
Suatu hari, di tengah hutan yang lebat, Keledai dan Harimau berjalan beriringan. Angin berhembus lembut, menggoyangkan dedaunan dan rerumputan yang hijau segar. Tiba-tiba, Keledai berhenti dan menatap rerumputan di sekelilingnya.
Perdebatan soal warna rumput
“Rumput ini sungguh indah, warnanya biru,” katanya dengan nada yakin.
Harimau, yang mendengar perkataan itu, mengernyitkan dahi. Ia menatap rumput di bawah kakinya, lalu menatap Keledai dengan heran.
“Tidak, Keledai. Rumput itu hijau, bukan biru,” katanya sabar.
Keledai menggeleng kuat. “Kau salah! Rumput ini biru. Aku sudah melihatnya sepanjang hidupku!”
Harimau menghela napas. “Kau pasti bercanda, Keledai. Lihatlah sekeliling. Semua hewan di hutan ini tahu bahwa rumput berwarna hijau.”
“Tidak! Rumput itu biru!” sergah Keledai dengan suara meninggi.
Perdebatan pun pecah. Kancil, Gajah, dan beberapa hewan lain berkumpul, mencoba melerai. Tapi Keledai tetap ngotot, dan Harimau mulai kehilangan kesabaran.
“Baiklah, jika kau begitu yakin, ayo kita tanyakan pada Hakim Hutan,” kata Harimau.
Keledai setuju, dan mereka pun pergi menghadap Raja Singa, pemimpin hutan yang bijak.
Keputusan Hakim
Di hadapan Raja Singa yang duduk gagah di atas singgasananya, Keledai berbicara lebih dulu.
“Tuan Raja, saya dan Harimau punya perbedaan pendapat. Menurut saya, rumput berwarna biru, tapi Harimau dengan keras kepala mengatakan rumput itu hijau!”
Raja Singa menatap keduanya sejenak, lalu dengan suara tegas berkata, “Harimau, kau bersalah. Hukumanmu adalah puasa bicara selama tiga hari.”
Harimau terkejut. Ia menatap Raja Singa dengan bingung.
“Tapi, Tuan Raja! Rumput itu memang hijau! Mengapa saya yang dihukum?” tanyanya dengan nada protes.
Keledai tersenyum puas. Dengan pongah, ia melompat-lompat kegirangan dan berkata, “Lihat! Aku benar! Rumput itu biru! Bahkan Raja kita mengakuinya!”
Keledai pun pergi dengan hati penuh kemenangan, meneriakkan, “Rumput itu biru! Rumput itu biru!” di sepanjang jalan.
Pelajaran Berharga
Setelah Keledai pergi, Harimau tetap tinggal di hadapan Raja Singa. Dengan penuh kebingungan, ia bertanya, “Tuan Raja, saya tidak mengerti. Bukankah rumput memang hijau?”
Raja Singa mengangguk pelan. “Ya, Harimau. Rumput memang hijau.”
“Jika begitu, mengapa saya dihukum?” tanya Harimau, masih tak percaya.
Raja Singa menarik napas dalam sebelum menjawab, “Kau dihukum bukan karena salah, tapi karena melakukan tiga kesalahan besar. Pertama, kau membuang-buang waktumu berdebat dengan makhluk bodoh yang tak mau menerima kebenaran. Kedua, kau ragu pada kebenaran yang kau yakini. Dan ketiga, kau menyita waktuku untuk hal yang tidak penting.”
Harimau terdiam, merenungkan kata-kata Raja Singa. Ia menyadari betapa bodohnya dirinya karena membiarkan emosinya terbawa dalam perdebatan yang tak akan menghasilkan apa pun.
Sejak hari itu, Harimau belajar satu hal penting: tak ada gunanya berdebat dengan mereka yang menolak melihat kenyataan. Sebab, bagi mereka, kebodohan bukanlah ketidaktahuan, melainkan kebanggaan.
Renungan Pribadi
Kisah ini mengingatkanku pada pengalaman pribadi. Baru-baru ini, aku pun seperti Harimau, menghabiskan waktu dan energi melayani mereka yang enggan memahami. Mereka mencerca dan menyerang, bukan karena benar, tetapi karena keras kepala dalam kebodohannya.
Kini aku sadar, tidak semua pertarungan layak diperjuangkan. Kadang, lebih baik diam dan melangkah pergi daripada tenggelam dalam perdebatan sia-sia. Sebab, pada akhirnya, mereka akan tetap berseru, “Rumput itu biru!”
Dan aku? Aku akan terus berjalan tanpa perlu membuktikan apa pun.