triple zero

NLR Indonesia Atasi Kusta dengan Triple Zero

2 minutes, 32 seconds Read
Triple Zero adalah upaya menyeluruh dalam pencegahan dan penganggulangan kusta yaitu zero transmission (nihil penularan), zero disability (nihil disabilitas) dan zero exclusion (nihil eksklusi).
Ken Kerta
Ken Kerta
Penulis

Kusta tak sekedar persoalan klinis tetapi juga masalah sosial. Minimnya pengetahuan masyarakat yang menyebabkan stigma dan diskriminasi, mempersulit eliminasi kusta secara total,” ujar Direktur NLR Indonesia Asken Sinaga. Ia mengatakan dalam pertemuan nasional pegiat kusta dan disabilitas, Rabu, 3 November 2021 silam di Kota Batu, Jawa Timur.

Pertemuan diselenggarakan NLR Indonesia. Beberapa organisasi mitra NLR hadir dalam pertemuan tersebut. Ada Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS), Forum Komunikasi Difabel Cirebon, Permata Jeneponto Sulsel, Sehati Sukoharjo Jawa Tengah, Persatuan Kusta Perjuangan Sulawesi Selatan, dan Difabel Slawi Tegal.

Latar Belakang Triple Zero

“Kami berkumpul disini untuk acara pembelajaran program NLR yaitu Mahardika atau masyarakat ramah disabilitas dan kusta, bersama tujuh organisasi mitra untuk melihat hal apa yang bisa kita gunakan dalam rangka penyusunan rencana kerja kita di tahun mendatang dalam aspek zero exclusion,” terang Asken Sinaga.

Untuk informasi, program NLR bisa dibagi dalam tiga kategori, yang pertama zero transmission atau nihil penularan, yang kedua zero disability atau nihil disabilitas. Yang ketiga zero exclusion atau nihil eksklusi.

Latar belakang pengelompokan ini, terang Asken, yang pertama mengupayakan nihil penularan. Tetapi jika nihil penularan tidak terjadi, kita upayakan nihil disabilitas, jadi orang yang mengalami kusta, bisa sembuh dan tidak mengalami disabilitas.

Jika disabilitas tidak terhindarkan misal sebab penanganan terlambat, maka kita masuk ke pendekatan ketiga, zero exclusion yaitu kita ingin memastikan bahwa orang yang mengalami kusta dan yang mengalami disabilitas tidak tereksklusi dalam kegiatan bermasyarakat.

Implementasi Triple Zero di Jawa Timur

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pembina Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) Ken Kertaningtyas, mitra NLR Indonesia di Jawa Timur, mengatakan penanganan kusta di Indonesia melalui pendekatan triple zero yaitu zero transmission, zero disability, dan zero exclusion memerlukan dukungan lintas pihak.

Seperti pendampingan yang dilakukan di Jawa Timur, bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Pasuruan, melalui Puskesmas Nguling dan Muspika setempat, LINKSOS didukung NLR Indonesia mengembangkan desa inklusi bebas kusta.

Dalam program ini, lintas sektor membentuk Tim Sosialisasi Sadar Kusta atau Kader Kusta yang beranggotakan perangkat desa, petugas puskesmas, orang yang pernah mengalami kusta dan difabel di desa setempat, tokoh agama dan tokoh masyarakat, serta warga masyarakat umum.

Menengok Angka Kusta

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut Indonesia berada di peringkat tiga dunia, jumlah warganya yang mengalami kusta setelah India dan Brazil. Menurut Kementerian Kesehatan RI, pada tahun 2019 dilaporkan 17.439 kasus baru kusta. Penyakit infeksi kronis tahunan, yang disebab Mycobacterium leprae ini menyerang kulit, saraf tepi, mukosa saluran pernafasan atas dan mata.

Penanganan kusta yang tidak tepat dan terlambat akan menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata. Sebaliknya penanganan secara benar sejak dini, dapat menyembuhkan kusta secara total tanpa mengalami resiko menjadi difabel.

Dalam skala nasional, angka kusta di Jawa Timur masuk dalam peringkat satu. Data Dinas Kesehatan Jawa Timur tahun 2019, terdapat 2.610 penderita tersebar di 38 kabupaten/kota.

Tertinggi kasus kusta ditemukan di Madura, dengan rincian sebanyak 381 orang di Sumenep, 232 orang di Sampang, dan 207 orang di Bangkalan. Selanjutnya Kabupaten Pasuruan berada di peringkat 4 tertinggi mencapai 193 penderita kusta, disusul Kabupaten Lumajang 171 penderita, dan Probolinggo 125 orang.

Similar Posts

Skip to content