Sejak tahun 2017 saya mengenal Anita, perempuan dengan disabilitas fisik. Ia lahir pada tahun 1977. Pengguna kursi roda ini selalu ceria apabila bertemu denganku. Namun baru tahun 2018 saya mulai menyadari bahwa ia adalah seorang penulis.
Tepatnya di acara Pentas Seni dan Karya Difabel dalam peringatan Hari Disabilitas Internasional. Sebuah acara tahunan Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS). Acara berlokasi di Taman Krida Budaya Jatim, Kota Malang. Saat itu, Anita naik ke panggung membawakan puisi ciptaannya. Seorang relawan LINKSOS membantu membacakannya.
Anita di beranda fb-ku
Waktu terus berjalan. Rupanya postingan Anita sering lewat di beranda facebookku. Tentang puisi dan kisah-kisah pendek. Kutemukan pula postingan soal buku puisi dan novel. Aku pun tertarik, lalu menghubunginya.
“Iya mas, saya sudah mulai menerbitkan buku puisi, karya-karya puisiku saya kumpulkan sebagai antologi,” terangnya melalui pesan whatsapp.
Ia sangat responsif ketika menerima pesan whatsapp. Namun ketika diajak berbicara ia kesulitan menjawab. Bahkan pemilik nama lengkap Syamsu Anita F ini juga mengalami hambatan gerak. Setiap harinya, ia menggunakan kursi roda dan memerlukan asisten untuk mendorong kursinya.
Tantangan dalam penulisan novel
“Untuk naskah biasanya saya ketik dan simpan di memo hape Pak,” terang Anita. Setelah naskah mentah rampung baru saya salin ke aplikasi word buat direvisi.
Pernah dulu ketika habis revisi, entah kepencet atau apa ternyata file naskah hilang. Otomatis saya harus kerja dua kali, tuturnya. Maka untuk menjaga file itu tidak hilang, biasanya tiap kali setelah melakukan revisi, saya mengirim file itu ke whatsapp adik atau ke orang yg dipercaya. Sedangkan untuk mengirim naskah ke penerbit, semua saya lakukan sendiri melalui pesan whatsapp.
Sedangkan tantangan dalam menulis diantaranya susah menemukan alur dalam cerita, writer’s block sering saya alami,” terang Anita.
Tantagan lainnya adalah saat riset untuk ide cerita. Walau pada dasarnya novel itu bersifat fiksi, tapi ada beberapa poin kisah atau pengalaman nyata yang saya selipkan. Disitu saya harus bisa mengerti dan mendalami perasaan dari narsum.
Bersekongkol untuk kebaikan
Syamsu Anita juga aktif berorganisasi. Ia anggota LINKSOS, namun ia juga aktif di organisasi disabilitas perempuan. Jiwa aktivis membuatnya pantang menyerah di segala kondisi.
Pernah pada suatu waktu, Anita saya ajak “bersekongkol” untuk memberikan edukasi kesadaran disabilitas pada panitia sebuah acara. Begini ceritanya:
“Mbak, acara nanti diadakan di lantai dua, tapi tanpa lift,” bisikku. Saya berjongkok, sementara ia duduk di kursi roda.
Tapi tenang saja, nanti jika berkenan njenengan saya bantu, jika perlu nanti kugendong, bisikku lebih lanjut sambil menatap ibunya. Ya, saat itu saya memerlukan dua ijin. Pertama dari Anita, kedua dari ibunya yang mendampingi.
“Nggak apa ya, ini untuk memberikan edukasi kepada panitia bahwa penyandang disabilitas memiliki kebutuhan aksesibilitas,” jelasku.
Anita mengangguk. Ibunya juga setuju. “Ya Pak Ken, nggak apa-apa, Anita sudah biasa,” tutur ibunya.
Kesiapan Anita tentu sudah kuprediksi. Saya begitu meyakini, orang seperti Anita terlatih untuk adaptif dengan berbagai kondisi.
Skenario berjalan sesuai rencana. Saat itu adalah kegiatan digelar oleh malanggleerrr.com, sebuah lapak online di Kota Malang. Founder Malang malanggleerrr.com, namanya Wahyu Eko Setiawan atau Sam Wes nampak gugup. Ia tak pernah menyangka, ada penyandang disabilitas masuk ke evennya dengan cara digendong.
Sementara saya pasang muka tenang saja. Lakon berlanjut, seakan untuk menebus rasa bersalah, panitia memborong buku-buku Anita. Alhamdulillah.
Saatnya setara
Anita terus berproses. Saya pun terus mendorong keterlibatannya dalam even-even jaringan LINKSOS. Selanjutnya proses pun membuahkan hasil. Anita kemudian berkesempatan bergabung di even yang lebih besar.
Even tersebut adalah peringatan Hari Pelanggan Nasional Tahun 2020 yang diselenggarakan Diskopindag Kota Malang di Gedung Kartini. Karya-karya Anita bersanding dengan 150 pelapak terbaik yang tergabung di malanggleerrr.com.
“Senang banget, kita penyandang disabilitas mendapat kesempatan dan tempat sejajar dengan warga Malang pada umumnya,” ungkapnya. Semoga kedepan Malang tetap inklusi dan ramah disabilitas. Terimakasih juga kepada Sam Wes atas kesempatan yang diberikan.
Dalam kesempatan itu, Ibu Widayati istri Walikota Malang juga singgah di stand Anita. Ia berharap even tersebut akan membantu pemasaran novel-novelnya.
Berjuang melalui tulisan
“Dari dua novel yang telah terbit berkisah tentang kehidupan disabilitas fisik, yang jelas sangat dekat dengan keseharian saya,” tutur Anita. Kedepannya, insya Allah saya juga ingin mengangkat tentang kehidupan teman-teman disabilitas lainnya, seperti tuli dan netra.
Tujuan saya mengangkat cerita difabel tak lain karena saya ingin masyarakat lebih mengenal dan tahu kehidupan kami, ungkapnya.
Selama dua tahun ini ia telah menghasilkan beberapa buku. Buku-buku tersebut adalah empat antologi puisi tunggal, masing-masing berjudul Jingga Rindu Berserakan, Bulir-bulir Berpuisi, Serpihan Rasa, dan Penggalan Kisah.
Kemudian tiga antologi puisi gabungan, masing-masing berjudul Halaman Puisi, Jomlo, dan Sajak untuk Mawar Hitam. Juga satu antologi cerpen gabungan yang berjudul 25 Kisah Sahabat Nabi.
Sedangkan untuk novel, dua karyanya berjudul Ketika Cinta itu Kudamba, dan Aura Lesta.
Bagi yang berminat dengan karya-karya Anita, bisa cek di https://www.malanggleerrr.com/store/etalase_anita/. Beberapa karya anita juga dimuat dalam website LINKSOS di www.lingkarsosial.org. Tak hanya tulisannya, dalam laman tersebut juga termuat beberapa karya penyandang disabilitas.