Formulir F-1.01 Dukcapil Tidak Relevan untuk Pendataan Penyandang Disabilitas

Form F-1.01 Tidak Relevan untuk Mendata Penyandang Disabilitas

6 minutes, 36 seconds Read
Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) menyoroti penggunaan istilah cacat dalam Formulir F-1.01 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Selain itu, form juga tidak relevan untuk pendataan penyandang disabilitas. 
Ken Kerta
Ken Kerta
Founder Lingkar Sosial Indonesia

Formulir Biodata Keluarga atau Form F-1.01 menjadi dasar seluruh data kependudukan di Indonesia. Dengan demikian form ini sangat penting untuk menentukan akurasi dan validasi data kependudukan. Namun sayangnya, form ini tidak relevan dengan kebutuhan pendataan saat ini khususnya bagi penyandang disabilitas.

Founder Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS), Ken Kerta menyampaikan persoalan Formulir F-1.01 ini dalam dialog RRI Malang. Dialog bertajuk “Perekaman e-KTP bagi Penyandang Disabilitas. Dialog secara on air by phone, pada hari Selasa, 9 Juli 2024.  

Bersama presenter, Argha Saputra, dialog menghadirkan tiga narasumber. Pertama Kepala Dispendukcapil Kota, Ir. Dahlia Lusi Ratnasari, MM. Kedua Founder LINKSOS, Ken Kerta, dan ketiga, Ketua Forum Inklusi Kota Batu (FIK BATU), Mardi Setia Ningsih, SH. 

Apa itu Formulir F-1.01? 

Formulir F-1.01 adalah formulir yang digunakan dalam pelayanan pendaftaran kependudukan di Indonesia. Formulir ini merupakan formulir untuk mendaftarkan diri sebagai penduduk yang akan diakui sebagai Warga Negara Indonesia.

Formulir ini digunakan untuk beberapa keperluan kependudukan. Keperluan tersebut mulai dari mengurus Kartu Keluarga, KTP, Kartu Identitas Anak, perpindahan penduduk hingga layanan orang asing.1

Dengan demikian, Formulir F-1.01 menjadi dasar seluruh dokumen kependudukan. Dokumen tersebut setelah menjadi KK dan KTP kemudian menjadi dasar pendataan oleh organisasi/badan lainnya, seperti Pemerintah Desa/Kelurahan, Dinas Sosial, Badan Pusat Statistik, dan lainnya. 

Pendek kata Formulir F-1.01 sangat penting dan strategis sebagai data dasar. Namun konsekuensinya, jika data dasar tersebut salah atau tidak akurat akan berdampak pada salahnya data-data lainnya. Khususnya dalam hal ini, LINKSOS menyoroti persoalan data penyandang disabilitas. 

Kesalahan Formulir F-1.01

Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) menyoroti penggunaan istilah cacat dalam Formulir F-1.01 yang digunakan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Formulir F-1.01 masih mengacu pada UU RI nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat, padahal UU tersebut sudah tidak berlaku. Indikator dari acuan tersebut adalah penggunaan istilah penyandang cacat dalam Formulir F-1.01. 

UU RI Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas telah menggantikan UU Penyandang Cacat. Dalam hal ini, persoalannya bukan sekedar istilah cacat ataupun disabilitas, melainkan cara pandang dan klasifikasi ragam disabilitas. 

Cara pandang berdampak kepada stigma, sedangkan klasifikasi ragam disabilitas berdampak pada akurasi dan validasi pendataan. Selanjutnya akurasi dan validasi pendataan menjadi dasar program pelayanan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. 

Data yang tidak akurat dan tidak valid menyebabkan program tidak tepat guna dan tidak tepat sasaran. Persoalannya, data penyandang disabilitas yang dihasilkan oleh Formulir F-1.01 tidak akurat. 

Form-F-1.01-Dukcapil-Tidak-Relevan-untuk-Pendataan-Penyandang-Disabilitas

Letak Kesalahan Formulir F-1.01

Formulir F-1.01 mengklasifikasi penyandang disabilitas berdasarkan UU Penyandang Cacat. Jenis kecacatan dalam UU RI Nomor 4 Tahun 1997 tersebut meliputi cacat fisik, cacat mental serta cacat fisik dan cacat mental. Sedangkan dalam UU Penyandang Disabilitas, ragam disabilitas meliputi disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas mental, sensorik dan disabilitas ganda. 

Lebih rinci lagi, di dalam Formulir F-1.01 terdapat kolom Kelainan Fisik/Mental, dan Penyandang Cacat. Pilihan untuk kelainan Fisik/Mental adalah Tidak Ada dan Ada. Sedangkan pilihan untuk Penyandang Cacat adalah Cacat Fisik, Cacat Netra/Buta, Cacat Rungu/Wicara, Cacat Mental/Jiwa, Cacat Fisik dan Mental, Cacat Lainnya. 

Ada beberapa ragam disabilitas yang tidak terakomodasi dalam Formulir F-1.01, diantaranya disabilitas intelektual dan disabilitas ganda/multi. Untuk disabilitas ganda, formulir hanya mencatat fisik dan mental. Padahal masih ada disabilitas ganda lainnya, misalnya fisik-rungu, rungu- netra, intelektual-fisik, dan lainnya. 

Sedangkan ragam disabilitas intelektual, dalam Formulir F-1.01 kerap kali tercatat sebagai cacat mental/jiwa. Padahal klasifikasi dan kebutuhan ragam disabilitas intelektual dan mental itu berbeda. 

Memuat stigma

UU Penyandang Cacat dan UU Penyandang Disabilitas memiliki paradigma yang berbeda. Cacat berarti kelainan, sehingga orang yang mengalami cacat sering disebut sebagai orang tidak normal. Selanjutnya, sebab dianggap mengalami kelainan, maka program yang dihasilkan adalah rehabilitasi dan bantuan sosial. 

Sedangkan disabilitas, maknanya terkait dengan keterbatasan dan hambatan interaksi. Cara pandang ini kemudian melahirkan kebijakan yang bersifat memberikan akomodasi yang layak untuk mengatasi keterbatasan dan menghilangkan hambatan. 

Pendek kata, istilah cacat memuat stigma, sehingga keluarga menganggap anak/anggota keluarga dengan disabilitas sebagai aib sebab dianggap tidak normal. Lalu mereka menutupi keberadaannya, bahkan ada pula yang tidak mendatakan dirinya sebagai penyandang disabilitas dalam berbagai program pendataan karena malu.

Dampak dari penyandang disabilitas yang tidak terdata sebagai penyandang disabilitas adalah tidak terpenuhi hak-haknya sebagai penyandang disabilitas. 

Masalah pendataan nasional dan saran

Seluruh Dukcapil di Indonesia menggunakan desain Formulir  F-1.01 yang sama, dengan demikian masalah pendataan ini adalah masalah nasional. Hal ini kemudian yang menjadi salah satu sebab mengapa selama ini data disabilitas tidak akurat. Bahkan data antar organisasi perangkat daerah (OPD), badan/lembaga berbeda. Misalnya perbedaan data antara Dinas Sosial dan BPS. Belum lagi perbedaan data pemerintah dengan data yang dihimpun oleh kelompok masyarakat, misal Posyandu Disabilitas dan komunitas penyandang disabilitas. 

Terdapat pula fenomena lainnya, di beberapa tempat masih terdapat pemerintah desa/kelurahan dan kecamatan yang belum memiliki data penyandang disabilitas. Akibatnya, ketika ada keperluan data, mereka masih harus mendata dulu, bahkan  bertanya kepada komunitas/kelompok disabilitas. 

Padahal, berkat inovasi dan kemajuan teknologi, saat ini pencatatan kependudukan bisa dilakukan di tingkat kecamatan dan desa. Maka, seharusnya data-data tersebut telah tersedia. 

Terkait hal tersebut, LINKSOS menyampaikan dua saran. Pertama, Formulir  F-1.01 harus segera di-upgrade. Riilnya, klasifikasi ragam disabilitas dalam Formulir  F-1.01 harus sesuai dengan sesuai UU RI nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Saran kedua, tampilan Kartu Keluarga ( KK), hendaknya menampilkan informasi ragam disabilitas. Hal ini akan menjadi solusi praktis kesenjangan data yang terjadi selama ini. Seluruh organisasi perangkat daerah, badan dan lembaga, semuanya akan mengacu pada satu data yang tersedia di KK.

Bimtek disabilitas bagi perangkat Dukcapil

Selanjutnya, saran ketiga adalah meningkatkan kapasitas perangkat Dukcapil tentang disabilitas. Perangkat Dukcapil harus mengetahui tentang dasar pengetahuan tentang disabilitas agar dapat melakukan pendataan secara benar. 

Beberapa materi wajib untuk meningkatkan kapasitas perangkat Dukcapil tentang disabilitas, diantaranya ragam disabilitas, paradigma disabilitas, teknik dan etika interaksi serta dasar bahasa isyarat. Teknisnya Dukcapil mengadakan bimtek disabilitas bagi perangkatnya. 

Agar tepat materinya, Dukcapil penting bekerjasama dengan organisasi penyandang disabilitas yang memiliki fokus terhadap edukasi masyarakat. Hal ini mengingat, masih adanya pemateri dari kalangan pemerintah itu sendiri bahkan akademisi yang masih menggunakan istilah cacat, tidak normal, orang kurang beruntung dan diksi negatif lainnya yang dialamatkan kepada penyandang disabilitas. 

Salah satu organisasi yang fokus terhadap edukasi masyarakat berbasis sosial dan HAM Disabilitas adalah Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS). Praktik baik organisasi ini, sejak tahun 2022, telah melatih beberapa unit pemerintahan, swasta, dan organisasi kemasyarakatan tentang kesadaran disabilitas2

  1. Persyaratan dan Formulir https://dispendukcapil.malangkota.go.id/index.php/persyaratan-dan-formulir/ []
  2. Pusat Pemberdayaan Disabilitas https://lingkarsosial.org/ []

Similar Posts

Skip to content