Memahami kusta sebagai ketentuan
Tadinya sempat frustasi dengan penyakit yang saya alami, kata Yudha (52 tahun), Sabtu, 9 April 2022 di Omah Difabel, Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS). Namun sekarang sudah ikhlas, saya memahami kusta ini sebagai ketentuan Allah. Saya memaknai kusta dengan melayani sesama.
Namun saya tidak memungkiri, kata bapak dari dua anak ini. Terkadang masih muncul kekhawatiran orang akan menjauh setelah mengetahui dirinya mengalami kusta. Saya mengatasi hal ini dengan beraktivitas, sehingga fikiran fokus pada kegiatan saja.
Proses Perubahan
Dokter menyatakan saya mengalami kusta pada tahun 2018. Beruntung belum terlambat pengobatan. Saat itu saya benar-benar depresi, seolah tak ada lagi gairah hidup.
Beruntung saya bertemu dengan petugas kusta di Puskesmas Lawang. Namanya bu Nanik. Orangnya baik, tak bosan memberikan saya semangat. Baik semangat hidup maupun semangat minum obat.
Bu Nanik pula yang mempertemukan saya dengan LINKSOS. Saat itu awal tahun 2020, Bu Nanik dan beberapa anggota LINKSOS termasuk Pak Ken mengunjungi saya. Ada Lurah Lawang, saat itu masih Pak Murtadji juga turut mendampingi.
Ketika itu LINKSOS memberikan bingkisan paket sembako, kisah Yudha. Dalam kesempatan tersebut, Pak Ken juga menawari saya masuk dalam kegiatan pelatihan keterampilan. Respon saya, waktu itu lebih banyak diam. Akan tetapi, pada saat itu pula harapan baru mulai tumbuh. Apalagi setelah itu Pak Ken kembali bersilaturahmi di waktu lainnya.
Di LINKSOS saya berinteraksi dengan para kader atau relawan. Dari situ bertahap saya mengambil hikmah, dan mulai memaknai kusta dengan melayani sesama.
Mempelajari hal baru
Saat ini kondisi saya jauh lebih baik. Sehari-hari selain mengurus keluarga, juga mengikuti berbagai kegiatan di LINKSOS. Belajar membuat keset, membatik, bekerja di bengkel kursi roda, mendaki gunung, penghijauan, serta belajar banyak hal bersama teman-teman penyadang disabilitas.
Di organisasi saya banyak berinteraksi dengan teman-teman penyandang disabilitas, non disabilitas, dan orang yang tidak mengalami kusta. Tidak ada stigma dan diskriminasi yang saya rasakan. Sesekali saya juga mengikuti kegiatan di Pasuruan. Setiap kegiatan LINKSOS dan NLR Indonesia untuk pemberdayaan orang yang pernah mengalami kusta atau OYPMK.
Saya tertarik dengan LINKSOS bukan ikut-ikut saja, tegas Yudha. Saya ingin belajar dan mengembangkan bakat minat. Banyak ilmu yang saya pelajari selama bergabung. Soalnya daripada kursus itu terikat. Enak bebas saja belajar di organisasi, bagi saya menyenangkan.
Kehidupan baru
Senang, LINKSOS menunjuk saya sebagai pelatih membuat keset. Tadinya nggak bisa membuat keset, lalu belajar. Setelah bisa kini giliran saya mengajari anggota lainnya.
Puskesmas Lawang juga meminta bantu saya melakukan kunjungan kerumah pasien kusta. Memberikan semangat agar mereka rutin minum obat dan memiliki kemauan untuk hidup yang lenih baik. Saat ini saya mendampingi tiga orang pasien kusta.
Saya juga bangga, mendapat kepercayaan dari Lurah Lawang, Bapak Franky Sukandari. Mengemban amanah sebagai Ketua Kelompok Inklusi Disabilitas (KID) Kelurahan Lawang.
Ingin mengembangkan organisasi
Harapan saya, semoga para Kader LINKSOS dan anggotanya makin kompak. Saya ingin organisasi ini memiliki badan usaha yang maju dan berkembang. Seperti PT atau CV, tandasnya. Kemudian di dalam badan usaha itu kawan-kawan disabilitas bekerja.
Kemudian khususnya untuk Kelurahan Lawang. Akan saya majukan melalui kegiatan KID, agar menjadi percontohan kelurahan inklusif, pungkasnya.