Para difabel dan pendamping anggota Timsus Pendaki Difabel Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) menceritakan kesan dan pengalaman saat latihan mendaki Gunung Arjuna, Minggu, 6 Juni 2021 lalu. Kegiatan yang mengusung Misi Arjuno Inklusi 2021 ini sebagai bentuk adaptasi situasi dan kondisi gunung sebelum tim tersebut mendaki puncak di 3.339 mdpl.
Pertama adalah cerita dari Fuji Rahayu. Menurutnya, sebagai kader yang mendampingi difabel latihan mendaki Gunung Arjuna sangat menyenangkan. Bisa mengetahui langsung situs-situs di Gunung Arjuna, tidak hanya mendengar dari cerita saja.
“Sebagai kader yang bisa mendampingi difabel untuk latihan pendakian di Gunung Arjuna, pengalamannya sangat menyenang kan apa lagi tambah tahu tempat situs-situs di Gunung Arjuna,” tutur perempuan yang akrab disapa Bu Yayuk itu. Lanjutnya, tentang situs atau petilasan jadi tidak dengar dari cerita saja, ada yang bilang keramat atau mitos, tapi saya merasa tiap tempat yg kita singgahi mempunyai aura sendiri, tidak tahu teman-teman bagaimana, tapi perjalanan kemarin sangat menyenangkan dalam mendampingi difabel.
Perempuan yang sudah pernah mendaki Gunung Butak dan Gunung Kawi tersebut juga mengatakan bahwa semua anggota timsus menjadi lebih kompak dan sabar. “Sesuai peraturan pengarahan Ketua LINKSOS, tandasnya. Semoga semua teman-teman dan saya di beri kesehatan, diberkahi oleh Allah, kita satu tim bisa mencapai apa yang kita inginkan dengan ridho Allah amin,” pungkasnya.
Penuturan kedua dari Sri Ekowati. pendamping difabel. Dalam pendakian ini ia mendampingi Kholil, difabel netra. Ada hal-hal baru yang dirasakan beliau seperti teman-teman baru yang ikut latihan mendaki, kerjasama yang baik dan selalu mengikuti arahan, serta saling memberi motivasi.
“Alhamdhulilah kemarin saya bersama teman-teman Difpala, mulai latihan pendakian di Gunung Arjuna, sampai di petilasan Abiyasa,” tutur Bu Eko, sapaan akraabnya. Kebahagiaan aku rasakan dari candaan saat mereka di jalan bercerita, kebersamaan, dan kekeluargaan.
Ini adalah ciri khas keluarga LINKSOS, walaupun ada teman baru, tandas Bu Eko. Seperti Heru, dia anak cepat tanggap dengan kondisi medan, kerjasamanya baik, selalu ikuti arahan dari kita, bisa memotivasi teman-teman yang lain sabar, dan tidak sombong. Kalau mbak Sinta pelan-pelan nanti bisa mengikuti kita, karena dia pemula di sini. Alhamdulillah teman-teman kemarin bisa menyesuaikan keadaan dan menghargai sesama pendamping.
Pendampingan saat ini juga tidak seperti biasanya, karena Kholil tidak monoton berjalan, dia selalu ingin mengabadikan setiap momen yang ia lewati jadi aku harus belajar memvideo agar aku bisa membantu.
“Kalau untuk latihan besok, berangkat lebih pagi mengingat cuaca saat ini, perlengkapan lebih dilengkapi terutama kebutuhan pribadi. Harapan saya seandainya kita nantinya muncak kita udah siap dengan kebutuan masing-masing, kekompakan dan kerjasama tetap kita jaga bersama,” pesan Bu Eko.
Cerita berikutnya dari Priyo Utomo, difabel daksa. Ia menceritakan perubahan baik yang ia alami selama bergabung dalam Timsus Pendaki Difabel serta menyampaikan beberapa masukan.
“Dulu saya memiliki phobia ketinggian bila ada di lereng, jembatan, dan bangunan tinggi, namun dari pengalaman-pengalaman mendaki Gunung Buthak, Gunung Kawi, dan latihan mendaki Gunung Arjuna saya sudah mulai berani dan fisik siap,” tutur Priyo sapaan akrabnya. Karena setiap pendakian saya mengevaluasi hasil saya pendakian untuk mengurangi cidera dan tidak merepotkan teman satu tim.
Lanjutnya, yang saya pelajari dari dari beberapa pendakian. Pertama, menyesuaikan langkah dan nafas supaya saat jalan menanjak kita tidak kehabisan napas. Kedua, ritme saat melangkah dibuat sesantai mungkin supaya pergelangan kaki dan lutut tidak mengalami cidera. Ketiga, tidak membawa beban maksimal saat pendakian, contoh 60% beban barang pribadi saat pendakian sudah termasuk obat dan logistik, dan 20% barang tim.
“Kesan saat saya berlatih pendakian saya dapat belajar banyak di situs-situs di Gunung Arjuna, saat melihat orang lain mendaki kelelahan saya teringat pertama saya mendaki gunung, disebabkan kurangnya kesiapan fisik yang menyebabkan mudah lelah. Juga mendaki gunung membuat saya ketagihan,” pungkas Priyo.
Penulis: Cakrahayu Arnavaning Gusti