Sebagai informasi, berdasarkan Supas 2015 dan Susenas 2018, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia berkisar antara 21 hingga 30 juta jiwa. Dalam hal ini untuk melindungi hak penyadang disabilitas di segala sektor kehidupan, negara telah mengesahkan dua UU dan 11 PP dan Peraturan Menteri
“Peraturan Pemerintah nomor 70 tahun 2019 telah mewajibkan pemerintah mengarusutamakan inklusi disabilitas dalam perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi kebijakan dan pembangunan, serta pelibatan penyandang disabilitas dan organisasinya,” papar salah satu dari 13 orang pendiri Formasi Disabilitas, Joni Yulianto, dalam deklarasi forum tersebut melalui zoom, jumat, 7 Mei 2021.
Dalam kegiatan daring yang dihadiri ratusan peserta dari perwakilan organisasi disabilitas, pemerhati, media dan jaringan mitra pembangunan ini, Joni menegaskan bawa upaya ini bertujuan memberikan keterbukaan ruang bagi keterlibatan difabel dalam monitoring dan verifikasi pemenuhan hak di setiap sektor kehidupan.
Pendiri Sigab Indonesia sekaligus senior advisor AIPJ2 untuk inklusi disabilitas yang mengkoordinir penyusunan dokumen Disability Right Indikator ini juga memaparkan bahwa substansi indikator tersebut agar pemerintah tak hanya dilihat dari kegiatan / program yang dilakukan, tetapi hingga pada menyempitnya ketimpangan antara difabel dan non-difabel di berbagai sektor seperti pendidikan, pekerjaan, akses keadilan, dan sebagainya.
“Untuk itulah demi mengefektifkan perkembangan dan kemajuan pemenuhan hak difabel, perlu adanya sebuah forum yang dapat menjaga keberlanjutan inisiatif pemantauan, termasuk pengembangan alat pemantauan, serta diseminasi hasil pemantauannya,” pungkas Joni.
Info terkait: Menengok Dokumen Indikator Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Yayasan Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (Perdik) Makasar, Ishak Salim menjelaskan penyusunan Disability Rights Indikator (DRI) mengacu pada artikel dalam konvensi pemenuhan hak penyandang disabilitas, yang selanjutnya diturunkan kepada indikator pencapaian pemenuhannya, baik secara struktur, proses, maupun hasilnya,
“Indikator dan alat pemantauan ini mungkin belumlah ideal, karena perlu melewati proses ujicoba dan penerapan untuk melihat efektifitasnya dalam memandu inisiatif pemantauan,maka sangat diperlukan keterlibatan berbagai pihak dalam modifikasi DRI ini nantinya,” terang Ishak.
Sementara itu, Direktur LBH Disabilitas, Hari Kurniawan, menyampaikan bahwa ada enam hal penting yang akan dikerjakan oleh Formasi Disabilitas.
“Yang pertama adalah mengembangkan, mendiseminasikan dan menyosialisasikan indikator dan alat pemantauan pemenuhan hak penyandang disabilitas,” terang Wawa sapaan akrabnya. Kedua, menyelenggarakan penguatan kapasitas jaringan organisasi penyandang disabilitas, masyarakat sipil, lembaga HAM, serta lembaga negara lainnya dalam hal pemantauan pemenuhan hak-hak disabilitas.
Yang ketiga, mengkoordinasikan pemantauan hak-hak disabilitas yang diselenggarakan oleh masyarakat sipil dan mensinergikan proses dan hasilnya kepada pemerintah dan lembaga terkait lainnya. Kemudian keempat, mensinergikan proses serta hasil pemantauan dan evaluasi hak penyandang disabilitas kepada pemerintah dan lembaga negara lainnya.
Kelima, mendiseminasikan dan menyosialisasikan hasil-hasil pemantauan dan evaluasi kepada masyarakat dan pemerintah. Dan terakhir, melakukan advokasi kebijakan di tingkat pusat terkait hasil pemantauan pemenuhan hak-hak disabilitas.
Forum ini bersifat terbuka bagi organisasi penyandang disabilitas, individu, maupun mitra pembangunan yang memiliki komitmen baik melakukan, atau mendukung inisiatif pemantauan pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia, independen, non diskriminasi dan kesetaraan gender, serta kolektif kolegial. Informasi lebih lanjut tentang forum ini bisa diakses melalui www.formasidisabilitas.id (Ken)