Sukses Difpala (Difabel Pecinta Alam) dalam berbagai aktivitas lingkungan hidup tak lepas dari budaya collective care atau kepedulian kolektif. Ini juga sebagai rahasia sukses bagaimana para difabel dengan segala keterbatasan dan kelebihannya mampu melewati jalur ekstrim pendakian seperti Gunung Butak, Kawi dan Arjuno.
Istilah collective care kali pertama saya dapatkan dalam pelatihan keamanan holistik bersama Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPNM) pada bulan Januari 2022 di Malang. Peserta pelatihan ini berasal dari kalangan jurnalis dan aktivis, termasuk saya, Ken Kerta dari Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS).
Meski praktik collective care sebelumnya telah kami terapkan dalam tim, namun saya merasa beruntung mendapatkan konsep ini. Pascapelatihan bersama PPNM, saya berencana membuat pelatihan keamanan holistik serupa bagi anggota LINKSOS, termasuk bagi Difpala yang konsepnya menyesuaikan keamanan secara menyeluruh dan aksesibilitas.
Memahami collective care
Collective care merupakan pengembangan dari self care atau kepedulian terhadap diri sendiri. Organisasi kesehatan dunia, WHO menyebut bahwa self care adalah kemampuan individu, keluarga dan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memelihara kesehatan, dan mengatasi disabilitas dengan atau tanpa dukungan tenaga kesehatan.
Namun self care lebih bersifat personal dan individual sesuai dengan kebutuhan setiap orang, baik fisik maupun mental. Misalnya bagaimana seseorang memutuskan dirinya untuk cuti ketika merasa lelah. Sedangkan dalam collective care, mengkomunikasikan self care kepada tim sangat penting agar bisa saling mendukung.
Contoh penerapan collective care. Ketika seseorang memutuskan untuk cuti, ia akan mengkomunikasikannya dengan tim. Tujuan komunikasi tersebut agar orang lain yang menggantikan posisinya selama cuti bisa secara baik menjalankan tugas. Mengapa demikian?
Belajar dari beberapa pengalaman, orang sepulang cuti justru mendapatkan pekerjaan yang menumpuk. Dengan demikian, niatnya mau self care justru berujung stress. Artinya self care bisa tidak efektif tanpa support sistem dalam lingkungan ia berada.
Praktik sederhana collective care
Difabel Pecinta Alam (Difpala) menjalankan collective care secara sederhana. Mereka menerapkan prinsip Patsal atau Empat Saling, yaitu saling berinteraksi, saling berbagi, saling mendukung, dan saling menunggu.
Patsal 1 saling berinteraksi. Setiap anggota Difpala wajib melakukan interaksi dalam bentuk komunikasi aktif. Hal ini sangat penting dalam memaknai keragaman dalam tubuh Difpala. Misalnya bagaimana teman Tuli dengan hambatan pendengaran tidak merasa sendiri dalam sebuah pembicaraan tim. Atau bagaimana kawan Netra mampu menikmati situasi dan kondisi meski secara visual mereka tak bisa melihat. Empati dalam berinteraksi dalam hal ini sangat dibutuhkan.
Patsal 2 saling berbagi. Yang pertama berbagi tugas dan peran. Misalnya anggota difabel fisik, ia lebih banyak berkerja saat pra pendakian, di antaranya mengurus perijinan kegiatan serta menyiapkan logistik dan administrasi. Kawan Tuli yang berpengalaman biasanya menjadi pendamping pendakian. Sedangkan pendaki netra bertanggungjawab memasang tenda dan memasak. Kemudian yang kedua adalah berbagi logistik, meski masing-masing telah membawa bekal makanan ringan dan minuman, setiap anggota wajib saling berbagi.
Kemudian Patsal 3 saling mendukung. Difpala mengembangkan kepekaan terhadap perubahan kondisi baik fisik dan mental anggotanya, serta menawarkan bantuan yang dibutuhkan. Secara berkala tim melakukan istirahat dan memeriksa kondisi tim. Di luar jadwal yang ditentukan, istirahat juga boleh dilakukan sesuai kebutuhan. Jika ada yang kelelahan membawa beban logistik, maka rekan lainnya akan membantu.
Terakhir Patsal 4 saling menunggu. Mendaki gunung bukan kompetisi siapa yang duluan sampai puncak, melainkan kegiatan olah lahir dan batin sekaligus merawat alam. Demikian pula dalam penghijauan, bukan soal siapa yang terbanyak dalam menanam pohon.
Dalam kegiatan pendakian, ketika ada yang mengalami penurunan kecepatan, misal sebab lelah atau cidera, maka tim wajib menunggu. Tak seorangpun boleh meninggalkan kecuali alasan khusus dan atas persetujuan Pembina. Misalnya tim logistik jalan duluan ke pos untuk menyiapkan tenda sebagai antisipasi cuaca sekaligus menyiapkan makanan. Kondisi lainnya, jika terdapat anggota yang tidak mungkin melanjutkan perjalanan, maka terdapat tim pendamping yang menemani tinggal di tempat maupun kembali turun gunung.
Membangun budaya collective care
Budaya kerja tercipta dari aturan kerja yang komitmen dijalankan secara terus menerus. Baik aturan kerja tertulis maupun tidak tertulis sebagai standar operasional prosedur (SOP). Dalam budaya kerja, orang bahkan tak perlu lagi melakukan analisis terhadap apa yang ia lakukan. Semua telah terbentuk dan mengakar baik secara sistematik maupun struktural.
Memperkenalkan tujuan dan dampak komunitas sejak awal bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif dan cara pandang yang tepat kegiatan lingkungan hidup. Bahwa seorang pecinta alam harus memberikan kontribusi positif pada alam semesta dan cinta kasih terhadap sesama.
Tujuan utama Difpala adalah mengembangkan peran aktif difabel dalam upaya pelestarian lingkungan. Sedangkan dampak komunitas, secara internal meningkatnya kepercayaan diri dan watak cinta kasih difabel terhadap lingkungan. Kemudian dampak eksternal, adalah pulihnya keseimbangan ekosistem lingkungan.
Berangkat dari hal inilah collective care di Difpala kemudian berkembang di awal sebagai habit atau kebiasaan dalam tim. Tim kemudian memupuk dan memperdalam maknanya serta menegakkan dengan SOP sehingga menjadi budaya organisasi.
Penulis:
Ken Kerta, Pembina Difpala.