leprosy -Over-1-billion-people-suffer-from-Neglected-Tropical-Diseases-NCPEDP
Picture: Enabled.in

Leprosy sebagai NTDs Penyakit Infeksi yang Dilupakan

4 minutes, 58 seconds Read
Tulisan ini sekedar menceritakan kisah agar kita tidak sampai melupakannya, karena memang penyakit leprosy ini masih ada di dunia.
Johny Sulistio
Johny Sulistio
Penulis adalah Founder Rumah Ketupat Grati

Apa saja penyakit yang termasuk Neglected Tropical Diseases (NTDs)?

Menurut WHO, Neglected Tropical Diseases (NTDs) atau penyakit tropis terabaikan adalah kelompok beragam kondisi karena berbagai patogen (termasuk virus, bakteri, parasit, jamur dan racun)1.

Kelompok penyakit tersebut adalah buruli ulcer; chagas disease; dengue and chikungunya; dracunculiasis; echinococcosis; foodborne trematodiases; human African trypanosomiasis; leishmaniasis; serta leprosy (kusta).

Lainnya adalah Lymphatic filariasis (kaki gajah); mycetoma, chromoblastomycosis and other deep mycosis (penyakit jamuran); noma (borok kronis mulut); onchocerciasis (cacing mata); rabies (anjing gila); scabies (budugan) and other ectoparasites.

Berikutnya, schistosomiasis (Cacing Darah); soil-transmitted helminthiases (cacingan); snakebite envenoming (gigitan ular berbisa); taeniasis/cysticercosis (Cacing Pita); trachoma (infeksi mata); dan yaws (patek).

Penyakit-penyakit di atas marak dalam komunitas-komunitas miskin negara-negara tropis. Diestimasikan menjangkiti lebih dari satu milyar penduduk, sementara yang memerlukan intervensi pengobatan atau diagnosis dan pencegahan meliputi 1,6 milyar.

Tantangan bagi kesehatan masyarakat untuk mengatasi penyakit-penyakit diatas adalah karena penyakit tersebut berkaitan dengan kondisi lingkungan, ditransmisikan oleh serangga, dengan reservoir inang binatang lain, dan melibatkan siklus hidup yang kompleks.

Khusus buat leprosy bertambah komplek karena pengaruh stigma dan asumsi negatif serta kepercayaan-kepercayaan tertentu. Seperti percaya leprosy sebagai penyakit kutukan, penderitanya wajar mengalami penyakit tersebut karena pernah melakukan dosa di masa lalu, sehingga menderitanya merupakan cara untuk menebus dosa di dunia.

Mengapa penyakit-penyakit ini di-neglect (ditelantarkan)?

Karena hampir tidak pernah lagi membahasnya dalam kebijakan kesehatan global, bahkan di era perlindungan Kesehatan universal seperti BPJS. Ada banyak penderita leprosy tidak bisa mengaksesnya.

Sumberdaya untuk mengatasi penyakit ini pun semakin terbatas, bahkan semakin menghilang dari pendanaan global. Penderitanya pun semakin terabaikan. Mereka mengalami siklus pendidikan buruk yang terus menerus. Serta terbatasnya para profesional kesehatan yang menanganinya.

Sementara stigma dan pengasingan sosial tetap marak memperparah kondisi penyakit penderita. Keluarga penderita/masyarakat tempat penderita bermukim, bisa merasakan malu akibat asumsi ”kutukan.” Mereka ingin berusaha melupakannya, tidak ingin membahasnya, bahkan menghapuskan jejak penderita.

Kisah hilangnya jejak penderita hingga liang kubur

Kakek mertua Pam Fessler adalah veteran tentara infantri Amerika. Namanya Morris Kolnitzky. Pada usia ke-17 dia bergabung ke infantri dan bertugas di Philipina Selatan. Tepatnya di pulau Mindanao pada bulan Mei 1902.

Dia menyaksikan desingan peluru yang menghujam ke lumpur tempat dia mengendap. Sementara teman yang menjerit kesakitan karena cedera tembak juga menakutkannya. Namun ada yang tidak diketahuinya, mengintai hidup masa depan, ancaman yang tak terlihat. Ancaman yang tidak bisa berhenti oleh peluru ataupun pisau bayonet, yang kemudian merenggut jiwanya.

Makhluk amat kecil berbentuk batang, Mycobacterium Leprae, menyusup diam-diam, dan membelah diri dengan amat lambat – perlahan di tubuh Morris. Melewati masa-masa dimana Morris kembali ke Amerika, menikah dan mempunyai anak.

Dan akhirnya, makhluk kecil itu merusak saraf tepinya, berkembang menyebabkan rasa kebas pada jari-jari tangan dan kaki. Lama kelamaan jari tangannya menjadi kiting. Bahkan kuman itu merampas penglihatannya. Karena reflek kedip yang hilang dan rasa perih di kornea mata itu sirna. Morris tersingkir dari rumah dan keluarga nya di tengah malam untuk menghindarkan ”pemenjaraan”.

Hidup dalam stigma

Bertahun-tahun Morris menggelandang menyembunyikan penyakitnya di New York. Ia berjuang melawan gejala dan tabu (yang sudah menghantui ratusan tahun). Anak lelakinya yang masih belasan tahun, tidak lagi mendapatkan ayahnya sepulang dia dari sekolah.

Karena sang Ayah telah diambil paksa oleh petugas kesehatan dan mengalami isolasi. Bukan karena alasan medis yang perlu, melainkan karena alasan ketakutan dan stigma saat itu. Sang anak tidak pernah bisa membincangkan lagi perihal ayah, dan terus merahasiakan sakit ayahnya karena stigma dan malu, selama lebih dari 60 tahun. Anak Morris Kolnitzky bernama Harold Koll, yang adalah mertua Palm Fessler.

Morris digaruk petugas kesehatan pada tahun 1935. Saat itu Harold berusia 15 tahun. Dampaknya sangat berat, karena tiadanya orang yang dicintai dan menanggung beban rahasia.

Ibu Harold memaksakan Harold dan saudara-saudara sekandungnya untuk berjanji tidak pernah mengatakan kepada siapapun bahwa ayahnya Morris menderita leprosy. Ibu mengancam jika sampai bocor itu akan memporak porandakan keluarga.

Kehidupan dalam Leprosarium

Di abad 20, pusat lepra (Leprosarium) Carville, merawat para penderita Leprosy. Namun praktiknya lebih sering memenjarakan penderitanya seumur hidup. Ada yang datang sukarela karena kondisi sakit dan deformitas yang parah dan tidak tahu lagi perlu berobat kemana. Tapi banyak yang dipaksa yang bertentangan dengan kehendaknya.

Di dalam leprosarium, bukan hanya kehilangan kemerdekaan, namun juga identitas dan hak-hak sipilnya. Sampai dengan tahun 1946 mereka tidak punya hak memilih.

Saat mereka tiba di leprosarium, harus mengubah nama dengan nama alias. Dan ini berlaku juga bagi Morris Kolnitzky, namanya berubah menjadi Morris Krug. Nama alias ini yang tercantum pada batu nisan kuburan di komplek leprosarium Carville.

Namun Leprosarium ini juga menjadi tempat pengungsian, para OYPMK (orang yang pernah menderita kusta) merasa nyaman dan aman dari ancaman stigma dan pengucilan. Di balik pagar Carville, mereka membentuk komunitas yang terpisah dari dunia, berbagai latar belakang profesi yang menjadi penderita saling mendukung.

Secara sosial mereka adalah masyarakat terkucil. Namun didalam Carville mereka membentuk masyarakat inklusif, majemuk, saling menghormati dan saling menyemangati. Mereka menyadari stigma sosial jauh lebih menyakitkan dan lebih susah disembuhkan dari pada penderitaan fisik akibat leprosy.

Karangan ranting untuk sang Ayah

Sampai tahun 1998, Harold Koll (mertua Pam Feslerr) tidak pernah mengerti apa itu penyakit Hansen (nama baru yang menggantikan istilah Leprosy) dan kemana sang ayah pergi. Pada usianya yang ke-78 akhirnya Harold mengetahui fakta kebenarannya.

Harold Koll bersedia membuka diri bahwa dia keturunan penderita leprosy. Harold dan Pam mengunjungi Carville, mencoba menyaksikan saat tiga tahun terakhir Morris menjalani sisa hidupnya. Mereka mengunjungi makam, menemukan letak makam jauh di sudut. Dengan batu nisan menyembul menyendiri seolah sebuah renungan: ”bahkan setelah mati pun pasien leprosy akan terisolasi dan dilupakan.”

Harold meletakan karangan ranting-ranting pada makam ayahnya, dan memperlihatkan bahwa akhirnya dia datang memberikan penghormatan pada sang ayah. Momen yang menyayat hati, saat menyaksikan orang tua ini, selama bertahun, menemukan kembali ayahnya dan orang-orang lainnya. Dan kisahnya pasti bukan satu-satunya.

Ref: buku “Carville’s cure, Leprosy, stigma, and the fight for justice,”oleh Pam Fessler. Liveright Publishing Corp 2020.

Clarity house – Ciputat 20 April 2024

  1. Neglected tropical diseases https://www.who.int/health-topics/neglected-tropical-diseases#tab=tab_1 []

Similar Posts

Skip to content