Bhandagiri adalah rangkaian gunung-gunung yang menyerupai ikatan dengan episentrum Malang Raya. Di dalam kawasan Bhandagiri terdapat 8 (delapan) gunung berapi yaitu Gunung Arjuno, Gunung Welirang, Gunung Kelud, Gunung Kawi, Gunung Butak, Gunung Semeru, Gunung Bromo dan Gunung Penanggungan.
Bhandagiri berasal dari dua suku kata, yaitu: Bhanda, yang berarti sabuk pengikat/dikelilingi, dan Giri yang berarti Gunung. Maka, Bhandagiri bisa diartikan sebagai sebuah daerah yang disabuki/ dikelilingi gunung. Kawasan ini menjadi target pendakian, eksplorasi pengetahuan dan pengabdian masyarakat Difpala atau Difabel Pecinta Alam melalui Misi Bhandagiri.
Artikel ini memuat informasi lokasi gunung, ketinggian, letusan, habitat flora fauna, suhu, heritage, wisata pendukung dan menyinggung sejarah maupun mitos yang ada. Informasi dihimpun dari Wikipedia dan berbagai sumber.
Gunung Arjuno
Gunung Arjuno adalah sebuah gunung berapi kerucut (istirahat) di Jawa Timur, Indonesia dengan ketinggian 3.339 m dpl. Secara administratif Gunung Arjuno terletak di perbatasan Kota Batu, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pasuruan. Gunung ini berada di bawah pengelolaan Taman Hutan Raya Raden Soerjo.
Gunung Arjuno merupakan gunung tertinggi kedua di Jawa Timur setelah Gunung Semeru, serta menjadi yang tertinggi keempat di Pulau Jawa. Biasanya gunung ini dicapai dari tiga titik pendakian yang cukup dikenal yaitu dari Lawang, Tretes dan Batu.
Nama Arjuno berasal dari salah satu tokoh pewayangan Mahabharata, Arjuna.
Gunung Arjuno bersebelahan dengan Gunung Welirang, Gunung Kembar I, dan Gunung Kembar II. Puncak Gunung Arjuno terletak pada satu punggungan yang sama dengan puncak gunung Welirang, sehingga kompleks ini sering disebut juga dengan Arjuno-Welirang.
Kompleks Arjuno-Welirang sendiri berada di dua gunung berapi yang lebih tua, Gunung Ringgit di timur dan Gunung Lincing di selatan. Area fumarol dengan cadangan belerang ditemukan di sejumlah lokasi pegunungan ini, seperti pada puncak Gunung Welirang, puncak Gunung Kembar II, dan pada sejumlah jalur pendakian.
Gunung Arjuno merupakan salah satu tujuan pendakian. Di samping tingginya yang telah mencapai lebih dari 3000 meter, di gunung ini terdapat beberapa objek wisata. Salah satunya adalah objek wisata air terjun Kakek Bodo yang juga merupakan salah satu jalur pendakian menuju puncak Gunung Arjuno. Ada juga wisata air terjun lainnya, namun jarang dikunjungi wisatawan sebab letak dan sarananya yang kurang mendukung.
Di kawasan lerengnya juga terdapat mata air Sungai Brantas yang berasal dari simpanan air Gunung Arjuno. Mata air Sungai Brantas terletak di Desa Sumber Brantas, Bumiaji, Kota Batu yang merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo.
Beberapa destinasi wisata yang terkenal hingga ke seluruh Indonesia maupun luar negeri juga terletak di lereng Gunung Arjuno, di antaranya adalah Tretes, Kota Wisata Batu, dan Taman Safari Indonesia 2.
Gunung Arjuno mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung.
Gunung Arjuno dapat didaki dan berbagai arah, arah Utara (Tretes) melalui Gunung Welirang, dan arah Timur (Lawang) dan dari arah Barat (Batu-Selecta), dan arah selatan (Karangploso), juga dari Sumberawan, Singosari.
Desa Sumberawan adalah desa pusat kerajinan tangan di kecamatan Singosari, Kabupaten Malang dan merupakan desa terakhir untuk mempersiapkan diri sebelum memulai pendakian. Bisa juga melewati Purwosari yang lebih gampang dilewati, karena hanya setengah jam dari jalan raya dan langsung sampai di Tambakwatu.
Gunung Welirang
Gunung Welirang adalah sebuah gunung berapi aktif dengan ketinggian 3.156 m dpl. Gunung ini yang secara administratif terletak di perbatasan Kota Batu, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Gunung Welirang berada dalam pengelolaan Taman Hutan Raya Raden Soerjo.
Gunung Welirang bersebelahan dengan Gunung Arjuno, Gunung Kembar I, dan Gunung Kembar II. Puncak Gunung Welirang terletak pada satu punggungan yang sama dengan puncak gunung Arjuno, sehingga kompleks ini sering disebut juga dengan Arjuno-Welirang.
Kompleks Arjuno-Welirang sendiri berada di dua gunung berapi yang lebih tua, Gunung Ringgit di timur dan Gunung Lincing di selatan. Area fumarol dengan cadangan belerang ditemukan di sejumlah lokasi pegunungan ini.
“Welirang” atau Walirang (nama kunanya) dalam bahasa Jawa berarti belerang. Di sekujur lerengnya ditumbuhi tetumbuhan kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung.
Jalur pendakian dapat dilakukan melalui Desa Claket, Kecamatan Pacet, Mojokerto. Di bagian sekitar puncak hidup tumbuhan endemik yang dinamakan penduduk setempat sebagai manis rejo.
Gunung Kawi
Gunung Kawi adalah sebuah gunung berapi yang sudah lama tidak aktif, berada sebelah barat daya di Kabupaten Malang, berbatasan langsung dengan Kabupaten Blitar Jawa Timur, Indonesia.
Tidak ada catatan sejarah mengenai letusan gunung berapi ini. Gunung ini cukup dikenal karena adanya tempat ziarah Pesarean Gunung Kawi.
Gunung Kawi memiliki banyak sebutan diantaranya Gunung Putri Tidur, karena jika di pandang dari sisi sebelah timur tepatnya dari arah Kota Malang dan sisi barat dari Kota kesamben, Wlingi Blitar, Gunung Kawi terlihat seperti wanita yang sedang tidur lengkap dengan kepala berada di sebelah selatan sampai dada dan kaki yang menjuntai kearah utara.
Banyak yang salah sangka dengan menyebutnya Gunung Butak, karena sejatinya Gunung Buthak itu sendiri merupakan puncak tertinggi Gunung Kawi (2880 mdpl).
Memiliki view pegunungan di sekelilingnya yang sangat indah, juga pemandangan perkotaan yang menarik, dari kota Batu di sebelah Utara, Kota Malang sampai Kepanjen di sebelah timur, pemandangan asri waduk Karangkates (Bendungan Sutami) di sisi selatan, serta Kota Wlingi Blitar Di sisi barat dengan view perkebunan teh Sirahkencong Diarsipkan 2023-06-09 di Wayback Machine..
Banyak Jalur pendakian yang bisa di lewati untuk menikmati keindaha Gunung Kawi ini diantaranya :
- Jalur Panderman, Kota Batu.
- Jalur Mrinci. Kota Batu.
- Jalur Precet, Wagir, Kabupaten Malang.
- Jalur Kucur, Dau, Kabupaten Malang.
- Jalur Kraton Gunung Kawi.
- Jalur Kebun teh Sirahkencong, Wlingi Blitar.
Terdapat mata air ,yang berada di bawah puncaknya. tapatnya di area camping Ground Sabana Kawi
Gunung Semeru
Gunung Semeru atau Gunung Meru adalah sebuah gunung berapi kerucut di Jawa Timur, Indonesia. Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru, 3.676 mdpl.
Gunung Semeru juga merupakan gunung berapi tertinggi ketiga di Indonesia setelah Gunung Kerinci di Sumatra dan Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat.
Gunung ini terbentuk akibat subduksi Lempeng Indo-Australia kebawah Lempeng Eurasia. Kawah di puncak Gunung Semeru dikenal dengan nama Jonggring Saloko.
Gunung Semeru secara administratif termasuk dalam wilayah dua kabupaten, yakni Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang, provinsi Jawa Timur. Gunung ini termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Semeru mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung. Posisi geografis Semeru terletak antara 8°06′ LS dan 112°55′ BT.
Pada tahun 1913 dan 1946 Kawah Jonggring Saloka memiliki kubah dengan ketinggian 3.744,8 m hingga akhir November 1973. Di sebelah selatan, kubah ini mendobrak tepi kawah menyebabkan aliran lava mengarah ke sisi selatan meliputi daerah Pronojiwo dan Candipuro di Lumajang.
Secara umum iklim di wilayah Gunung Semeru termasuk type iklim B (Schmidt dan Ferguson) dengan curah hujan 927 mm – 5.498 mm per tahun dengan jumlah hari hujan 136 hari/tahun dan musim hujan jatuh pada bulan November – April. Suhu udara dipuncak Semeru berkisar antara 0 – 4 derajat celsius.
Suhu rata-rata berkisar antara 3 °C – 8 °C pada malam dan dini hari, sedangkan pada siang hari berkisar antara 15 °C – 21 °C. Kadang-kadang pada beberapa daerah terjadi hujan salju kecil pada saat perubahan musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya.
Suhu yang dingin di sepanjang rute perjalanan ini bukan semata-mata disebabkan oleh udara diam, namun juga didukung oleh kencangnya angin yang berhembus ke daerah ini menyebabkan udara semakin dingin.
Gunung ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Taman Nasional ini terdiri dari pegunungan dan lembah seluas 50.273,3 hektar.
Terdapat beberapa gunung di dalam Kaldera Gunung Tengger antara lain: Gunung Bromo (2.392 m); Gunung Batok (2.470 m); Gunung Kursi (2.581 m); Gunung Watangan (2.662 m); dan Gunung Widodaren (2.650m). Terdapat empat buah danau (ranu): Ranu Pani, Ranu Regulo, Ranu Kumbolo dan Ranu Darungan.
Flora yang berada di wilayah Gunung Semeru beraneka ragam jenisnya tetapi banyak didominir oleh pohon cemara, akasia, pinus, dan jenis Jamuju. Sedangkan untuk tumbuhan bawah didominasi oleh kirinyuh, alang-alang, tembelekan, harendong dan edelwiss putih.
Edelwis juga banyak ditemukan di lereng-lereng menuju puncak Semeru. Terdapat pula spesies bunga anggrek endemik yang hidup di sekitar Gunung Semeru bagian selatan yakni Anggrek selop.
Banyak fauna yang menghuni gunung Semeru antara lain: macan kumbang, budeng, luwak, kijang, kancil, dll. Sedangkan di Ranu Kumbolo terdapat belibis yang masih hidup liar.
Gunung Butak
Gunung Butak adalah sebuah gunung berapi kerucut yang terletak di perbatasan Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar dalam wilayah Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Gunung Butak terletak berdekatan dengan Gunung Kawi.
Tidak diketemukan catatan sejarah atas erupsi dari Gunung Butak sampai saat ini.Gunung ini berada pada posisi -7,922566˚ dan 112,451688˚ dengan ketinggial 2.868 mdpl(9,409 ft).
Gunung Butak keseluruhan memiliki konfigurasi lahan bervariasi antara lain sedikit datar dan luas.
Gunung Butak termasuk gunung dengan tipe iklim C dan D dengan suhu kurang lebih 0˚C – 10˚C pada malam hari. Sedangkan pada pagi hari hingga siang harinya suhu berkisar antara maximum 15˚C. Gunung Butak merupakan hutan hujan tropika dan hutan lumut.
Vegetasi di Gunung Butak berbeda pada ketinggian tertentu. Spesies tanaman hasil inventarisasi menggunakan teori Franz Wilhelm Junghuhn via jalur Sirah-Kencong terbagi menjadi tiga kelompok ketinggian, yaitu ketinggian 1400–1500 mdpl, 1500–2500 mdpl dan 2500–2868 mdpl.
Pada ketinggian 1400–1500 mdpl ditemukan spesies kecubung gunung (Brugmansia Suaveolens), paku (Diplazium esculentum), pisang batu (Musa acuminate), dan mlandingan gunung (Paraserianthes lophantha).
Kemudian pada ketinggian 1500–2500 mdpl ditemukan spesies alang-alang (Imperata cylindrical), cantigi (Vaccinium Faringiaefolium), congkok (Curculigo sp), timun hutan (Trichosanthes cucumeroides maxim), bandotan (Ageratum conyzoides L.), walisongo (Schefflera sp.),dan kirinyuh (Eupatorium inulifolium Kunth).
Sedangkan pada ketinggian 2500–2868 mdpl ditemukan spesies cemara (Casuarina junghuniana), edelweiss (Anaphalis Javanica), semanggi gunung (Marsilea crenata Presl), teklan (Ageratina riparia), arbei gunung (Rubus lineatus), dan gandarusa (Justicia gendarussa).
Gunung Bromo
Gunung Bromo atau dalam bahasa Tengger dieja “Brama”, juga disebut Kaldera Tengger, adalah sebuah gunung berapi aktif di Jawa Timur. Gunung ini memiliki ketinggian 2.329 mdpl.
Gunung Bromo berada dalam empat wilayah yaitu Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Malang.
Gunung Bromo terkenal sebagai objek wisata utama di Jawa Timur. Sebagai sebuah objek wisata, Bromo menjadi menarik karena statusnya sebagai gunung berapi yang masih aktif. Gunung Bromo termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Nama Bromo berasal dari nama dewa utama dalam agama Hindu, Brahma.
Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi, Ia mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat).
Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.
Selama abad 20 dan abad 21, Gunung Bromo telah meletus sebanyak beberapa kali, dengan interval waktu yang teratur, yaitu 30 tahun. Letusan terbesar terjadi 1974, sedangkan letusan terakhir terjadi pada 19 Juli 2019.
Bagi penduduk sekitar Gunung Bromo, suku Tengger, Gunung Bromo/ Gunung Brahma dipercaya sebagai gunung suci. Setiap setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo.
Upacara tersebut bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo dan dilanjutkan ke puncak Bromo. Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 pada bulan Kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.
Ada beberapa destinasi wisata di Bromo yang menjadi tujuan utama wisatawan ke Bromo. Tidak hanya sunrise Bromo saja yang terkenal, melainkan ada beberapa destinasi yang disukai wisatawan yaitu; Penanjakan, Bukit Kingkong, Bukit Cinta Bromo, Seruni Point, Lembah Widodaren, Kawah Bromo, Gunung Batok, Pura Luhur Poter, Pasir Berbisik, Jembatan Gantung Kaca Bromo.
Gunung Penanggungan
Gunung Penanggungan (nama kuno: Gunung Pawitra) (1.653 m dpl) adalah gunung berapi kerucut dalam kondisi istirahat yang berada di Jawa Timur, Indonesia.
Posisinya berada di perbatasan dua kabupaten, yaitu Kabupaten Mojokerto (sisi barat) dan Kabupaten Pasuruan (sisi timur) dan berjarak kurang lebih 55 km sebelah selatan kota Surabaya.
Gunung Penanggungan merupakan gunung kecil yang berada pada satu kluster dengan Gunung Arjuno dan Gunung Welirang yang jauh lebih besar.
Meskipun kecil, gunung ini memiliki keunikan dari sisi kesejarahan, karena di sekujur permukaannya, mulai dari kaki sampai mendekati puncak, dipenuhi banyak situs kepurbakalaan yang dibangun pada periode Hindu-Buddha dalam sejarah Indonesia.
Gunung Penanggungan dipandang sebagai gunung keramat, suci, dan merupakan jelmaan Mahameru, gunungnya para dewa. Hal tersebut juga terkait dengan tata letak Gunung Penanggungan yang unik.
Dalam kitab Tantu Panggelaran Saka 1557 atau 1635 M, konon dinyatakan bahwa para dewa sepakat untuk menyetujui bahwa manusia dapat berkembang di Pulau Jawa, namun pulau itu tidak stabil, selalu berguncang diterpa ombak lautan.
Lalu untuk menstabilkan kondisi Pulau Jawa, para dewa memindahkan Gunung Mahameru dari Jambhudwipa ke Jawadwipa. Dalam perjalanan kepindahan tersebut, sebagian Mahameru ada yang rontok berjatuhan, maka menjelmalah gunung-gemunung yang ada di Pulau Jawa dari barat ke timur.
Bagian terbesarnya jatuh menjelma menjadi Gunung Semeru, sedang puncak Mahameru dihempaskan oleh para dewa menjadi Pawitra yang sekarang disebut Gunung Penanggungan.
Oleh karena itu, Pawitra menjadi gunung yang keramat dalam pemikiran Jawa masa Hindu-Buddha, karena puncak Mahameru yang dipindahkan ke Jawa.
Sebelum dikenal sebagai Gunung Penanggungan, gunung tersebut dikenal sebagai Gunung Pawitra. Nama “Pawitra” sudah dikenal sejak abad ke-10 Masehi.
Arti kata “pawitra” dalam bahasa Jawa kuno adalah keramat, suci, kesucian, atau sari. Nama itu tertulis pada Prasasti Cunggrang yang ditemukan di Desa Sukci, Gempol, Pasuruan, di kaki gunung sebelah timur Penanggungan.
Prasasti Cunggrang dikeluarkan oleh raja Mataram Kuno, Mpu Sindok, pada sekitar tahun 929 Masehi. Prasasti itu menyebut keberadaan sebuah pertapaan dan sumber air di Pawitra. Sumber air yang dimaksud mungkin adalah petirtaan (pemandian) Belahan saat ini, sekitar 4 kilometer dari Desa Sukci.
Nama “Pawitra” juga disebutkan dalam Nagarakretagama karya Mpu Prapanca yang selesai ditulis pada 1365 Masehi. Kitab tersebut menyebutkan bahwa di Gunung Pawitra terdapat pemandian dan pertapaan air. Lebih lanjut, diceritakan bahwa penduduk desa setempat menyambut kedatangan raja Majapahit, Hayam Wuruk, ketika ia mengunjungi pertapaan tersebut.
Sebuah naskah yang ditulis pada abad ke-15 dari masa kerajaan Sunda menyebutkan pula soal Gunung Pawitra. Naskah kuno tersebut mengisahkan seorang pangeran dari kerajaan Pakuan bernama Bujangga Manik. Ia meninggalkan keluarganya untuk menuntut ilmu di Jawa.
Dalam perjalanannya ke arah timur, ia melewati kota Majapahit, mendaki Gunung Pawitra, dan berkunjung ke Gunung Gajahmungkur yang suci. Nama Gajahmungkur ini diduga merujuk pada salah satu dari delapan bukit yang mengelilingi Gunung Penanggungan, yaitu Bukit Gajahmungkur.
Gunung Penanggungan sering dianggap sebagai miniatur dari Gunung Semeru, karena hamparan puncaknya yang sama-sama terdapat pasir dan batuan yang luas.
Puncak Penanggungan (1.653 mdpl) berupa kerucut piroklastik dilengkapi dengan kubah lava. Empat puncak lain di bawahnya diwakili oleh bukit-bukit yang mengelilingi Gunung Penanggungan, yaitu :
1. Puncak Gajahmungkur (1.087 mdpl)
2. Puncak Bekel (1.238 mdpl)
3. Puncak Kemuncup (1.227 mdpl)
4. Puncak Sarahklopo (1.275 mdpl).
Sementara sisanya, adalah empat puncak yang lebih rendah lagi dari bukit-bukit, yaitu :
1. Puncak Semodo (719 mdpl)
2. Puncak Wangi (987 mdpl)
3. Puncak Bende (927 mdpl)
4. Puncak Jambe (747 mdpl).[5]
Ditilik dari usia pembentukan, Gunung Penanggungan terbentuk dari aktivitas generasi ketiga di kompleks Arjuno-Welirang-Anjasmoro, satu periode pembentukan dengan Gunung Arjuno muda, Gunung Welirang, dan Gunung Kelud, diperkirakan pada kala Holosen.
Aliran lava (tua) dari kawah tepi mengalir ke seluruh sisi dan tumpukan sisa awan panas (aliran piroklastik) membentuk punggungan di sekitarnya.
Kajian oleh tim van Bemmelen (1937) mendapati gunung api ini telah tidak aktif paling tidak selama 1000 tahun, dan erupsi terakhir diperkirakan terjadi sekitar 200 M.
Kawasan sekitaran Gunung Penanggungan merupakan hunian yang tergolong padat, juga merupakan pusat industri manufaktur yang berkembang pesat. Dalam radius 5 km dari puncak, hampir 20 000 jiwa menghuni kawasan sekeliling gunung; tetapi dalam jarak 10 km terdapat lebih daripada 400 ribu jiwa yang menghuni kawasan sekeliling gunung.
Gunung Kelud
Gunung Kelud adalah sebuah gunung berapi di Jawa Timur, Indonesia yang hingga sekarang tergolong aktif.
Secara geografis letak gunung ini berada di perbatasan antara Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang, namun secara administratif, gunung ini adalah milik Pemerintah Kabupaten Kediri. Lokasinya kira-kira 45 km sebelah timur pusat Kota Kediri dan 25 km sebelah utara pusat Kota Blitar.
Gunung Kelud merupakan salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia. Sejak tahun 1000M, Kelud telah meletus lebih dari 30 kali, dengan letusan terbesar berkekuatan 5 Volcanic Explosivity Index (VEI). Letusan terakhir Gunung Kelud terjadi pada tahun 2014.
Gunung api ini termasuk dalam tipe stratovulkan dengan karakteristik letusan eksplosif. Seperti banyak gunung api lainnya di Pulau Jawa, Gunung Kelud terbentuk akibat proses subduksi lempeng benua Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia.
Sejak sekitar tahun 1300 Masehi, gunung ini tercatat aktif meletus dengan rentang jarak waktu yang relatif pendek (7-25 tahun), menjadikannya sebagai gunung api yang berbahaya bagi manusia.
Kekhasan gunung api ini adalah adanya danau kawah, yang dalam kondisi letusan dapat menghasilkan aliran lahar letusan dalam jumlah besar, dan membahayakan penduduk sekitarnya.
Letusan freatik tahun 2007 memunculkan kubah lava yang semakin membesar dan menyumbat permukaan danau, sehingga danau kawah nyaris sirna, menyisakan genangan kecil seperti kubangan air. Kubah lava ini kemudian hancur pada letusan besar di awal tahun 2014.
Puncak-puncak yang ada sekarang merupakan sisa dari letusan besar masa lalu yang meruntuhkan bagian puncak purba. Dinding di sisi barat daya runtuh terbuka sehingga kompleks kawah membuka ke arah itu.
Puncak Kelud adalah yang tertinggi, berposisi agak di timur laut kawah. Puncak-puncak lainnya adalah Puncak Gajahmungkur di sisi barat dan Puncak Sumbing di sisi selatan.