Pemilu yang akses adalah hak semua orang tanpa terkecuali penyandang disabilitas. Menurut LINKSOS setidaknya terdapat empat Indikator utama adanya Pemilu yang ramah disabilitas, yaitu: pertama adanya data pemilih disabilitas. Kedua adanya petugas pemilu yang memiliki pengetahuan dan sensitisasi disabilitas. Ketiga, pelibatan penyandang disabilitas dalam proses pemilu. Keempat, praktik TPS yang aksesibel bagi penyandang disabilitas. Kelima adanya visi misi inklusif dari parpol dan calon kontestan pemilu.
Indikator I: Adanya data pemilih disabilitas
Data pemilih sangat penting, ketika penyelenggara pemilu mampu menyajikan DPT setidaknya menunjukkan kesiapan baik secara SDM maupun logistik. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih. Penetapan DPT dilakukan melalui Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Tingkat Nasional Pemilu Tahun 2024, di Gedung KPU, Minggu (2/7/2023).
Mengutip laman Kompas, sebanyak 1.101.178 pemilih disabilitas dipastikan memiliki hak pilih pada Pemilu 2024, berdasarkan penetapan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada Minggu (2/9/2023). Jumlah ini mencakup 0,54 persen dari seluruh pemilih yang masuk dalam DPT Pemilu 2024. Rinciannya, disabilitas fisik sebanyak 482.414, disabilitas intelektual sebanyak 55.421, disabilitas mental sebanyak 264.594, dan disabilitas sensorik sebanyak 298.749 pemilih,
Dalam lingkup Malang Raya, terkait data pemilih tetap (DPT) penyandang disabilitas. Mengutip laman Jawa Post Radar Malang, sebanyak 3.616 penyandang disabilitas di Kota Malang masuk daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu 2024 mendatang. Jumlah tersebut terbilang naik jika dibanding gelaran pemilu sebelumnya yang hanya sekitar 700 orang.
Rincian DPT Disabilitas Kota Malang meliputi disabilitas fisik mencapai 1.780 orang, disabilitas intelektual sebanyak 185 orang, disabilitas mental sebanyak 961 orang, disabilitas wicara 268 orang, disabilitas rungu (pendengaran) 141 orang, dan pemilih netra (penglihatan) 281 orang.
Sementara itu, laman Surya Malang menuliskan, pemilih disabilitas di Kota Batu jumlahnya mencapai 913 orang. Rinciannya, pemilih disabilitas fisik 473 orang, disabilitas intelektual 54 orang, disabilitas mental 195 orang, disabilitas sensorik wicara 62 orang, sensorik rungu 37 orang dan sensorik netra 92.
Terakhir informasi DPT Disabilitas Kabupaten Malang, belum muncul informasinya baik di web KPU Kabupaten Malang maupun pemberitaan di media massa.
Indikator II: Adanya bimtek kesadaran disabilitas
Penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu penting menggelar bimtek tentang kesadaran disabilitas. Tujuan bimtek ini untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran petugas pemilu tentang disabilitas.
Khususnya di Malang Raya, penulis belum mendapatkan adanya informasi tentang imtek kesadaran disabilitas oleh KPU maupun Bawaslu. Akibat tak adanya bimtek tersebut antara lain berdampak pada akurasi data DPT disabilitas. Sebagai contoh kasus, masih ada petugas pendataan yang menyebut penyandang disabilitas sebagai orang sakit. Padahal disabilitas dan orang sakit jelas dua hal yang berbeda.
Bimtek tentang disabilitas idealnya bekerjasama dengan organisasi difabel yang memiliki komitmen terhadap advokasi hak-hak penyandang disabilitas. Bahayanya, jika mendatangkan sembarang narasumber, masih akan tetap menggunakan istilah-istilah negatif seperti sakit dan waras, normal dan tidak normal, yang itu bukan amanah UU.
Indikator III: Adanya pelibatan penyandang disabilitas dalam proses pemilu.
Upaya yang pernah dilakukan oleh KPU dan Bawaslu di Malang Raya adalah pelibatan penyandang disabilitas sebagai relawan demokrasi, masuk sebagai petugas panwas dan PPK, terlibat sebagai panitia di TPS dan sebagainya.
Indikator IV: Adanya praktik TPS Ramah Disabilitas.
Beberapa indikator TPS ramah disabilitas diantaranya terdapat template braille bagi disabilitas netra, terdapat informasi tulisan yang memadai bagi disabilitas rungu, adanya informasi tulisan dan gambar yang mudah dipahami oleh disabilitas intelektual, adanya aksesibilitas fisik yang bisa diakses disabilitas fisik, serta adanya antrian tersendiri bagi disabilitas dan suasana yang kondusif misal tidak berisik sebagai bentuk aksesibilitas bagi disabilitas mental.
Namun realitanya dalam beberapa pemilu, meski sudah diamanahkan hak aksesibilitas namun prakteknya TPS-TPS belum sepenuhnya akses. Salah satu negatifnya ketika kita konfirmasi tentang hal tersebut ke petugas TPS, jawabnya adalah: di tempat kami tidak ada disabilitas. padahal dalam prakteknya, melalui pengamatan lapangan terdapat beberapa ragam disabilitas yang ikut nyoblos namun tidak teridentifikasi oleh petugas. Ragam disabilitas yang populer dikenal oleh petugas pemilu adalah disabilitas fisik pengguna kursi roda dan disabilitas netra disabilitas disabilitas intelektual, disabilitas mental dan Tuli, sebab identifikasi hanya secara fisik.
Indikator V: Adanya parpol dan calon kontestan pemilu yang memiliki visi, misi serta rekam jejak yang berpihak pada penyandang disabilitas.
Tidak dipungkiri dari berbagai kasus, bahwa parpol sebagai mesin politik mampu mengubah pola interaksi dan perhatian masyarakat. Oleh sebab itu fokus parpol dan calon kontestan pada isu disabilitas penting untuk mendorong implementasi pemilu yang inklusif.
Khususnya capres cawapres 2024, dari tiga pasangan calon yaitu Anis- Cak Imin, Prabowo- Gibran, dan Ganjar Mahfud, hanya satu paslon yaitu Prabowo-Gibran yang secara spesifik menyebut isu disabilitas dalam visi misinya. Ini merupakan peningkatan baik dari pemilu-pemilu, sebelumnya yang tidak terdapat paslon yang menuliskan perhatian untuk disabilitas.
Namun kembali pada realitas bahwa politik tak bisa dipercaya 100 persen. Kami juga masih menunggu apakah dalam debat capres mendatang topik disabilitas akan diingat dan diperbincangkan? Pemilih juga perlu mengetahui apakah ybs memiliki topik/pengetahuan tentang disabilitas? Apakah kontestan juga memiliki rekam jejak tentang inklusi disabilitas?
(Ken)