang teknik dan etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas.
Kelurahan Kidul Dalem menghadirkan narasumber ahli, Founder Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS), Ken Kerta. Diketahui, organisasi LINKSOS adalah organisasi inisiator Posyandu Disabilitas pertama di Indonesia pada tahun 2019.
Kelurahan Kidul Dalem terletak dalam wilayah administrasi Kecamatan Klojen Kota Malang. Sedangkan LINKSOS adalah pusat pemberdayaan penyandang disabilitas di Jawa Timur. Kedua lembaga ini bekerjasama mengembangkan Posyandu Disabilitas.
Tata Kelola Posyandu Disabilitas
Tata kelola Posyandu Disabilitas menggunakan 7 meja pelayanan. Meja-1, pendaftaran; meja-2, pengukuran; meja-3, pencatatan; meja-4, konsultasi, edukasi dan informasi (KIE); meja-5, layanan kesehatan; meja-6, terapi, dan meja-7, pelatihan keterampilan.
Sejumlah Kader dari Pokja Siaga, Kelurahan Siaga hadir dalam kegiatan Pembinaan Kader Posyandu Disabilitas Kelurahan Kidul Dalem. Hadir pula peserta dari tenaga kesehatan Puskesmas Arjuno.
Peserta Pembinaan Kader Posyandu Disabilitas Kelurahan Kidul Dalem mengaku tanpa kesulitan menyerap materi. Pasalnya, tata kelola Posyandu Disabilitas mengadopsi layanan Posyandu Balita yang kemudian menambahkan dengan dua meja pelayanan.
Tiga syarat pokok Posyandu Disabilitas
Posyandu Disabilitas merupakan layanan kesehatan berbasis kebutuhan ragam disabilitas. Layanan tersebut ada di tingkat desa/kelurahan, sehingga terjangkau dan mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas.
Oleh sebab itu, terdapat tiga syarat pokok Posyandu berdasarkan Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu dari Kementerian Kesehatan RI dan Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal Posyandu), 2011. Pertama, Posyandu Disabilitas ada di tingkat desa/kelurahan dan dalam naungan oleh Pemerintah Desa/Kelurahan. Kedua, pengelolaan oleh masyarakat/Kader. Ketiga, pendampingan Posyandu Disabilitas oleh Puskesmas.
Pemateri mengungkap adanya upaya baik mengadopsi layanan Posyandu Disabilitas di beberapa daerah. Namun sebab minimnya pemahaman tentang regulasi Posyandu, praktiknya tidak memenuhi tiga syarat pokok Posyandu Disabilitas. Misalnya Posyandu Disabilitas yang dikelola oleh Dinas Sosial tanpa pelibatan Puskesmas dan Kader dari masyarakat.
Bentuk penyimpangan lainnya adalah pengelolaan Posyandu Disabilitas oleh pribadi maupun komunitas tanpa melibatkan Pemerintah Desa/Kelurahan dan Puskesmas. Hingga Posyandu Disabilitas yang membuka layanan kesehatan saat ada bantuan sosial turun.
Mengenal ragam disabilitas
Pembinaan Kader Posyandu Disabilitas Kelurahan Kidul Dalem juga memuat materi seputar ragam disabilitas. Ragam disabilitas termuat dalam UU RI Nomor 8 tahun 2016. Terdapat lima ragam disabilitas, yaitu fisik, intelektual, mental, sensorik dan disabilitas ganda.
Definisi penyandang disabilitas termuat dalamPasal 1 UU Nomor 8 Tahun 2016. Penyandang Disabilitas bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Selanjutnya dalam Pasal 4 Penjelasan atas UU Disabilitas tersebut juga memaparkan definisi lebih lanjut per ragam disabilitas. Ragam disabilitas tersebut adalah fisik, intelektual, mental, sensorik dan ganda.
Pertama, Penyandang Disabilitas fisik, adalah terganggunya fungsi gerak, antara lain akibat amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi, celebral palsy (CP), akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil.
Kedua, Penyandang Disabilitas intelektual adalah terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrom.
Ketiga, Penyandang Disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain:
- psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian; dan
- disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif.
Keempat, Penyandang Disabilitas sensorik adalah terganggunya salah satu fungsi dari panca indera, antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu, dan/atau disabilitas wicara.
Kelima, Penyandang Disabilitas ganda atau multi adalah Penyandang Disabilitas yang mempunyai dua atau lebih ragam disabilitas, antara lain disabilitas runguwicara dan disabilitas netra-tuli.
Dalam definisi penyandang disabilitas terdapat istilah “dalam jangka waktu lama.” Yang dimaksud dengan “dalam jangka waktu lama” adalah jangka waktu paling singkat 6 (enam) bulan dan/atau bersifat permanen.
Teknik dan etika berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas
Pemateri membuat permainan untuk materi teknik dan interaksi dengan Penyandang Disabilitas. Peserta berkesempatan langsung simulasi menjadi seorang penyandang disabilitas.
Penyandang disabilitas fisik
Praktik pertama adalah teknik dan interaksi dengan Penyandang Disabilitas fisik. Pesan penting dalam materi ini adalah memberikan bantuan dengan persetujuan, mengkomunikasikan bentuk bantuan yang akan diberikan, menjaga kesetaraan posisi penyandang disabilitas dan non disabilitas, serta yang ketiga memahami alat bantu disabilitas sebagai satu kesatuan dari privasi penyandang disabilitas.
Penyandang disabilitas intelektual
Kemudian praktik kedua tentang teknik dan interaksi dengan penyandang disabilitas intelektual. Pesan pentingnya adalah memahami bahwa usia biologis penyandang disabilitas intelektual kerap kali tak sama dengan usia mental, menghargai penyandang disabilitas intelektual sesuai usia biologis. Penyandang disabilitas membutuhkan suasana komunikasi yang ceria, menyenangkan dan menggunakan bahasa yang sederhana.
Penyandang disabilitas mental
Ketiga praktik teknik dan interaksi dengan disabilitas mental. Prinsipnya terdapat dua sub ragam disabilitas mental. Pertama adalah psikososial seperti skizofrenia dan bipolar. Ragam disabilitas ini kerap kali disebut orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan mendapat perlakukan diskriminatif.
Beberapa catatan tentang teknik dan etika berinteraksi, perlunya menggunakan bahasa sederhana, tidak boleh menyebut disabilitas dengan sebutan berkonotasi negatif. Ketika berhadapan dengan disabilitas psikososial yang kambuh, penolong tidak perlu ceramah, setidaknya cukup menemani atau melaporkan ke bagian kesehatan jiwa Puskesmas.
Selanjutnya disabilitas mental sub ragam gangguan perkembangan, yaitu autis dan hiperaktif. Prinsip teknik dan etika berinteraksi dengan disabilitas mental secara umum sama. Terdapat tips berhadapan dengan anak autis dan hiperaktif ketika tantrum yaitu tetap tenang, tunggu reda, ajak komunikasi dan alihkan perhatian.
Penyandang disabilitas sensorik penglihatan
Keempat praktik teknik dan interaksi dengan disabilitas sensorik penglihatan. pemateri menyampaikan teknik bagaimana menyapa dan menyentuh disabilitas netra agar mengenali kita. Peserta juga mempraktekkan bagaimana menggandeng disabilitas lebih dari dua orang, menempatkan disabilitas netra untuk duduk, hingga mengarahkan disabilitas masuk kedalam mobil.
Penyandang disabilitas sensorik pendengaran
Kelima praktek teknik dan interaksi dengan disabilitas sensorik pendengaran. Berkomunikasi dengan disabilitas sensorik pendengaran atau sering disebut Tuli, tidak perlu dengan suara yang keras, Tuli sangat peka dengan gerakan, mimik muka dan gestur. Menguasai bahasa isyarat tidak mutlak dibutuhkan, melainkan bagaimana menggunakan isyarat, tanda, tulisan maupun alat bantu komunikasi lainnya sehingga antar pihak bisa saling memahami.