Menyusup diantara suara alam (23/1) di Coban Misteri Supit Urang, tiga orang difabel yang bergabung dalam kelompok musik Decovid sedang saling menyelaraskan nada. Mereka adalah anggota Pokja Pemuda Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) yang sepakat menginisiasi Gerakan Musik Malang Inklusif.
Latar belakang adanya Decovid, yang pertama secara organisasi adalah realisasi dari kebijakan LINKSOS yang termuat dalam Pokja Pemuda, divisi edukasi dan kepemudaan LINKSOS yang menfasilitasi pengembangan bakat dan minat anggotanya. Didalam pokja tersebut terdapat berbagai macam keahlian difabel, termasuk diantaranya di bidang musik.
Sedangkan nama Decovid diambil untuk mengingatkan situasi pandemi saat ini. Di tengah krisis ekonomi dampak wabah, difabel harus harus tetap bekerja dan berjuang untuk mengurangi resiko paparan Covid. Dengan adanya kegiatan bermusik, selain untuk menyalurkan bakat dan minat, jika kualitas musiknya bagus tentu berpeluang secara ekonomi.
Yang kedua, secara umum berkaitan dengan latar belakang gerakan musik Malang inklsuif yaitu belum adanya kesempatan yang setara di dunia hiburan antara pelaku musik difabel dengan masyarakat musik lainnya.
Malang bak lautan konser utamanya saat sebelum pandemi, juga terdapat puluhan grup band hingga terdapat Museum Musik Indonesia. Namun peran aktif difabel dalam kancah permusikan masih minim.
Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) mulai mendorong inklusivitas dunia hiburan di Malang sejak tahun 2016, ditandai dengan partisipasi grup musik difabel di Festival 1001 Durian Gratis di Pasuruan, beberapa even musik di Agrowisata Petik Madu, pentas Jimbe Tuli di CFD Jalan Ijen Malang (2017), serta konser musik di Taman Krida Budaya Jawa Timur, Kota Malang (2018).
Even terakhir di Taman Krida Budaya bertajuk Pentas Seni dan Apresiasi Karya Difabel untuk merayakan Hari Disabilitas Internasional tersebut didukung oleh lintas kelompok musik di Malang, diantaranya Musik Malang Bersatu, Voice of Malang, dan Antz Studio. Belasan organisasi difabel di Malang Raya juga para sponsor juga bergabung dalam even tersebut.
Tak mudah memang, butuh waktu dan perjuangan untuk mewujudkan kesetaraan dalam dunia seni, musik khususnya bagi difabel, penyebab utamanya adalah stigma atau pandangan negatif.
Stigma bahwa difabel dianggap tidak mampu. Stigma difabel dianggap merepotkan dan menambah biaya jika diajak konser bersama.
Selain stigma faktor lainnya bisa disebabkan kalah bersaing secara kualitas dalam pasar musik, serta minimnya strategi pemasaran.
Harapan kedepan, Decovid mampu menjadi ujung pergerakan bagi terbukanya kesempatan bagi kelompok-kelompok musik difabel. Hal ini berdasar LINKSOS sebagai empunya pergerakan berjejaring secara luas dengan lintas komunitas dalam sekup lokal Malang maupun nasional.
Terakhir, Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) mengundang difabel musisi dan vokalis untuk terlibat aktif dalam Gerakan Musik Malang Inklusif. Caranya sangat mudah, datang saja ke Omah Difabel untuk diskusi lebih lanjut, dengan protokol kesehatan pandemi berlaku. (Ken)
1,38 menit bersama Decovid LINKSOS: